SMS Hary Tanoe Dipersoalkan, Grind Perindo Banten Tak Akan Diam

Minggu, 09 Juli 2017 - 11:59 WIB
SMS Hary Tanoe Dipersoalkan, Grind Perindo Banten Tak Akan Diam
SMS Hary Tanoe Dipersoalkan, Grind Perindo Banten Tak Akan Diam
A A A
JAKARTA - Sekretaris Wilayah Garda Rajawali Perindo (Grind) Banten Musa Al Asari menilai penetapan tersangka Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedijo (HT) sebagai bentuk kriminalisasi aparat penegak hukum.

Menurut dia, pesan singkat atau short message service (SMS) HT kepada Kasubdit Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Yulianto sama sekali tidak berisi ancaman.

"Kriminalisasi aparat hukum terhadap HT jelas dipolitisasi," kata Musa kepada Koran SINDO, di Karawaci, Kota Tangerang, Jumat 7 Juli 2017.

Musa menilai, dalam SMS itu HT ingin mengingatkan Yulianto bahwa penegak hukum tidak bisa semena-mena terhadap warga sipil.

"Dalam SMS itu, HT mengatakan ingin memberantas oknum-oknum penegak hukum yang suka semena-mena dan suka abuse of power," kata Musa, saat memetik SMS HT.

Melalu SMS itu, menurut dia, HT juga menyatakan rasa keprihatinannya atas kondisi rakyat Indonesia yang semakin bertambah miskin, dan tertinggal. Sedangkan negara lain, semakin maju dan berkembang.

"SMS itu sama sekali tidak mengandung ancaman. Isinya adalah harapan rakyat Indonesia terhadap penegakan hukum di Indonesia, dan keprihatinan terhadap kemiskinan di negeri ini," sambung Musa.

Kriminalisasi terhadap HT, tambah Musa, tidak hanya mengakibatkan kader Partai Perindo marah. Tetapi juga seluruh rakyat Indonesia. Mulai dari para pedagang kecil, petani, hingga tokoh tingkat nasional.

"Kami menghormati proses hukum, tapi kami sebagai kader tidak bisa tinggal diam. Bukan cuma kami, tapi seluruh masyarakat. Mulai dari tukang ketoprak dan lainnya, semua bergerak," tuturnya.

Ke depan, kata Musa, pihaknya akan terus melakukan konsolidasi, dan bertindak sesuai dengan arahan dari DPP Partai Perindo, dengan terus mengawal kasus hukum HT hingga tuntas.

"Kami akan melakukan konsolidasi dan melakukan aksi-aksi nyata di lapangan, di semua daerah, mulai dari cap jempol darah dan lainnya. Intinya, kami akan terus mengawal kasus ini," tuturnya.

Sementara itu, menurut praktisi hukum dari Tim Pembela Kebinekaan Solo P Benny Halim, setelah mempelajari SMS HT terhadap Jaksa Yulianto, pihaknya tidak melihat ada unsur ancaman.

"Kata-kata yang dikirim HT ke Jaksa Yulianto tidak ada unsur ancaman yang memaksa. Sebab kata mengancam ada unsur pemaksaan. Dalam SMS itu hanya pernyataan sikap," ujarnya.

Dia juga menyatakan, penetapan HT sebagai tersangka oleh kepolisian terlalu tergesa-gesa. "Harusnya polisi mengumpulkan bukti-bukti terlebih dahulu. Mulai dari ahli bahasa, dan pengacara HT. Jangan hanya lewat SMS langsung menaikkan kasus ini ke tingkat penyidikan," ucap Benny.

Menurut dia, ada keteledoran dari pihak kepolisian karena kurang jeli menerapkan pasal-pasal yang mengandung sanksi pidana dalam UU ITE yang merupakan lex specialis dari pasal-pasal KUHP.

"Hendaknya para penegak hukum dapat memperhatikan apakah pasal-pasal dari KUHP tersebut sebagai ketentuan umum merupakan delik aduan atau delik biasa," tutur pria asal Solo tersebut.

Dalam ilmu pidana, kata dia, kriminalisasi adalah merumuskan hal-hal yang sebelumnya bukan tindak pidana menjadi tindak pidana. Yang terjadi kini, pasal-pasal itu sengaja dipas-paskan.

"Pada akhirnya nanti saya kira HT bakal lolos. Sebab unsurnya tidak memenuhi. Makna dari kata-kata itupun bisa dibaca. Tapi kita tidak tahu ke depan seperti apa? Kuncinya ada di hakim," katanya.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8974 seconds (0.1#10.140)