Pariwisata sebagai Sektor Ekonomi Strategis

Kamis, 22 Juni 2017 - 09:15 WIB
Pariwisata sebagai Sektor Ekonomi Strategis
Pariwisata sebagai Sektor Ekonomi Strategis
A A A
Dony Oskaria
Ketua Pokja Pariwisata Nasional Komite Ekonomi dan Industri Nasional RI dan Komisaris Garuda


MELIHAT
perkembangan bisnis pariwisata dunia belakangan ini, bagaimanapun pemerintah memang harus membangun industri pariwisata nasional agar menjadi nomor satu di ASEAN, dengan menggaet lebih kurang 40 juta wisatawan mancanegara dan meraih devisa sekira USD48 miliar pada 2019 nanti, dua kali dari target tahun ini.

Namun hal tersebut hanya bisa direalisasi dengan membangun fasilitas dan infrastruktur utama seperti penerbangan langsung dari kota-kota besar di dunia ke destinasi wisata yang dilengkapi layanan imigrasi, bandara, dan terminal yang nyaman, atraksi-atraksi yang bagus, jalan-jalan raya yang lebar, dan strategi pemasaran yang tepat.

Fasilitas lain yang juga perlu dibangun dengan menggandeng sebanyak mungkin pelaku bisnis pariwisata adalah penginapan atau hotel yang nyaman di tujuan wisata, toilet yang bersih di tempat wisata, pusat-pusat perbelanjaan yang menyediakan beragam suvenir, serta berbagai restoran yang higienis. Dengan demikian tugas utama pemerintah sebagai langkah awalnya adalah menciptakan situasi yang kondusif agar banyak pihak swasta yang bersedia membangunnya, termasuk factory outlet yang bebas dari pajak (duty free) di jalur menuju bandara dan rest area yang bagus, misalnya.

Sejak tahun lalu pemerintah telah menelurkan rencana strategis untuk mengembangkan 10 destinasi wisata unggulan sebagai magnet baru bagi wisatawan mancanegara (wisman) agar industri pariwisata nasional bisa berkontribusi lebih besar lagi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Jika destinasi unggulan tersebut segera dibangun dengan baik, devisa pariwisata diperkirakan bisa menembus USD40 miliar dengan wisman 33 juta sekira empat tahun ke depan bila dibandingkan dengan target tahun 2016 yang hanya tercatat USD12 miliar dengan 10 juta wisman.

Destinasi wisata premium yang bisa melebihi Bali tersebut mencakup Labuan Bajo (Nusa Tenggara Timur), Danau Toba (Sumatera Utara), Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Tanjung Kelayang (Kepulauan Bangka Belitung), Tanjung Lesung (Banten), Borobudur (Jawa Tengah), Mandalika (Nusa Tenggara Barat), Wakatobi (Sulawesi Tenggara), Morotai (Maluku Utara), serta Bromo-Tengger-Semeru (Jawa Timur).

Destinasi-destinasi tersebut menyuguhkan beragam atraksi wisata bahari hingga alam pegunungan yang menyegarkan. Beragam peninggalan kerajaan dan bangunan religius agama-agama besar juga sangat menakjubkan. Belum lagi aneka tarian tradisional yang memikat, benda-benda pusaka yang bernilai seni tinggi hingga beragam kuliner yang lezat. Dengan bahan dasar yang sangat kaya tersebut, jika dibangun dengan baik, industri pariwisata Indonesia semestinya bisa dikembangkan jauh lebih besar daripada negara-negara ASEAN lain seperti Thailand yang meraih devisa pariwisata terbesar kesembilan di dunia senilai USD38,4 miliar tahun lalu.

Apalagi Indonesia memiliki wilayah yang empat kali lipat lebih luas dengan keindahan alam dan budaya beragam, jumlah objek wisata lebih banyak, plus aneka industri kreatif yang bervariasi. Nah, guna menggenjot devisa dari pariwisata, setidaknya pemerintah pusat maupun daerah harus bersinergi melakukan lima langkah penting. Pertama , menunjukkan keseriusan dalam membangun akses transportasi darat dengan jalan yang mulus hingga transportasi udara di semua kota yang menjadi gate way destinasi wisata unggulan.

