Kubu Romi Minta Djan Faridz Cermat Baca Aturan

Rabu, 11 Oktober 2017 - 08:50 WIB
Kubu Romi Minta Djan...
Kubu Romi Minta Djan Faridz Cermat Baca Aturan
A A A
JAKARTA - Konflik dualisme kepengurusan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kembali mencuat seiring memasuki masa pendaftaran parpol peserta Pemilu 2019.

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Djan Faridz belum lama ini mendatangi Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta. (Baca juga: Klaim Berhak Ikut Pemilu, PPP Djan Faridz Protes Menkumham )

Djan menilai penerbitan Surat Keputusan (SK) oleh Menteri Hukum dan HAM untuk PPP kubu Muhammad Romahurmuziy melanggar hukum. Langkah Djan tersebut langsung mendapatkan reaksi dari kubu Romahurmuziy (Romi).

Sekretaris Jenderal PPP kubu Romi, Arsul Sani meminta Djan Faridz cermat membaca kembali peraturan perundang-undangan. Arsul juga menilai Djan Faridz sudah saatnya meneliti kembali seluruh dokumen terkait dengan persoalan PPP.

Dia menilai kedatangan Djan Faridz beserta kubunya ke KPU sebagai kunjungan sekelompok warga negara yang ingin suaranya didengar oleh penyelenggara pemilu.

Arsul yakin KPU menerima Djan sebatas menghormati rakyat yang bertamu. Dia menambahkan, KPU tentu telah mengkaji secara cermat dan teliti persoalan kepengurusan PPP dengan menggunakan parameter perundang-undangan, khususnya Undang-undang tentang Partai Politik (Parpol) dan Undang-undang Pemilu.

"Nah, siapapun yang menggunakan parameter undang-undang, maka akan sampai pada kesimpulan bahwa klaim Djan Faridz dan segelintir pengikutnya sebagai pengurus DPP PPP tidak ada dasar atau legitimasi hukumnya. Kesimpulan seperti ini akan sampai karena setidaknya empat hal," kata Arsul dalam keterangan tertulisnya, Rabu 11 Oktober 2017.

Pertama, satu-satunya legitimasi kelompok Djan adalah Putusan Kasasi Mahkamah Agung (MA) Nomor 601/2015. Kata Arsul, putusan Kasasi Nomor 601 ini telah secara tegas dibatalkan oleh MA sendiri dengan Putusan PK Nomor 79 Tahun 2017.

"Satu-satunya legitimasi kelompok Djan Faridz sudah tidak ada lagi," ungkapnya.

Kedua, selama ini Djan Faridz merujuk pada Putusan Mahkamah Partai (MP) PPP dan menggunakan beberapa ahli hukum untuk membangun opini berdasar lutusan MP PPP di ruang publik.

Menurut dia, hal itu merupakan bentuk penyesatan informasi (misleading information) karena tidak ada Putusan MP PPP yang secara eksplisit menyatakan kepengurusan Djan sah.

Bahkan, lanjut dia, ketika akan dilaksanakan Muktamar Pondok Gede tahun 2016, MP PPP menyampaikan pendapat hukum kepada Presiden dan Menteri Hukum dan HAM bahwa solusi penyelesaian kepengurusan PPP dengan Muktamar ulang yang diikuti oleh semua pihak.

"Karena itulah kemudian diselenggarakan Muktamar di Pondok Gede yang dibuka Presiden dan ditutup Wakil Presiden dengan dihadiri oleh para pejabat lembaga negara maupun menteri terkait," ujar anggota Komisi III DPR ini.

Dia mengatakan, penggunaan opini ahli hukum untuk membangun opini publik justru mengorbankan reputasi dan integritas keilmuan Djan beserta kubunya.

Dia menduga para ahli hukum hanya diberi informasi dan bahan yang sepotong-sepotong. "Misalnya, pendapat MP PPP sendiri yang terakhir sebelum Muktamar Pondok Gede malah tidak pernah diinfokan kepada para ahli hukum mereka," katanya.

Ketiga, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta telah menolak gugatan tata usaha negara (TUN) Djan Faridz atas surat keputusan (SK) Menkumham terkait dengan kepengurusan PPP setelah Muktamar Pondok Gede tahun 2016.

Dia menjelaskan, penolakan gugatan ini seiring dengan penolakan MK atas tiga permohonan Djan dan kelompoknya terkait dengan uji materi pasal tentang pengesahan kepengurusan partai dalam Undang-undang Parpol dan UU Pilkada.

Keempat, kata Arsul, apa yang digembar-gemborkan oleh Djan Faridz bahwa Menkumham tidak melaksanakan Putusan MA dalam perkara kasasi TUN Nomor 504/2015 juga tidak benar.

Menurut dia, Menkumham telah melaksanakan putusan kasasi TUN tersebut dengan mencabut SK Kepengurusan PPP hasil Muktamar Surabaya yang diperintahkan dalam putusan tersebut.
Kemudian, mengembalikan SK Kepengurusan PPP kepada kepengurusan hasil Muktamar Bandung yang dipimpin oleh Suryadharma Ali dan M Romahurmuziy yang kemudian menyelenggarakan Muktamar Pondok Gede April 2016.

"Pertanyaannya mengapa kok bukan menerbitkan SK bagi kepengurusan Djan Faridz? Maka jawabannya, adalah karena, satu, Putusan kasasi MA-nya tidak memerintahkan demikian," ujarnya.

Kedua, permohonan pengesahan kepengurusan Djan tidak memenuhi syarat administratif, antara lain akta notaris yang Djan mohonkan sudah diubah oleh Djan Faridz sendiri.

"Oleh karena itu sudah saatnya Djan Faridz membaca kembali secara cermat aturan perundang-undangan yang ada dan meneliti kembali seluruh dokumen terkait dengan persoalan PPP," kata Arsul.

Setelah itu, kata dia, Djan perlu introspeksi untuk berhenti terus menerus memelihara kesan di ruang publik bahwa PPP masih terpecah belah.

Diketahui, saat ke Kantor KPU, Djan Faridz berharap ada solusi atas konflik internal PPP. Djan Faridz menilai penerbitan SK Menkumham untuk PPP kubu Romi melanggar kaidah hukum dan bisa menimbulkan persoalan.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7324 seconds (0.1#10.140)