LPSK Ingin Putusan Kasus Bom Samarinda Jadi Rujukan
A
A
A
JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyambut baik dikabulkannya tuntutan kompensasi korban terorisme Samarinda sebesar Rp237.871.152.
Meskipun angka itu hanya sebagian dari kompensasi yang diajukan LPSK dalam tuntutan jaksa penuntut umum sebesar Rp1.479.535.400.
Ketua Majelis Hakim yang menyidangkan perkara tersebut, Surung Simanjuntak mengabulkan sebagian tuntutan kompensasi korban bom di Gereja Oikumene, Samarinda, Kalimantan Timur dalam sidang pembacaan vonis terhadap lima terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin 25 September 2017.
Dalam putusannya, Surung menyatakan kelima terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang menyebabkan teror hingga mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dan materi.
Untuk itu, kelima pelaku divonis pidana penjara dengan masa hukuman berbeda antara satu terdakwa dengan lainnya.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu mengatakan, dikabulkannya tuntutan kompensasi korban terorisme Samarinda merupakan terobosan dalam pemenuhan hak korban.
“Kita apresiasi meski jumlah yang diputuskan hakim tidak sesuai dengan pengajuan dari LPSK,” katanya dalam siaran pers kepada SINDOnews, Senin 25 September 2017.
Namun, menurut Edwin, dikabulkannya pemberian kompensasi bagi korban dapat menjadi rujukan seandainya pada kemudian hari kembali terjadi perkara serupa.
Putusan kompensasi melengkapi hak-hak korban yang telah diberikan sebelumnya, berupa bantuan medis dan psikologis oleh pemda dan LPSK.
Hak korban mendapatkan kompensasi memang diatur dalam Pasal 36 UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Tidak itu saja, kompensasi juga kembali disebutkan kembali Pasal 7 ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Karena itu, lanjut Edwin, secara normatif pengaturan kompensasi bagi korban terorisme sudah sangat kuat. Sebab, hak mendapatkan kompensasi disebutkan dengan jelas pada dua UU khusus, yaitu UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan UU Perlindungan Saksi dan Korban.
Ke depan, ujar dia, LPSK berharap Kementerian Keuangan segera merealisasikan pembayaran kompensasi sesuai putusan majelis hakim sebagaimana diatur dalam UU karena di dalam pelaksanaan pemberian kompensasi yang dibebankan membayar ganti rugi adalah negara.
Edwin juga mengatakan, LPSK berharap pembahasan revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme di DPR yang masih berlangsung saat ini juga bisa merumuskan mekanisme yang lebih sederhana, khususnya dalam pengajuan kompensasi, termasuk dalam hal pembayarannya kepada korban.
Sementara itu, dari lima terdakwa, vonis terberat dijatuhkan kepada Juhanda yang dipenjara seumur hidup. Sedangkan keempat rekannya, yaitu Jono Sugito divonis penjara 7 tahun.
Ahmad atau Rahmat divonis 6 tahun 8 bulan penjara, Ahmad Dani divonis 7 tahun 8 bulan dan Supriyadi divonis pidana penjara selama 6 tahun.
Sedangkan kompensasi yang dikabulkan majelis hakim sebesar Rp237.871.152, rinciannya masing-masing diperuntukkan bagi korban MT sebesar Rp56,3 juta; SG sebesar Rp62,9 juta, A sebesar Rp66,2 juta, J sebesar Rp17,1 juta, D sebesar Rp19,2 juta, M sebesar Rp9,6 juta dan Ma sebesar Rp9 juta.
Meskipun angka itu hanya sebagian dari kompensasi yang diajukan LPSK dalam tuntutan jaksa penuntut umum sebesar Rp1.479.535.400.
Ketua Majelis Hakim yang menyidangkan perkara tersebut, Surung Simanjuntak mengabulkan sebagian tuntutan kompensasi korban bom di Gereja Oikumene, Samarinda, Kalimantan Timur dalam sidang pembacaan vonis terhadap lima terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin 25 September 2017.
Dalam putusannya, Surung menyatakan kelima terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang menyebabkan teror hingga mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dan materi.
Untuk itu, kelima pelaku divonis pidana penjara dengan masa hukuman berbeda antara satu terdakwa dengan lainnya.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu mengatakan, dikabulkannya tuntutan kompensasi korban terorisme Samarinda merupakan terobosan dalam pemenuhan hak korban.
“Kita apresiasi meski jumlah yang diputuskan hakim tidak sesuai dengan pengajuan dari LPSK,” katanya dalam siaran pers kepada SINDOnews, Senin 25 September 2017.
Namun, menurut Edwin, dikabulkannya pemberian kompensasi bagi korban dapat menjadi rujukan seandainya pada kemudian hari kembali terjadi perkara serupa.
Putusan kompensasi melengkapi hak-hak korban yang telah diberikan sebelumnya, berupa bantuan medis dan psikologis oleh pemda dan LPSK.
Hak korban mendapatkan kompensasi memang diatur dalam Pasal 36 UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Tidak itu saja, kompensasi juga kembali disebutkan kembali Pasal 7 ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Karena itu, lanjut Edwin, secara normatif pengaturan kompensasi bagi korban terorisme sudah sangat kuat. Sebab, hak mendapatkan kompensasi disebutkan dengan jelas pada dua UU khusus, yaitu UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan UU Perlindungan Saksi dan Korban.
Ke depan, ujar dia, LPSK berharap Kementerian Keuangan segera merealisasikan pembayaran kompensasi sesuai putusan majelis hakim sebagaimana diatur dalam UU karena di dalam pelaksanaan pemberian kompensasi yang dibebankan membayar ganti rugi adalah negara.
Edwin juga mengatakan, LPSK berharap pembahasan revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme di DPR yang masih berlangsung saat ini juga bisa merumuskan mekanisme yang lebih sederhana, khususnya dalam pengajuan kompensasi, termasuk dalam hal pembayarannya kepada korban.
Sementara itu, dari lima terdakwa, vonis terberat dijatuhkan kepada Juhanda yang dipenjara seumur hidup. Sedangkan keempat rekannya, yaitu Jono Sugito divonis penjara 7 tahun.
Ahmad atau Rahmat divonis 6 tahun 8 bulan penjara, Ahmad Dani divonis 7 tahun 8 bulan dan Supriyadi divonis pidana penjara selama 6 tahun.
Sedangkan kompensasi yang dikabulkan majelis hakim sebesar Rp237.871.152, rinciannya masing-masing diperuntukkan bagi korban MT sebesar Rp56,3 juta; SG sebesar Rp62,9 juta, A sebesar Rp66,2 juta, J sebesar Rp17,1 juta, D sebesar Rp19,2 juta, M sebesar Rp9,6 juta dan Ma sebesar Rp9 juta.
(dam)