Selain ada penerbangan langsung dari luar negeri yang kemudian dilayani petugas imigrasi dengan baik di bandara tujuan, operasi bandara di daerah wisata juga harus diperpanjang sampai tengah malam, dari yang saat ini yang hanya sampai sore hari sudah tutup. Pelabuhan laut juga harus dibangun senyaman mungkin, dipisahkan antara pelabuhan kapal penumpang dan pelabuhan kontainer. Lalu di daerah tujuan wisata bahari harus dibangun semacam marina yang besar dan modern, dilengkapi dengan semua fasilitas memadai mulai dari hotel, wahana bermain, pusat belanja, pusat kuliner hingga tempat ibadah dan rumah sakit.

Kedua, memperkuat atraksi wisata, yakni seni, budaya, warisan sejarah, tradisi, kekayaan alam, ataupun hiburan yang merupakan daya tarik utama bagi para wisatawan. Event berkelas internasional maupun nasional perlu diperbanyak dan rutin digelar seperti Tour de Flores (TdF) pada tahun ini. Ajang balap sepeda bergengsi ini juga menyajikan kunjungan tak terlupakan ke Pulau Komodo atau Pulau Rinca di Taman Nasional Komodo, habitat satu-satunya komodo yang merupakan kadal terbesar di dunia.

Selain itu pemerintah juga perlu menggandeng para pekerja seni maupun lembaga-lembaga pendidikan kesenian formal dan informal. Kearifan, keramahan, dan tradisi yang berakar kuat dalam kehidupan masyarakat lokal akan menjadi daya tarik yang melekat dalam kenangan para wisman.

Ketiga, menyediakan situasi investasi yang kondusif agar para pihak yang terkait dengan bisnis pariwisata bersedia membangun amenitas atau kelengkapan tempat wisata seperti hotel, restoran, tempat hiburan, pusat perbelanjaan, wahana olahraga, jasa transportasi lokal, money changer , dan rumah sakit. Oleh karena itu tentu saja pemerintah perlu bekerja sama dengan swasta dengan pemberian insentif yang menarik seperti pemberian tax holiday dan penyediaan lahan yang clear and clean yang siap digunakan untuk pembangunan.

Keempat, pemerintah perlu memperlebar akses calon tenaga kerja untuk mendapat berbagai skill kepariwisataan. Dengan mendidik sebanyak mungkin sumber daya manusia (SDM) pariwisata yang berkualitas, ramah, kredibel, dan berintegritas, termasuk dengan memberikan beasiswa yang menarik, sektor pariwisata akan semakin didukung tenaga-tenaga yang berkualitas. Harapannya SDM kepariwisataan yang dilahirkan adalah SDM-SDM yang mengetahui persis bagaimana menjawab kebutuhan para wisatawan yang memang datang membawa uang untuk bersenang-senang.

Kelima, pariwisata Indonesia harus segera dikemas secara modern sebagai produk dunia yang berkualitas dengan menyediakan paket komplet pelayanan mulai dari wisman berangkat dari rumah hingga kembali membawa kenangan tak terlupakan. Hal tersebut bisa dilakukan dengan membangun kerja sama dan jaringan yang terintegrasi dengan para pelaku industri di dalam dan luar negeri, mulai dari agen-agen perjalanan, maskapai penerbangan hingga jaringan perhotelan.

Yang tak kalah penting, semua itu harus didukung dengan promosi besar-besaran dan penjenamaan (branding ) yang kuat. Dana promosi perlu dinaikkan minimal 10-20% dari devisa yang diincar dengan program yang jelas dan target pencapaian yang tegas. Jika semua itu dilakukan dengan sungguh-sungguh, pariwisata tak hanya bisa menjadi salah satu penyumbang devisa terbesar ke depan, tapi juga akan mendorong pembangunan daerah-daerah pinggiran yang tertinggal, mempercepat pembangunan infrastruktur, serta menciptakan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru.

Pariwisata yang bernilai tambah tinggi tersebut diharapkan akan saling mendukung dengan sektor manufaktur, jasa, pertanian hingga pembangunan lingkungan. Dengan demikian tak salah juga jika banyak pihak yang mengklaim bahwa sektor pariwisata bisa menjadi quick win pemerintahan Presiden Joko Widodo dari berbagai stagnasi sektor-sektor andalan selama ini.
(whb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8966 seconds (0.1#10.140)