Kuasa Hukum: Hak Partai Idaman Calonkan Rhoma Irama Dipangkas
A
A
A
JAKARTA - Partai Islam Damai dan Aman (Idaman) mengikuti sidang di Mahkamah Konstitusi (MK), Senin, (11/10/2017). Sidang tersebut terkait uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 yang didaftarkan Partai Idaman, 9 Agustus 2017.
Perkara ini pernah disidangkan untuk pertama kali pada tanggal 24 Agustus 2017 dengan agenda pemeriksaan awal.
"Setelah mendapat masukan dan nasihat dari Hakim Konstitusi pada sidang pendahuluan, maka ada perbaikan yang sudah dilakukan," kata Kuasa Hukum Partai Idaman, Heriyanto dalam siaran persnya yang diterima SINDOnews, Senin (11/9/2017).
Adapun perbaikan yang telah dilakukan Partai Idaman antara lain mengenai prinsipal dan kuasa hukum prinsipal, meringkas argument legal standing pemohon, meringkas petitum.
Heriyanto mengungkapkan alasan Partai Idaman menguji Pasal 173 dalam UU 7/2017 karena bersifat diskriminatif. Pasal itu mewajibkan partai politik (parpol) baru ikut verifikasi untuk menjadi peserta Pemilu 2019. Sementara parpol peserta Pemilu tahun 2014 tidak diwajibkan ikut verifikasi menjadi peserta Pemilu tahun 2019.
"Ketentuan ini nyata-nyata telah melanggar asas hukum yang bersifat universal, yakni asas lex non distinguitur nos non distinguere debemus, hukum tidak membedakan dan karena itu kita harus tidak membedakan," kata Heriyanto.
Partai Idaman juga menolak Pasal 222 UU Pemilu 2019 mengenai syarat ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold). Sebab, kata dia, syarat yang ditetapkan itu sudah pernah digunakan pada Pemilu Tahun 2014 sehingga sangat tidak relevan dan daluarsa ketika diterapkan sebagai prasyarat pencalonan Presiden dan Wakil Presiden yang dilaksanakan secara serentak bersamaan dengan Pemilu DPR, DPD, dan DPRD pada tahun 2019.
"Sehingga dalam posisi demikian maka seluruh partai politik dalam posisi yang sama, yakni zero percent kursi atau zero percent suara zah (dimulai dari nol)," ujarnya.
Menurut dia, Pasal 222 dalam UU Pemilu ini nyata-nyata memangkas hak konstitusional Partai Idaman yang telah memutuskan dalam rapat pleno untuk mengusung Rhoma Irama sebagai calon Presiden.
"Hal ini terjadi dikarenakan Pasal 222 UU a quo hanya memberikan kesempatan untuk mencalonkan Presiden dan Wakil Presiden kepada partai politik yang memilki kursi di DPR berdasarkan hasil pemilu tahun 2014," kata Heriyanto.
Seandainya pun, kata dia, Partai Idaman memiliki kursi dengan jumlah mayoritas pada Pemilu Tahun 2019 (melebihi 20% kursi DPR), tetap tidak bisa mengusung calon presiden sendiri.
Perkara ini pernah disidangkan untuk pertama kali pada tanggal 24 Agustus 2017 dengan agenda pemeriksaan awal.
"Setelah mendapat masukan dan nasihat dari Hakim Konstitusi pada sidang pendahuluan, maka ada perbaikan yang sudah dilakukan," kata Kuasa Hukum Partai Idaman, Heriyanto dalam siaran persnya yang diterima SINDOnews, Senin (11/9/2017).
Adapun perbaikan yang telah dilakukan Partai Idaman antara lain mengenai prinsipal dan kuasa hukum prinsipal, meringkas argument legal standing pemohon, meringkas petitum.
Heriyanto mengungkapkan alasan Partai Idaman menguji Pasal 173 dalam UU 7/2017 karena bersifat diskriminatif. Pasal itu mewajibkan partai politik (parpol) baru ikut verifikasi untuk menjadi peserta Pemilu 2019. Sementara parpol peserta Pemilu tahun 2014 tidak diwajibkan ikut verifikasi menjadi peserta Pemilu tahun 2019.
"Ketentuan ini nyata-nyata telah melanggar asas hukum yang bersifat universal, yakni asas lex non distinguitur nos non distinguere debemus, hukum tidak membedakan dan karena itu kita harus tidak membedakan," kata Heriyanto.
Partai Idaman juga menolak Pasal 222 UU Pemilu 2019 mengenai syarat ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold). Sebab, kata dia, syarat yang ditetapkan itu sudah pernah digunakan pada Pemilu Tahun 2014 sehingga sangat tidak relevan dan daluarsa ketika diterapkan sebagai prasyarat pencalonan Presiden dan Wakil Presiden yang dilaksanakan secara serentak bersamaan dengan Pemilu DPR, DPD, dan DPRD pada tahun 2019.
"Sehingga dalam posisi demikian maka seluruh partai politik dalam posisi yang sama, yakni zero percent kursi atau zero percent suara zah (dimulai dari nol)," ujarnya.
Menurut dia, Pasal 222 dalam UU Pemilu ini nyata-nyata memangkas hak konstitusional Partai Idaman yang telah memutuskan dalam rapat pleno untuk mengusung Rhoma Irama sebagai calon Presiden.
"Hal ini terjadi dikarenakan Pasal 222 UU a quo hanya memberikan kesempatan untuk mencalonkan Presiden dan Wakil Presiden kepada partai politik yang memilki kursi di DPR berdasarkan hasil pemilu tahun 2014," kata Heriyanto.
Seandainya pun, kata dia, Partai Idaman memiliki kursi dengan jumlah mayoritas pada Pemilu Tahun 2019 (melebihi 20% kursi DPR), tetap tidak bisa mengusung calon presiden sendiri.
(dam)