Konsumsi Rumah Tangga Turun Tipis
A
A
A
TINGKAT konsumsi rumah tangga (RT) mengalami penurunan tipis dari kuartal ke kuartal sepanjang tahun ini. Laporan terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan tingkat konsumsi rumah tangga pada kuartal ketiga 2017 kembali turun menjadi 4,93% dibandingkan dengan kuartal kedua 2017 sekitar 4,94% dan kuartal pertama 2017 sebesar 4,95%.
Penurunan konsumsi rumah tangga tersebut terkonfirmasi dari daya beli masyarakat yang mengalami pelambatan belakangan ini akibat perubahan pola konsumsi terjadi sejak kuartal ketiga tahun lalu. Lebih detail BPS merinci penurunan tingkat konsumsi rumah tangga pada kuartal ketiga tahun ini ditandai dengan pelambatan pertumbuhan pada komponen makanan dan minuman yang hanya mencapai 5,04% dibandingkan dengan periode sama tahun lalu sebesar 5,23%.
Kondisi serupa juga terjadi pada komponen pakaian, alas kaki, dan jasa perawatan yang hanya tumbuh sekitar 2,00% atau lebih rendah dari periode sama tahun sebelumnya tercatat sebesar 2,24%. Begitu pula perumahan dan perlengkapan rumah yang hanya mencatatkan pertumbuhan sekitar 4,14%.
Sebaliknya komponen restoran dan hotel mencatat kenaikan signifikan dari sekitar 5,01% pada triwulan ketiga tahun lalu menjadi sebesar 5,52% pada triwulan ketiga tahun ini. Lalu, komponen kesehatan dan pendidikan mengalami kenaikan tipis dari sekitar 5,36% pada triwulan ketiga tahun lalu menjadi sebesar 5,38% pada triwulan ketiga tahun ini.
Dengan naiknya angka komponen restoran dan hotel, dalam analisis BPS menunjukkan adanya kecenderungan masyarakat bergeser dari non leisure ke leiuser (kesenangan). Meski kontribusi leisure masih kecil, tapi pihak lembaga statistik itu meminta pemerintah tetap mewaspadai hingga akhir tahun ini.
Sebelumnya BPS telah mengumumkan pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal ketiga tahun ini sebesar 5,06% atau meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya tercatat sekitar 5,01%. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi pada kuartal ketiga dibandingkan kuartal pertama dan kedua tahun ini berdasarkan publikasi BPS, salah satunya dipicu membaiknya sejumlah harga komoditas minyak dan gas (migas) dan nonmigas di antaranya batu bara dan crude palm oil (CPO).
Faktor lain, pertumbuhan ekonomi disumbangkan oleh realisasi belanja pemerintah yang meningkat menjadi Rp2.133 triliun pada kuartal ketiga 2017 dibandingkan dengan periode sama tahun lalu sebesar Rp2.082,9 triliun. Kenaikan realisasi belanja seiring dengan peningkatan belanja pegawai dan belanja modal.
Selain itu, kinerja ekspor juga berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga 2017. Kinerja ekspor hingga sembilan bulan tahun ini tumbuh sekitar 10,44% atau senilai USD 43,38 miliar dibandingkan tahun lalu.
Kinerja ekspor yang mulai berotot tersebut tidak terlepas dari membaiknya kinerja ekonomi negara tujuan utama ekspor Indonesia, di antaranya China dan Singapura. Melihat kecenderungan pertumbuhan ekonomi yang positif meski naik tipis, pihak BPS memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal keempat tahun ini bakal semakin membaik.
Meski pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga 2017 jauh di bawah prediksi Bank Indonesia (BI) sebesar 5,17% dan meleset dari proyeksi Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati sekitar 5,2%, tetap disambut hangat kalangan pengusaha. Memang pertumbuhan ekonomi masih di bawah ekspektasi para pengelola negara, tapi tetap bercokol di atas 5%.
Bagi Ketua Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Franciscus Welirang, pertumbuhan ekonomi sedikit lewat 5% itu sudah bagus di tengah kondisi ekonomi global masih karut marut yang penuh tantangan.
