Daya Beli Petani Naik
A
A
A
Biaya pendidikan dan rekreasi menjadi kontributor terbesar dalam laju inflasi September 2017.
Biaya pendidikan dan rekreasi mengalami inflasi sekitar 1,03% dan berkontribusi terhadap inflasi September lalu sekitar 0,08% meliputi kenaikan biaya kuliah dengan andil 0,04%, uang sekolah untuk sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah atas (SMA) dengan andil 0,01%, serta kenaikan tarif komponen rekreasi yang mencapai 0,01%.
Disusul kelompok makanan dan minuman jadi serta rokok dengan mencatatkan inflasi sebesar 0,34% dan menyumbang inflasi sebesar 0,06%. Adapun komoditas yang dominan mengerek angka inflasi meliputi, bubur, nasi dengan lauk, mi, rokok kretek, dan rokok kretek filter sebesar 0,01%.
Sebelumnya, publikasi terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan laju inflasi tercatat sebesar 0,13% pada September 2017 lalu.
Selanjutnya kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar mencatat inflasi sebesar 0,21% dengan andil 0,05%.
Sedangkan komoditas yang dominan berkontribusi terhadap inflasi adalah besi beton, tarif kontrak rumah, bahan bakar rumah tangga, dan upah pembantu rumah tangga masing-masing sekitar 0,01%.
Ada pun kelompok sandang mencatat inflasi sebesar 0,52% dengan memberi andil terhadap inflasi September 2017 sekitar 0,03%. Untuk kelompok kesehatan mengalami inflasi 0,16 % dan berkontribusi terhadap inflasi bulan lalu sekitar 0,01%.
Sebaliknya, sejumlah komoditas mendorong terjadinya deflasi atau penurunan harga meliputi sayur-sayuran, bayam, kangkung, dan semangka sekitar 0,01%. Telur ayam ras, tomat sayur, dan cabai rawit sebesar 0,02%. Kemudian daging ayam ras dan bawang putih sekitar 0,03% dan bawang merah sebesar 0,03%.
Dengan demikian, inflasi tahun kalender (Januari-September) 2017 mencapai sebesar 2,66% dan inflasi secara tahunan (year on year ) tercatat sebesar 3,72%. BPS memantau 82 kota di seluruh wilayah Indonesia.
Dari puluhan kota yang termonitori tersebut, BPS mencatat 50 kota mengalami inflasi, karena Tual mengalami inflasi tertinggi sebesar 1,59%, sedangkan Depok dan Mamuju mencatat inflasi terendah sekitar 0,01%.
Adapun deflasi tertinggi terjadi di Manado sebesar 1,04% dan Tembilahan mencatat deflasi terendah sekitar 0,01%.
Hal ang menarik dicermati publikasi terbaru dari BPS kali ini adalah nilai tukar petani (NTP) nasional mencapai sekitar 102,22% pada September 2017 atau telah terjadi kenaikan sebesar 0,61% dibanding NTP pada bulan sebelumnya.
Badan statistik milik negara itu mencatat kenaikan NTP didongkrak oleh indeks harga yang diterima petani naik sebesar 0,49%. Sebaliknya indeks harga yang dibayar petani mengecil sebesar 0,12%.
Sekadar informasi bahwa NTP adalah salah satu indikator yang mencerminkan tingkat kemampuan atau daya beli petani di perdesaan. Selain itu, NTP juga sebuah indikator yang memperlihatkan daya tukar dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi.
Dengan demikian NTP yang tinggi menunjukkan bahwa kemampuan daya beli petani semakin kuat. BPS mencatat kenaikan NTP September 2017 berdasarkan pemantauan harga-harga di perdesaan pada 33 wilayah provinsi.
Sumatera Selatan adalah provinsi mencatat kenaikan NTP paling tinggi mencapai sebesar 2,16%. Sebaliknya, Kepulauan Bangka Belitung mengalami penurun NTP terendah sekitar 0,95%.
Dari hasil pantauan BPS disimpulkan kenaikan NTP dipengaruhi sejumlah subsektor, di antaranya subsektor tanaman pangan sekitar 1,60%, disusul subsektor tanaman perkebunan rakyat sebesar 1,18%, dan subsektor perikanan sekitar 0,18%.
Sebaliknya, subsektor tanaman holtikultura mengalami penurunan sekitar 0,37% dan subsektor peternakan mencatat penurunan sebesar 0,40%.
Selain itu, BPS juga menyuguhkan data kenaikan indeks harga perdagangan besar (IHPB) umum nonmigas atau indeks harga grosir atau agen sekitar 0,15% pada September lalu.
Kenaikan tertinggi dari indeks tersebut dialami sektor industri sebesar 0,45%. Sektor industri menjadi penyumbang andil dominan pada perubahan IHPB sebesar 0,21%.
Ada pun IHPB bahan bangunan atau konstruksi naik sebesar 0,68% pada September 2017 dibanding bulan sebelumnya. Komponen bahan bangunan yang mencatatkan kenaikan harga di antaranya besi beton sekitar 5,82% dan bahan bangunan dari aluminium sebesar 1,40%.
Sebelumnya sejumlah ekonom telah memprediksi bahwa laju inflasi untuk September 2017 berada pada level rendah.
Prediksi tersebut didasarkan atas langkah pemerintah yang bisa mengendalikan harga, terutama komoditas yang ditangani pemerintah, seperti tarif listrik, harga bahan bakar minyak, elpiji hingga akhir tahun ini.
Laju inflasi September 2017 memang lebih rendah dibandingkan laju inflasi pada periode sama tahun lalu sebesar 0,22%.
Namun, pemerintah tetap harus waspada menjaga laju inflasi dalam tiga bulan terakhir ini, mengingat pada akhir tahun diwarnai kegiatan liburan dan hari besar keagamaan.
