Pakar Hukum: Kriminalisasi Ketum Perindo Tak Memenuhi Unsur Pidana
A
A
A
BANDUNG - Pakar hukum, politik, dan pemerintahan dari Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung Profesor Asep Warlan Yusuf menilai, penetapan status tersangka (kriminalisasi) kepada Ketua Umum (Ketum) Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Hary Tanoesoedibjo atas kasus pesan singkat (SMS) sangat lemah.
Menurut Asep, SMS yang dipersoalkan oleh Kasubdit Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Yulianto itu sangat tidak berdasar dan tidak memenuhi unsur pidana apapun. Pasalnya, kata Asep, isi SMS yang disampaikan HT bukanlah sebuah ancaman.
Asep memaparkan, perkataan ataupun tulisan bisa dikatakan ancaman bila memiliki tiga unsur, yaitu adanya subjek sebagai target, substansi yang dipersoalkan, dan risiko dari apa yang ditulis atau disampaikan itu.
"Namun, kalau dilihat, SMS Pak HT itu subjeknya tidak jelas, substansinya juga umum tidak menyalahkan, dan tidak ada risiko yang harus ditanggung siapapun dengan adanya sms itu," papar Asep kepada KORAN SINDO di Bandung, Rabu (28/6/2016).
Asep melanjutkan, karena tidak memenuhi ketiga unsur tersebut, isi SMS HT tersebut tidak mengandung unsur pidana apapun dan penetapan status tersangka pada HT bisa gugur.
"Isi SMS Pak HT itu tidak mengandung unsur-unsur tadi. Jadi, hemat saya, alasan penetapan tersangka pada Pak HT sangat lemah," ungkapnya.
Namun, lanjut Asep, jika penegak hukum keukeuh ingin membawa kasus tersebut ke pengadilan, dirinya menyarankan agar HT menggelar praperadilan atas kasus yang menimpanya.
Menurutnya, langkah hukum itu merupakan upaya terdekat yang bisa dilakukan oleh HT. "Saya melihat, kasus ini kental nuansa politisnya, seperti kasus yang menimpa Habib Rizieq dan tokoh-tokoh lainnya," tuturnya.
Disinggung apakah kejaksaan sudah melakukan abuse of power, Asep mengatakan kasus ini belum bisa disebut abuse of power. Sebab, istilah itu tepat diberikan bila pengadilan telah memutuskan HT tidak bersalah.
"Jadi itu diujung, tapi kasus ini memang bisa ditafsirkan kental nuansa politisnya, saya kira ini bentuk kewenangan yang dipakai sebagai alat politik," tandasnya.
Menurut Asep, SMS yang dipersoalkan oleh Kasubdit Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Yulianto itu sangat tidak berdasar dan tidak memenuhi unsur pidana apapun. Pasalnya, kata Asep, isi SMS yang disampaikan HT bukanlah sebuah ancaman.
Asep memaparkan, perkataan ataupun tulisan bisa dikatakan ancaman bila memiliki tiga unsur, yaitu adanya subjek sebagai target, substansi yang dipersoalkan, dan risiko dari apa yang ditulis atau disampaikan itu.
"Namun, kalau dilihat, SMS Pak HT itu subjeknya tidak jelas, substansinya juga umum tidak menyalahkan, dan tidak ada risiko yang harus ditanggung siapapun dengan adanya sms itu," papar Asep kepada KORAN SINDO di Bandung, Rabu (28/6/2016).
Asep melanjutkan, karena tidak memenuhi ketiga unsur tersebut, isi SMS HT tersebut tidak mengandung unsur pidana apapun dan penetapan status tersangka pada HT bisa gugur.
"Isi SMS Pak HT itu tidak mengandung unsur-unsur tadi. Jadi, hemat saya, alasan penetapan tersangka pada Pak HT sangat lemah," ungkapnya.
Namun, lanjut Asep, jika penegak hukum keukeuh ingin membawa kasus tersebut ke pengadilan, dirinya menyarankan agar HT menggelar praperadilan atas kasus yang menimpanya.
Menurutnya, langkah hukum itu merupakan upaya terdekat yang bisa dilakukan oleh HT. "Saya melihat, kasus ini kental nuansa politisnya, seperti kasus yang menimpa Habib Rizieq dan tokoh-tokoh lainnya," tuturnya.
Disinggung apakah kejaksaan sudah melakukan abuse of power, Asep mengatakan kasus ini belum bisa disebut abuse of power. Sebab, istilah itu tepat diberikan bila pengadilan telah memutuskan HT tidak bersalah.
"Jadi itu diujung, tapi kasus ini memang bisa ditafsirkan kental nuansa politisnya, saya kira ini bentuk kewenangan yang dipakai sebagai alat politik," tandasnya.
(sms)