Orang Miskin Bertambah

Selasa, 18 Juli 2017 - 10:05 WIB
Orang Miskin Bertambah
Orang Miskin Bertambah
A A A
JUMLAH penduduk miskin meningkat. Data terbaru dari publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan penduduk miskin bertambah sebanyak 6.900 orang sepanjang periode September 2016 hingga Maret 2017.

Begitu pula garis kemiskinan pada periode yang sama juga mencatat kenaikan sekitar 3,45% menjadi Rp374.478 per kapita per bulan, padahal enam bulan sebelumnya garis kemiskinan berada di level Rp361.990 per kapita per bulan. Garis kemiskinan adalah sebuah indikator yang dijadikan patokan pemerintah dalam memberi cap apakah penduduk tergolong miskin atau tidak miskin. Saat ini penduduk dinyatakan miskin apabila pengeluarannya sebesar Rp374.478 per kapita per bulan.

BPS mencatat total penduduk miskin mencapai sebanyak 27,77 juta orang. Dari angka pengeluaran penduduk miskin tersebut, BPS membagi dua, yakni konsumsi makanan sebesar Rp274.544 atau 73,31% dari total pendapatan dan konsumsi bukan makanan senilai Rp99.933 atau 26,69% dari pendapatan. Yang mengejutkan dari konsumsi makanan, sebagaimana dipaparkan pihak BPS, pembelian rokok kretek filter menempati urutan kedua setelah beras, lalu diikuti telur ayam ras, daging ayam, miinstan, kopi, danbawangmerah.

Adapun pengeluaran terbesar untuk konsumsi bukan makanan meliputi biaya perumahan, listrik, bensin, pendidikan, angkutan, kesehatan, dan perlengkapan mandi. Bertambahnya angka penduduk miskin dipicu peningkatan pengeluaran atau belanja, tetapi tidak diiringi kenaikan pendapatan yang signifikan, hanya bergeser sedikit. Adapun pendapatan orang miskin ang bekerja di sektor konstruksi dan perdagangan meningkat 2%, tetapi tergerus oleh garis kemiskinan yang dipicu kenaikan angka inflasi.

Selain itu penyaluran beras sejahtera (rastra) yang terlambat juga berkontribusi dalam penambahan penduduk miskin. Berdasarkan data BPS, beras merupakan kontributor utama penyebab kemiskinan di perkotaan dengan porsi sekitar 20,11% dan sebesar 26,46% di perdesaan. Keterlambatan penyaluran rastra terjadi sepanjang Januari, Februari hingga Maret 2017 dan sempat mencuat dalam rapat Kabinet Kerja yang membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) kaget.

Meski angka penduduk miskin meningkat, secara persentase mengalami penurunan dari 10,70% menjadi 10,64%. Penurunan persentase angka kemiskinan tersebut disebabkan pertambahan jumlah penduduk. Dari periode September 2016 hingga Maret 2017, pihak BPS membeberkan, penduduk miskin di perkotaan bertambah sebanyak 188.190 orang dari 10,49 juta orang pada September 2016 menjadi 10,67 juta orang pada Maret 2017.

Sebaliknya penduduk miskin di perdesaan turun sebanyak 181.290 orang menjadi 17,10 juta orang pada Maret 2017 jika dibandingkan dengan September 2016 yang tercatat sebanyak 17,28 orang. Melihat perkembangan angka kemiskinan awal 2017, timbul pertanyaan apakah target pemerintah menurunkan angka kemiskinan bisa tercapai? Tahun ini pemerintah optimistis menekan angka kemiskinan hingga mencapai 10,4%, bahkan tahun depan target dipatok hingga di bawah 10%.

Sementara itu indeks kesenjangan pengeluaran penduduk atau rasio gini cenderung stagnan. Rasio gini tercatat mengalami penurun tipis sekitar 0,001 poin dari sebesar 0,394 pada September 2016 menjadi sekitar 0,393 pada Maret 2017. Lebih terperinci lagi, rasio gini di perkotaan tercatat sebesar 0,407 pada Maret 2017 atau turun 0,002 bila dibandingkan dengan rasio gini September 2016 yang sebesar 0,409.

Sebaliknya rasio gini di perdesaan tercetak sebesar 0,320 pada Maret 2017 atau naik 0,004 bila dibandingkan dengan rasio gini September 2016 sebesar 0,316. Tingkat kesenjangan pengeluaran tertinggi berdasarkan wilayah ditempati Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dengan rasio gini sebesar 0,432.

Adapun rasio gini terendah dialami Bangka Belitung sekitar 0,282. Semakin tinggi angka rasio gini menunjukkan ketimpangan yang semakin dalam antara orang kaya dan miskin dalam suatu negara. Untuk menurunkan angka rasio gini memang tidak semudah membalikkan tangan, tetapi bukan tidak bisa, namun dibutuhkan upaya kerja keras dan fokus.

Salah satu persoalan substansial negeri ini adalah bagaimana mengentaskan orang miskin yang jumlahnya masih puluhan juta untuk memperpendek jarak kesenjangan di tengah masyarakat antara yang kaya dan miskin. Keberhasilan pembangunan ekonomi tidak bisa hanya didasarkan pada angka-angka pertumbuhan saja, tetapi juga berapa angka riil tenaga kerja yang terserap yang menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi cukup berkualitas. Ingat, kesenjangan tersebut ibarat bom waktu yang bisa meletus setiap saat.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0803 seconds (0.1#10.140)