Patut Diwaspadai Terkait Meredupnya Informasi Presidential Threshold
A
A
A
JAKARTA - Undang-Undang (UU) tentang Pemilihan Umum (Pemilu) telah diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi). Tapi sejumlah kalangan masih mempersoalkannya dengan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Poin yang digugat dari UU Pemilu di antaranya mengenai syarat mengajukan calon presiden atau Presidential Threshold (PT) sebesar 20-25%.
Menariknya, beberapa partai politik (parpol) terutama yang berseberangan dengan pemerintah sejak awal pembahasan UU Pemilu menolak PT itu justru saat ini terkesan diam.
"Isu ini memang sedang redup mungkin ada persoalan komunikasi di belakangnya," kata Sirajuddin Abbas, peneliti dari Saiful Muzani Research and Consulting (SMRC), ketika dikonfirmasi, Rabu (13/8/2017).
Dia menegaskan, PT 20-25 persen bisa jadi jebakan kepada semua calon presiden yang akan Pilpres 2019 termasuk Jokowi yang kabarnya akan mencalonkan lagi.
Maksudnya belum ada jaminan kepada para kandidat calon presiden bisa mencapai syarat dukungan partai politik untuk mencalonkan presiden. "Soal dukungan belum bisa dipastikan namun disisi lain keuntungan bagi Jokowi," ujarnya.
Menurut dia, persoalan yang dihadapi Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada Pilgub DKI Jakarta bisa terulang di Pilpres 2019.
Persoalan itu yakni kesulitan awal Ahok mencari dukungan partai politik mencalonkan gubernur di Pilgub DKI. "Kasus serupa bisa terjadi ke calon presiden di Pilpres," ujarnya.
Namun dia menekankan bahwa elektabilitas (tingkat keterpilihan) Jokowi saat ini tinggi untuk bertarung di Pilpres 2019. "Kemungkinan parpol melepas Pak Jokowi di Pilpres itu tipis," ucapnya.
Terpisah, peneliti dari Lingkar Studi Elektoral (LSE) Abi Rekso menilai, Jokowi patut mewaspadai akan tiga hal krusial terkait dengan Presidential threshold 20-25% ini.
Pertama, Presiden Jokowi belum tentu bisa menjaga skema dukungan partai politik yang kini berada bersama pemerintah (PDI-P, Hanura, NasDem PKB, PKPI, PPP dan P-Golkar).
"Konteks ini sama halnya pada pertarungan legeslatif sebelumnya, ternyata PDIP sebagai Partai pemenang tidak bisa menjadi ketua DPR-RI. Itu artinya tidak ada jaminan mutlak akan jumlah komposisi dukungan suara," ujarnya.
Kedua, sikap diam dari kelompok partai oposisi (Gerindra, PKS, dan PAN) juga harus diwaspadai oleh Jokowi. Sikap mereka yang berseberangan dengan Presidential Threshold 20-25%, tidak tercermin dengan kegigihan mereka melawan keputusan itu.
"Bisa jadi mereka justru mengambil keuntungan dengan menumpang pada isu 20-25% atau ada skenario yang disiapkan secara khusus sebagai kejutan stunami politik untuk Presiden Jokowi," tuturnya.
"Kejutan ini bisa jadi akan menjadi sejarah politik baru, di mana presiden dengan tingkat kepuasan rakyat yang sangat tinggi, tetapi tidak dapat maju periode kedua karna tidak memiliki kendaraan politik," imbuhnya.
Poin yang digugat dari UU Pemilu di antaranya mengenai syarat mengajukan calon presiden atau Presidential Threshold (PT) sebesar 20-25%.
Menariknya, beberapa partai politik (parpol) terutama yang berseberangan dengan pemerintah sejak awal pembahasan UU Pemilu menolak PT itu justru saat ini terkesan diam.
"Isu ini memang sedang redup mungkin ada persoalan komunikasi di belakangnya," kata Sirajuddin Abbas, peneliti dari Saiful Muzani Research and Consulting (SMRC), ketika dikonfirmasi, Rabu (13/8/2017).
Dia menegaskan, PT 20-25 persen bisa jadi jebakan kepada semua calon presiden yang akan Pilpres 2019 termasuk Jokowi yang kabarnya akan mencalonkan lagi.
Maksudnya belum ada jaminan kepada para kandidat calon presiden bisa mencapai syarat dukungan partai politik untuk mencalonkan presiden. "Soal dukungan belum bisa dipastikan namun disisi lain keuntungan bagi Jokowi," ujarnya.
Menurut dia, persoalan yang dihadapi Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada Pilgub DKI Jakarta bisa terulang di Pilpres 2019.
Persoalan itu yakni kesulitan awal Ahok mencari dukungan partai politik mencalonkan gubernur di Pilgub DKI. "Kasus serupa bisa terjadi ke calon presiden di Pilpres," ujarnya.
Namun dia menekankan bahwa elektabilitas (tingkat keterpilihan) Jokowi saat ini tinggi untuk bertarung di Pilpres 2019. "Kemungkinan parpol melepas Pak Jokowi di Pilpres itu tipis," ucapnya.
Terpisah, peneliti dari Lingkar Studi Elektoral (LSE) Abi Rekso menilai, Jokowi patut mewaspadai akan tiga hal krusial terkait dengan Presidential threshold 20-25% ini.
Pertama, Presiden Jokowi belum tentu bisa menjaga skema dukungan partai politik yang kini berada bersama pemerintah (PDI-P, Hanura, NasDem PKB, PKPI, PPP dan P-Golkar).
"Konteks ini sama halnya pada pertarungan legeslatif sebelumnya, ternyata PDIP sebagai Partai pemenang tidak bisa menjadi ketua DPR-RI. Itu artinya tidak ada jaminan mutlak akan jumlah komposisi dukungan suara," ujarnya.
Kedua, sikap diam dari kelompok partai oposisi (Gerindra, PKS, dan PAN) juga harus diwaspadai oleh Jokowi. Sikap mereka yang berseberangan dengan Presidential Threshold 20-25%, tidak tercermin dengan kegigihan mereka melawan keputusan itu.
"Bisa jadi mereka justru mengambil keuntungan dengan menumpang pada isu 20-25% atau ada skenario yang disiapkan secara khusus sebagai kejutan stunami politik untuk Presiden Jokowi," tuturnya.
"Kejutan ini bisa jadi akan menjadi sejarah politik baru, di mana presiden dengan tingkat kepuasan rakyat yang sangat tinggi, tetapi tidak dapat maju periode kedua karna tidak memiliki kendaraan politik," imbuhnya.
(maf)