Dinilai Bertentangan, Peraturan BI Soal Uang Elektronik Digugat ke MA
A
A
A
JAKARTA - Sejumlah warga yang tergabung dalam Forum Warga Kota Jakarta (Fakta) mengajukan Uji Materil ke Mahkamah Agung (MA) terkait Peraturan Bank Indonesia (PBI) nomor 16/8/PBI/2014 tentang Uang Elektronik. Mereka menilai peraturan tersebut bertentangan dengan UU Nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang.
"Setelah dipelajari lebih seksama, ternyata dalam UU Nomor 7 tahun 2011 dinyatakan uang yang sah adalah rupiah, bentuknya kertas dan logam, tidak mengakomodir uang rupiah dalam bentuk uang elektronik. Maka uang elektronik adalah uang illegal," kata kuasa hukum Fakta, Azas Tigor Nainggolan, saat mendaftarkan gugatan di Mahkamah Agung, Jakarta, Selasa (10/10/2017).
Menurutnya, penolakan terhadap transaksi tunai adalah sebuah pembangkangan terhadap undang-undang. Untuk itu, warga sangat membutuhkan penjelasan agar adanya kepastian hukum. Dia juga berharap tidak adanya diskriminasi terhadap masyarakat pengguna Rupiah Kertas maupun Logam dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran.
Berdasarkan pantauan, saat mendaftarkan gugatannya ke MA, mereka terlihat membawa sejumlah atribut penolakan, di antaranya bertuliskan 'Uang Elektronik Illegal' , 'E-Toll Diskriminatif', 'Tolak Tolak Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014', dan masih banyak lagi.
Mereka menyebut peraturan tersebut melanggar hukum dan bertentangan dengan UU. "Kami minta kepada MA agar membatalkan bahwa peraturan Bank Indonesia Nomor 16 tahun 2014 itu tidak sah dan tidak bisa diberlakukan secara umum," ujar Tigor.
Tigor mengaku tidak menolak uang elektronik diberlakukan, tapi harus ada UU yang mengatur peredaran uang elektronik. Bukan hanya melalui PBI Nomor 16/8/PBI/2014. "Bank Indonesia harus menyiapkan langkah lebih lanjut untuk antisipasi ini, setidaknya harusnya mengubah undang undang dulu, rupiah itu harusnya dinyatakan di dalamnya bukan hanya kertas dan logam tapi juga elektronik," terangnya.
Pengamat transportasi ini juga meminta penerapan wajib menggunakan e-toll di tol Jagorawi pada Selasa (31/10) ditunda. Termasuk biaya top-up uang elektronik yang diberlakukan saat melakukan pengisian uang elektronik.
"Iya termasuk, itu juga ilegal, nah itu ilegal dan harus dikembalikan. Kalau uang elektronik ilegal, semua proses itu ilegal, untuk itu tunda dulu semuanya. atau paling tidak tunggu putusan MA," harap Tigor
"Setelah dipelajari lebih seksama, ternyata dalam UU Nomor 7 tahun 2011 dinyatakan uang yang sah adalah rupiah, bentuknya kertas dan logam, tidak mengakomodir uang rupiah dalam bentuk uang elektronik. Maka uang elektronik adalah uang illegal," kata kuasa hukum Fakta, Azas Tigor Nainggolan, saat mendaftarkan gugatan di Mahkamah Agung, Jakarta, Selasa (10/10/2017).
Menurutnya, penolakan terhadap transaksi tunai adalah sebuah pembangkangan terhadap undang-undang. Untuk itu, warga sangat membutuhkan penjelasan agar adanya kepastian hukum. Dia juga berharap tidak adanya diskriminasi terhadap masyarakat pengguna Rupiah Kertas maupun Logam dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran.
Berdasarkan pantauan, saat mendaftarkan gugatannya ke MA, mereka terlihat membawa sejumlah atribut penolakan, di antaranya bertuliskan 'Uang Elektronik Illegal' , 'E-Toll Diskriminatif', 'Tolak Tolak Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014', dan masih banyak lagi.
Mereka menyebut peraturan tersebut melanggar hukum dan bertentangan dengan UU. "Kami minta kepada MA agar membatalkan bahwa peraturan Bank Indonesia Nomor 16 tahun 2014 itu tidak sah dan tidak bisa diberlakukan secara umum," ujar Tigor.
Tigor mengaku tidak menolak uang elektronik diberlakukan, tapi harus ada UU yang mengatur peredaran uang elektronik. Bukan hanya melalui PBI Nomor 16/8/PBI/2014. "Bank Indonesia harus menyiapkan langkah lebih lanjut untuk antisipasi ini, setidaknya harusnya mengubah undang undang dulu, rupiah itu harusnya dinyatakan di dalamnya bukan hanya kertas dan logam tapi juga elektronik," terangnya.
Pengamat transportasi ini juga meminta penerapan wajib menggunakan e-toll di tol Jagorawi pada Selasa (31/10) ditunda. Termasuk biaya top-up uang elektronik yang diberlakukan saat melakukan pengisian uang elektronik.
"Iya termasuk, itu juga ilegal, nah itu ilegal dan harus dikembalikan. Kalau uang elektronik ilegal, semua proses itu ilegal, untuk itu tunda dulu semuanya. atau paling tidak tunggu putusan MA," harap Tigor
(pur)