Daya Beli Melemah

Sabtu, 08 Juli 2017 - 08:02 WIB
Daya Beli Melemah
Daya Beli Melemah
A A A
PADA kuartal I/2017 ekonomi Indonesia belum menunjukkan ke arah positif. Kondisi ini disebabkan lemahnya daya beli masyarakat hingga menekan kinerja dunia usaha.

Dunia ritel mengalami penurunan penjualan dari 4,1–4,2% pada April 2017 menjadi 3,5–3,6% pada Mei 2017. Begitu juga dengan industri sepeda motor yang pada Mei 2017 turun -5% dibandingkan tahun lalu.

Sementara pasar domestik industri tekstil juga menurun dan pihak asosiasi menggenjot pasar ekspor untuk menjaga pertumbuhan. Hal-hal tersebut membuat para produsen memutar otak untuk bisa meningkatkan penjualan, dengan harapan bisa mencapai target pada 2017 ini.

Para asosiasi pengusaha mendorong pemerintah untuk memberikan stimulus agar daya beli masyarakat bergairah kembali. Pemerintah diminta membuat terobosan sehingga pada 2017 atau bahkan pada 2018 nanti, ekonomi bisa bergerak seperti yang diharapkan. Namun, tampaknya pemerintah masih percaya diri dengan kondisi saat ini.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengaku pemerintah tidak memiliki strategi jangka pendek untuk mendorong permintaan (KORAN SINDO, 7/7/2017). Bahkan pemerintah memprediksi konsumsi rumah tangga tumbuh 5,1% dari prediksi awal yang hanya 5%. Ini yang diharapkan mampu ikut mendorong target pertumbuhan ekonomi pemerintah, yaitu 5,2%.

Namun yang menarik adalah pernyataan Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey. Dia menyatakan, melemahnya daya beli masyarakat karena saat ini masyarakat sudah lebih smart sehingga lebih paham kapan harus belanja dan kapan harus menahan atau menunda pembelanjaan. Artinya, pola belanja masyarakat mulai berubah.

Masyarakat sepertinya sudah tidak gampang mengeluarkan uang untuk barang-barang konsumsi. Ini menunjukkan, masyarakat mulai lebih bijak dalam mengelola keuangannya. Apakah kondisi ini juga diimbangi oleh sikap masyarakat yang memilih investasi atau membelanjakan ke hal-hal yang produktif memang belum ada data yang menjelaskan.

Jika memang asumsi masyarakat lebih smart dalam pola belanja, artinya di sisi ini ada hal yang positif, meskipun secara ekonomi sepertinya kurang positif. Selain itu, permintaan agar pemerintah meningkatkan daya beli ini artinya meminta pemerintah untuk mengubah pola belanja masyarakat yang sudah smart itu untuk kembali ke pola lama?

Jika dipahami secara harfiah seperti itu, tapi maksud sebenarnya bukan itu. Pemerintah sebagai pemangku kebijakan memang harus bisa berdiri di dua kaki kepentingan, yaitu produsen dan konsumen.

Di satu sisi, pemerintah diminta melindungi konsumen, di sisi yang lain juga harus bisa menjaga keberlangsungan hidup bisnis dari produsen.

Sekadar mendorong pemerintah untuk meningkatkan daya beli tentu bukan jalan satu-satunya. Desakan para asosiasi pengusaha (produsen) hak yang lumrah karena pemerintah memang harus melindungi kepentingan bisnis mereka. Namun jika hanya itu yang dilakukan, kecenderungannya hanya pasrah dan pasif.

Artinya, jika pemerintah tidak melakukan upaya, berarti bisnis mereka akan semakin menurun. Jika pemerintah melakukan kebijakan baru untuk mendorong daya beli, bisnis para produsen akan membaik.

Pada kondisi inilah, para produsen dituntut untuk inovatif dan kreatif dalam menjalankan roda bisnisnya. Bukankah dunia usaha itu sangat dinamis dan sangat dekat dengan perubahan?

Dalam perubahan inilah diperlukan daya inovatif dan kreatif. Keluar dari zona nyaman pada saat daya beli masyarakat tinggi harus berani dilakukan untuk melakukan terobosan-terobosan baru demi kelangsungan bisnis para produsen.

Tentu inovasi bukan hanya dalam hal produk, tapi juga place, price, dan promotion, harus dipikirkan. Kenapa empat pilar pemasaran tersebut butuh sentuhan inovasi. Sebab, selama ini banyak pengusaha atau produsen sekadar berinovasi pada produk saja.

Untuk mempermudah perubahan menggunakan inovasi, menangkap keinginan dan kemauan konsumen adalah hal yang penting. Menjadikan konsumen (masyarakat) sebagai kawan atau partner tentu akan lebih mudah menangkap keinginan mereka. Dengan itu, bukankah inovasi product, price, place, dan promotion lebih ringan dilakukan?
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4355 seconds (0.1#10.140)