Kontroversi Alexis
A
A
A
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta bersikap tegas dengan tidak memperpanjang izin usaha Alexis. Keberanian Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ini pantas diapresiasi, terutama dalam rangka untuk mendukung penegakan hukum dan mencegah adanya pembiaran praktik prostitusi dalam dunia hiburan malam di Ibu Kota tersebut.
Berbagai kalangan meminta Pemprov DKI tidak pandang bulu. Gubernur Anies juga harus menindak tegas siapa pun yang diduga menyalahgunakan izin tempat hiburan malam di DKI untuk hal-hal yang amoral dan tidak sesuai dengan peruntukannya.
Perihal ditolaknya permohonan tanda daftar usaha pariwisata (TDUP) dari Alexis memang menimbulkan pro-kontra di masyarakat. Banyak yang mengapresiasi dengan selesainya operasi Alexis.
Banyak yang memuji keberanian Anies dalam menyetop izin Alexis yang sudah cukup lama beroperasi di DKI. Namun sejumlah kalangan mempermasalahkan langkah Gubernur Anies yang dinilai hanya pencitraan untuk memenuhi janji kampanye.
Bahkan ada yang mempermasalahkan dengan tidak beroperasinya Alexis, DKI akan kehilangan potensi pajak miliaran rupiah.
Berbagai pendapat masyarakat tersebut sangat wajar karena masyarakat di DKI sangat heterogen. Belum lagi komentar masyarakat lewat media sosial yang sudah tidak terkendali baik dalam memuji maupun mengkritik kebijakan Pemprov DKI tersebut.
Dan di era demokrasi, semua orang berhak mengemukakan pendapatnya asalkan dalam koridor aturan yang berlaku.
Karena itu, munculnya beragam pendapat dari berbagai kalangan masyarakat harus secepatnya dijawab secara baik oleh Pemprov DKI bahwa apa yang dilakukannya terhadap Alexis itu sudah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
Jangan sampai muncul kesan bahwa penghentian operasi Alexis hanya untuk memenuhi janji kampanye. Gubernur Anies harus mampu membuktikan bahwa apa yang dilakukannya adalah murni kebijakannya untuk memperbaiki kehidupan masyarakat Jakarta.
Gubernur Anies harus bisa menjelaskan bahwa langkah yang dilakukannya tersebut tidak ada tendensi tertentu untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Gubernur Anies memang sudah menjelaskan alasan tidak memperpanjang izin operasi Alexis.
Misalnya soal keberadaan para WNA yang dipekerjakan di sana. Namun penjelasan tak cukup hanya dilakukan lewat lisan.
Yang jelas, apa yang sudah dimulai Pemprov DKI dengan menertibkan Alexis harus dilanjutkan dengan langkah-langkah lainnya. Intinya Gubernur Anies tak boleh berhenti sampai di sini.
Karena yang bakal terjadi adalah munculnya tudingan yang bakal menyebut Pemprov DKI bersikap pandang bulu dalam menertibkan tempat hiburan. Tentu hal tersebut harus dihindari oleh Gubernur Anies yang baru beberapa pekan menjabat.
Di sini kredibilitas Gubernur Anies dipertaruhkan, yaitu bagaimana bisa menjelaskan kepada masyarakat bahwa langkahnya adalah benar sesuai dengan koridor hukum dan demi menjaga kepentingan nilai-nilai moral masyarakat Jakarta.
Karena itu, sudah selayaknya Pemprov DKI juga menertibkan tempat-tempat hiburan malam lainnya yang dinilai melanggar izin peruntukan. Kita tahu bahwa banyak lokasi ”remang-remang” bertebaran di Jakarta.
Kalau memang memiliki niat baik untuk menertibkan mereka, bukan hal yang sulit bagi Pemprov DKI untuk melakukannya. Masyarakat Jakarta pasti akan mendukung penuh sepanjang memang dilakukan sesuai dengan norma-norma hukum yang berlaku dan kepentingan masyarakat Jakarta.
Yang tak kalah penting adalah konsistensi setelah dihentikannya izin Alexis. Pemrov DKI harus mengantisipasi ”serangan balik” dari pihak-pihak tertentu yang merasa dirugikan atas penghentian Alexis.
Saat ini saja kalau kita perhatikan sudah ada sejumlah politikus yang mulai mempermasalahkan kebijakan Gubernur Anies atas Alexis. Di sinilah ketahanan pemimpin baru Jakarta ini diuji, mampukah mereka bertahan menghadapi berbagai serangan yang mungkin datang baik lewat kekuasaan atau yang lainnya dari pihak-pihak yang merasa terganggu. Kita tunggu gebrakan pemimpin baru Jakarta selanjutnya.