Biaya pendidikan dan rekreasi mengalami inflasi sekitar 1,03% dan berkontribusi terhadap inflasi September lalu sekitar 0,08% meliputi kenaikan biaya kuliah dengan andil 0,04%, uang sekolah untuk sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah atas (SMA) dengan andil 0,01%, serta kenaikan tarif komponen rekreasi yang mencapai 0,01%.
Disusul kelompok makanan dan minuman jadi serta rokok dengan mencatatkan inflasi sebesar 0,34% dan menyumbang inflasi sebesar 0,06%. Adapun komoditas yang dominan mengerek angka inflasi meliputi, bubur, nasi dengan lauk, mi, rokok kretek, dan rokok kretek filter sebesar 0,01%.
Sebelumnya, publikasi terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan laju inflasi tercatat sebesar 0,13% pada September 2017 lalu.
Selanjutnya kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar mencatat inflasi sebesar 0,21% dengan andil 0,05%.
Sedangkan komoditas yang dominan berkontribusi terhadap inflasi adalah besi beton, tarif kontrak rumah, bahan bakar rumah tangga, dan upah pembantu rumah tangga masing-masing sekitar 0,01%.
Ada pun kelompok sandang mencatat inflasi sebesar 0,52% dengan memberi andil terhadap inflasi September 2017 sekitar 0,03%. Untuk kelompok kesehatan mengalami inflasi 0,16 % dan berkontribusi terhadap inflasi bulan lalu sekitar 0,01%.
Sebaliknya, sejumlah komoditas mendorong terjadinya deflasi atau penurunan harga meliputi sayur-sayuran, bayam, kangkung, dan semangka sekitar 0,01%. Telur ayam ras, tomat sayur, dan cabai rawit sebesar 0,02%. Kemudian daging ayam ras dan bawang putih sekitar 0,03% dan bawang merah sebesar 0,03%.
Dengan demikian, inflasi tahun kalender (Januari-September) 2017 mencapai sebesar 2,66% dan inflasi secara tahunan (year on year ) tercatat sebesar 3,72%. BPS memantau 82 kota di seluruh wilayah Indonesia.
Dari puluhan kota yang termonitori tersebut, BPS mencatat 50 kota mengalami inflasi, karena Tual mengalami inflasi tertinggi sebesar 1,59%, sedangkan Depok dan Mamuju mencatat inflasi terendah sekitar 0,01%.
Adapun deflasi tertinggi terjadi di Manado sebesar 1,04% dan Tembilahan mencatat deflasi terendah sekitar 0,01%.
Hal ang menarik dicermati publikasi terbaru dari BPS kali ini adalah nilai tukar petani (NTP) nasional mencapai sekitar 102,22% pada September 2017 atau telah terjadi kenaikan sebesar 0,61% dibanding NTP pada bulan sebelumnya.
Badan statistik milik negara itu mencatat kenaikan NTP didongkrak oleh indeks harga yang diterima petani naik sebesar 0,49%. Sebaliknya indeks harga yang dibayar petani mengecil sebesar 0,12%.
Sekadar informasi bahwa NTP adalah salah satu indikator yang mencerminkan tingkat kemampuan atau daya beli petani di perdesaan. Selain itu, NTP juga sebuah indikator yang memperlihatkan daya tukar dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi.
Dengan demikian NTP yang tinggi menunjukkan bahwa kemampuan daya beli petani semakin kuat. BPS mencatat kenaikan NTP September 2017 berdasarkan pemantauan harga-harga di perdesaan pada 33 wilayah provinsi.
Sumatera Selatan adalah provinsi mencatat kenaikan NTP paling tinggi mencapai sebesar 2,16%. Sebaliknya, Kepulauan Bangka Belitung mengalami penurun NTP terendah sekitar 0,95%.
Dari hasil pantauan BPS disimpulkan kenaikan NTP dipengaruhi sejumlah subsektor, di antaranya subsektor tanaman pangan sekitar 1,60%, disusul subsektor tanaman perkebunan rakyat sebesar 1,18%, dan subsektor perikanan sekitar 0,18%.
Sebaliknya, subsektor tanaman holtikultura mengalami penurunan sekitar 0,37% dan subsektor peternakan mencatat penurunan sebesar 0,40%.
Selain itu, BPS juga menyuguhkan data kenaikan indeks harga perdagangan besar (IHPB) umum nonmigas atau indeks harga grosir atau agen sekitar 0,15% pada September lalu.
Kenaikan tertinggi dari indeks tersebut dialami sektor industri sebesar 0,45%. Sektor industri menjadi penyumbang andil dominan pada perubahan IHPB sebesar 0,21%.
Ada pun IHPB bahan bangunan atau konstruksi naik sebesar 0,68% pada September 2017 dibanding bulan sebelumnya. Komponen bahan bangunan yang mencatatkan kenaikan harga di antaranya besi beton sekitar 5,82% dan bahan bangunan dari aluminium sebesar 1,40%.
Sebelumnya sejumlah ekonom telah memprediksi bahwa laju inflasi untuk September 2017 berada pada level rendah.
Prediksi tersebut didasarkan atas langkah pemerintah yang bisa mengendalikan harga, terutama komoditas yang ditangani pemerintah, seperti tarif listrik, harga bahan bakar minyak, elpiji hingga akhir tahun ini.
Laju inflasi September 2017 memang lebih rendah dibandingkan laju inflasi pada periode sama tahun lalu sebesar 0,22%.
Namun, pemerintah tetap harus waspada menjaga laju inflasi dalam tiga bulan terakhir ini, mengingat pada akhir tahun diwarnai kegiatan liburan dan hari besar keagamaan.
(nag)