Integritas Hakim dan Korupsi

Jum'at, 08 September 2017 - 08:13 WIB
Integritas Hakim dan...
Integritas Hakim dan Korupsi
A A A
KORUPSI di Indonesia sudah semakin mengkhawatirkan. Hampir setiap minggu selalu ada oknum pejabat atau aparat hukum yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga antirasuah itu kemarin kembali melakukan tangkap tangan hakim dan panitera yang diduga terlibat kasus suap di Bengkulu.

Keberhasilan KPK dalam mengungkap praktik kotor di pengadilan ini sungguh membuat kita sedih. Ternyata pemberantasan korupsi yang dilakukan selama ini tidak bisa memberikan efek jera sama sekali. Meski sudah banyak koruptor baik dari kalangan pejabat pemerintahan, swasta maupun aparat penegak hukum ditangkap, toh masih ada saja yang berani korupsi. Bahkan korupsi semakin masif dan berjamaah.

Koruptor tidak peduli lagi bahwa apa yang dilakukannya menjadikan negara ini sulit maju. Uang yang seharusnya digunakan untuk pembangunan dan meningkatkan standar hidup masyarakat banyak dirampok untuk kesenangan pribadi dan golongannya. Sungguh keterlaluan. Korupsi yang dilakukan bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar mereka, tetapi sudah mengarah pada pemenuhan nafsu serakah (greedy). Mereka ingin kaya dengan menggarong duit rakyat. Mereka ingin hidup mewah di atas penderitaan masyarakat Indonesia. Hati nurani mereka benar-benar mati.

Dengan penangkapan hakim dan panitera tersebut bisa dikatakan bahwa korupsi di Indonesia sudah mencapai titik nadir. Hakim yang seharusnya menjadi tulang punggung penegakan hukum malah justru bertindak sebaliknya. Bagaimana masyarakat mendapatkan keadilan jika masih ada oknum-oknum hakim yang tak bermoral? Bagaimana masyarakat mendapatkan haknya dengan fair kalau masih banyak oknum hakim yang bisa dibeli? Kalau seperti ini yang berlaku, tentu "keadilan" di pengadilan hanya milik orang-orang yang berduit dan berkuasa.

Orang miskin yang tak punya uang dan akses terhadap pengadilan pasti akan terus menjadi korban. Mereka terkalahkan dan terpinggirkan. Kalau ini dibiarkan, keadilan akan menjadi barang langka di republik ini. Karena hukum akan terus menjadi komoditas yang diperjualbelikan dan dipermainkan menurut hasrat dan kebutuhan para oknum pengadilan tersebut.

Mengapa korupsi tak pernah surut, bahkan semakin vulgar dan menjadi-jadi? Tentu ini bukan pertanyaan mudah untuk dijawab. Karena penyebab maraknya korupsi bukan hanya berasal dari satu variabel, tetapi begitu kompleks. Setidaknya ada empat faktor kunci. Pertama , hukuman yang relatif ringan membuat orang masih berani untuk melakukan korupsi. Kedua, hukum yang cenderung masih tebang pilih sehingga yang terjadi adalah mereka yang memiliki beking politik kuat biasanya lebih berani melakukan korupsi. Ketidaktegasan penegakan hukum inilah yang membuat korupsi masih subur di masyarakat.

Ketiga, kurangnya kesejahteraan abdi negara atau aparat hukum. Faktor ini sebenarnya tidak mutlak bisa menjadi penyebab seseorang melakukan korupsi. Karena orang yang sudah kaya-raya pun ternyata juga masih banyak yang korupsi. Mereka ingin menjadi lebih kaya dan lebih kaya lagi. Sebaliknya tidak sedikit pegawai atau aparat hukum yang hidupnya pas-pasan takut melakukan korupsi. Di sinilah sebenarnya faktor integritas menjadi kunci seseorang berbuat baik atau buruk saat diberi amanah memagang jabatan tersebut. Orang yang memiliki integritas tinggi pasti tak akan tergoda atau takut meski banyak godaan atau ancaman yang datang.

Keempat, sikap permisif masyarakat terhadap gaya hidup yang hedonis. Apalagi sebagian masyarakat masih berpandangan bahwa orang yang kaya cenderung lebih dihormati daripada orang yang kurang beruntung. Hal inilah yang menyebabkan orang berlomba-lomba mencari kekayaan dengan menghalalkan segala cara.

Pendidikan karakter yang kuat sangat penting dilakukan sejak dini untuk memberantas korupsi. Selain itu penegakan hukum kasus korupsi harus dipertegas lagi dengan vonis maksimal, termasuk keberaniaan hakim menjatuhkan hukuman mati. Hanya dengan ketegasan penegakan hukum yang konsisten dan tidak pandang bulu, angka korupsi bisa ditekan. Selama hukum masih bisa dipermainkan atau hukum menjadi alat politik untuk kepentingan tertentu, pemberantasan korupsi hanya menjadi sebuah jargon yang tak bermakna apa-apa. Korupsi pun makin subur dan akhirnya negara ini pelan-pelan akan hancur.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0767 seconds (0.1#10.140)