Suara senada juga disampaikan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani yang menilai, angka pertumbuhan ekonomi sebesar 5,06% pada triwulan ketiga 2017 tak terlalu buruk meski masih berpotensi tumbuh lebih tinggi. Kalangan pengusaha berharap pertumbuhan ekonomi untuk tiga bulan terakhir pada 2017 ini tidak di bawah 5%. Bisa?
Penurunan konsumsi rumah tangga tersebut terkonfirmasi dari daya beli masyarakat yang mengalami pelambatan belakangan ini akibat perubahan pola konsumsi terjadi sejak kuartal ketiga tahun lalu. Lebih detail BPS merinci penurunan tingkat konsumsi rumah tangga pada kuartal ketiga tahun ini ditandai dengan pelambatan pertumbuhan pada komponen makanan dan minuman yang hanya mencapai 5,04% dibandingkan dengan periode sama tahun lalu sebesar 5,23%.
Kondisi serupa juga terjadi pada komponen pakaian, alas kaki, dan jasa perawatan yang hanya tumbuh sekitar 2,00% atau lebih rendah dari periode sama tahun sebelumnya tercatat sebesar 2,24%. Begitu pula perumahan dan perlengkapan rumah yang hanya mencatatkan pertumbuhan sekitar 4,14%.
Sebaliknya komponen restoran dan hotel mencatat kenaikan signifikan dari sekitar 5,01% pada triwulan ketiga tahun lalu menjadi sebesar 5,52% pada triwulan ketiga tahun ini. Lalu, komponen kesehatan dan pendidikan mengalami kenaikan tipis dari sekitar 5,36% pada triwulan ketiga tahun lalu menjadi sebesar 5,38% pada triwulan ketiga tahun ini.
Dengan naiknya angka komponen restoran dan hotel, dalam analisis BPS menunjukkan adanya kecenderungan masyarakat bergeser dari non leisure ke leiuser (kesenangan). Meski kontribusi leisure masih kecil, tapi pihak lembaga statistik itu meminta pemerintah tetap mewaspadai hingga akhir tahun ini.
Sebelumnya BPS telah mengumumkan pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal ketiga tahun ini sebesar 5,06% atau meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya tercatat sekitar 5,01%. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi pada kuartal ketiga dibandingkan kuartal pertama dan kedua tahun ini berdasarkan publikasi BPS, salah satunya dipicu membaiknya sejumlah harga komoditas minyak dan gas (migas) dan nonmigas di antaranya batu bara dan crude palm oil (CPO).
Faktor lain, pertumbuhan ekonomi disumbangkan oleh realisasi belanja pemerintah yang meningkat menjadi Rp2.133 triliun pada kuartal ketiga 2017 dibandingkan dengan periode sama tahun lalu sebesar Rp2.082,9 triliun. Kenaikan realisasi belanja seiring dengan peningkatan belanja pegawai dan belanja modal.
Selain itu, kinerja ekspor juga berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga 2017. Kinerja ekspor hingga sembilan bulan tahun ini tumbuh sekitar 10,44% atau senilai USD 43,38 miliar dibandingkan tahun lalu.
Kinerja ekspor yang mulai berotot tersebut tidak terlepas dari membaiknya kinerja ekonomi negara tujuan utama ekspor Indonesia, di antaranya China dan Singapura. Melihat kecenderungan pertumbuhan ekonomi yang positif meski naik tipis, pihak BPS memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal keempat tahun ini bakal semakin membaik.
Meski pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga 2017 jauh di bawah prediksi Bank Indonesia (BI) sebesar 5,17% dan meleset dari proyeksi Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati sekitar 5,2%, tetap disambut hangat kalangan pengusaha. Memang pertumbuhan ekonomi masih di bawah ekspektasi para pengelola negara, tapi tetap bercokol di atas 5%.
Bagi Ketua Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Franciscus Welirang, pertumbuhan ekonomi sedikit lewat 5% itu sudah bagus di tengah kondisi ekonomi global masih karut marut yang penuh tantangan.
Suara senada juga disampaikan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani yang menilai, angka pertumbuhan ekonomi sebesar 5,06% pada triwulan ketiga 2017 tak terlalu buruk meski masih berpotensi tumbuh lebih tinggi. Kalangan pengusaha berharap pertumbuhan ekonomi untuk tiga bulan terakhir pada 2017 ini tidak di bawah 5%. Bisa?
(whb)