Berbagai kalangan meminta Pemprov DKI tidak pandang bulu. Gubernur Anies juga harus menindak tegas siapa pun yang diduga menyalahgunakan izin tempat hiburan malam di DKI untuk hal-hal yang amoral dan tidak sesuai dengan peruntukannya.
Perihal ditolaknya permohonan tanda daftar usaha pariwisata (TDUP) dari Alexis memang menimbulkan pro-kontra di masyarakat. Banyak yang mengapresiasi dengan selesainya operasi Alexis.
Banyak yang memuji keberanian Anies dalam menyetop izin Alexis yang sudah cukup lama beroperasi di DKI. Namun sejumlah kalangan mempermasalahkan langkah Gubernur Anies yang dinilai hanya pencitraan untuk memenuhi janji kampanye.
Bahkan ada yang mempermasalahkan dengan tidak beroperasinya Alexis, DKI akan kehilangan potensi pajak miliaran rupiah.
Berbagai pendapat masyarakat tersebut sangat wajar karena masyarakat di DKI sangat heterogen. Belum lagi komentar masyarakat lewat media sosial yang sudah tidak terkendali baik dalam memuji maupun mengkritik kebijakan Pemprov DKI tersebut.
Dan di era demokrasi, semua orang berhak mengemukakan pendapatnya asalkan dalam koridor aturan yang berlaku.
Karena itu, munculnya beragam pendapat dari berbagai kalangan masyarakat harus secepatnya dijawab secara baik oleh Pemprov DKI bahwa apa yang dilakukannya terhadap Alexis itu sudah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
Jangan sampai muncul kesan bahwa penghentian operasi Alexis hanya untuk memenuhi janji kampanye. Gubernur Anies harus mampu membuktikan bahwa apa yang dilakukannya adalah murni kebijakannya untuk memperbaiki kehidupan masyarakat Jakarta.
Gubernur Anies harus bisa menjelaskan bahwa langkah yang dilakukannya tersebut tidak ada tendensi tertentu untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Gubernur Anies memang sudah menjelaskan alasan tidak memperpanjang izin operasi Alexis.
Misalnya soal keberadaan para WNA yang dipekerjakan di sana. Namun penjelasan tak cukup hanya dilakukan lewat lisan.
Yang jelas, apa yang sudah dimulai Pemprov DKI dengan menertibkan Alexis harus dilanjutkan dengan langkah-langkah lainnya. Intinya Gubernur Anies tak boleh berhenti sampai di sini.
Karena yang bakal terjadi adalah munculnya tudingan yang bakal menyebut Pemprov DKI bersikap pandang bulu dalam menertibkan tempat hiburan. Tentu hal tersebut harus dihindari oleh Gubernur Anies yang baru beberapa pekan menjabat.
Di sini kredibilitas Gubernur Anies dipertaruhkan, yaitu bagaimana bisa menjelaskan kepada masyarakat bahwa langkahnya adalah benar sesuai dengan koridor hukum dan demi menjaga kepentingan nilai-nilai moral masyarakat Jakarta.
Karena itu, sudah selayaknya Pemprov DKI juga menertibkan tempat-tempat hiburan malam lainnya yang dinilai melanggar izin peruntukan. Kita tahu bahwa banyak lokasi ”remang-remang” bertebaran di Jakarta.
Kalau memang memiliki niat baik untuk menertibkan mereka, bukan hal yang sulit bagi Pemprov DKI untuk melakukannya. Masyarakat Jakarta pasti akan mendukung penuh sepanjang memang dilakukan sesuai dengan norma-norma hukum yang berlaku dan kepentingan masyarakat Jakarta.
Yang tak kalah penting adalah konsistensi setelah dihentikannya izin Alexis. Pemrov DKI harus mengantisipasi ”serangan balik” dari pihak-pihak tertentu yang merasa dirugikan atas penghentian Alexis.
Saat ini saja kalau kita perhatikan sudah ada sejumlah politikus yang mulai mempermasalahkan kebijakan Gubernur Anies atas Alexis. Di sinilah ketahanan pemimpin baru Jakarta ini diuji, mampukah mereka bertahan menghadapi berbagai serangan yang mungkin datang baik lewat kekuasaan atau yang lainnya dari pihak-pihak yang merasa terganggu. Kita tunggu gebrakan pemimpin baru Jakarta selanjutnya.
(nag)