Begal Merajalela
A
A
A
SEORANG pengusaha muda, Jumat (9/6) pekan lalu ditembak di bagian pelipisnya hingga tewas setelah berusaha mempertahankan sebuah tas. Davidson Tantono, 31, mesti hilang nyawa di sebuah SPBU Daan Mogot, Cengkareng, setelah mengecek ban mobilnya yang bocor. David saat itu baru saja mengambil uang di bank sebesar Rp300 juta.
Menurut aparat kepolisian, pelaku perampokan berjumlah empat orang menggunakan senjata rakitan untuk menembak korban. Kejadian yang mengejutkan masyarakat di siang bolong sekitar pukul 13.30 WIB itu ternyata bukan kejadian pertama kali.
Sebelumnya perampokan dengan modus kempis ban juga terjadi di wilayah Bekasi. Modus pelaku untuk memuluskan aksinya terlebih dulu mengempiskan ban korbannya saat korban masih berada di dalam bank.
Kasus penembakan Davidson dan perampokan modus kempis ban menambah lengkap aksi kejahatan jalanan yang belakangan ini merajalela. Beberapa waktu sebelumnya sekumpulan anak muda melakukan aksi kejahatan yang sangat mencemaskan.
Kumpulan anak muda yang tergabung dalam sebuah geng motor secara brutal melakukan aksi kejahatan dengan menebas pengendara motor lain menggunakan benda tajam seperti samurai, golok, celurit, dan bambu runcing. Anak-anak usia remaja itu memanfaatkan jalan raya yang sepi dan temaram untuk melancarkan aksinya.
Kumpulan geng anak muda yang meresahkan masyarakat dan membawa senjata tajam bukan terjadi di satu wilayah saja, melainkan sudah terjadi di hampir semua wilayah Jabodetabek hingga beberapa daerah lain seperti di DI Yogyakarta. Tanpa memiliki rasa takut atau khawatir terhadap ekses yang ditimbulkan ke depan, para remaja tanggung dengan bangga mengangkat senjata tajam dan menyimpan di balik bajunya.
Antisipasi polisi terhadap kejahatan geng remaja dan kejahatan jalanan lainnya telah dicoba untuk diterapkan di beberapa wilayah. Polres Depok misalnya membentuk tim Jaguar yang bekerja mencegah maraknya geng motor, menangkal tawuran warga, kejahatan perampokan jalanan hingga mengantisipasi sweeping ormas.
Sementara itu Polres Jakarta Utara Minggu lalu (4/6) membentuk tim khusus Tiger yang bertugas menyisir area rawan kejahatan. Anggota tim sebanyak 20 personel diberi kelengkapan khusus untuk mengatasi aksi kejahatan seperti senjata laras panjang dan kendaraan khusus.
Maraknya kejahatan jalanan serta perilaku remaja yang brutal dan liar tentu tidak terjadi secara tiba-tiba dalam waktu sekejap. Banyak faktor yang membuat orang mudah melakukan kejahatan sadis, termasuk para remaja yang masih duduk di bangku sekolah.
Pertama, faktor kesenjangan sosial. Kesenjangan sosial yang cukup tinggi menjadi salah satu faktor pelaku kejahatan berani melakukan aksinya tidak hanya di malam hari, tetapi juta nekat di siang hari. Masalah ekonomi dapat memicu seseorang berbuat kriminal dan tidak takut melukai korbannya, termasuk melakukan pembunuhan. Kesenjangan sosial yang tinggi belakangan ini harus segera diatasi pemerintah dengan melakukan pemberdayaan masyarakat.
Kedua, permainan kekerasan dalam video game. Maraknya penggunaan gawai dan kemudahan mengakses internet membuat anak-anak dan remaja mudah melakukan apa saja dalam genggaman tangannya.
Game yang dulu biasa dimainkan melalui media televisi dan perangkat konsol tertentu, kini lebih mudah diakses secara online melalui gawai. Anak-anak dan remaja bisa bermain game sepuasnya, termasuk game yang bersifat kekerasan. Kontrol orang tua dan peran guru dalam hal ini sangat dibutuhkan untuk menumbuhkan rasa welas asih anak agar jauh dari sifat kekerasan.
Ketiga, kesempatan karena adanya peluang. Aksi begal dan kekerasan remaja yang terjadi secara merata hampir di semua wilayah tentu dilakukan karena melihat adanya peluang. Aparat kepolisian yang selama ini menjadi penegak hukum di masyarakat mulai kehilangan tajinya sehingga banyak kekerasan terjadi di berbagai tempat.
Kepolisian saat ini belum mampu mencegah aksi kejahatan yang semakin sadis. Pelaku perampokan yang berani melakukan aksinya di siang bolong dan geng remaja yang berani melakukan kekerasan secara terbuka merupakan bukti bahwa aparat kepolisian belum ditakuti.
Semua kejahatan yang terjadi belakangan dan semakin brutal ini membuat masyarakat bertanya-tanya, ke mana aparat kepolisian selama ini? Mengapa semua kegiatan premanisme, aksi begal, dan kenakalan remaja tidak pernah bisa diantisipasi dengan baik? Apakah Petrus (penembakan misterius) untuk menanggulangi kejahatan perlu dibentuk kembali? Hanya kepolisian yang bisa menjawab selaku pelayan masyarakat.
Menurut aparat kepolisian, pelaku perampokan berjumlah empat orang menggunakan senjata rakitan untuk menembak korban. Kejadian yang mengejutkan masyarakat di siang bolong sekitar pukul 13.30 WIB itu ternyata bukan kejadian pertama kali.
Sebelumnya perampokan dengan modus kempis ban juga terjadi di wilayah Bekasi. Modus pelaku untuk memuluskan aksinya terlebih dulu mengempiskan ban korbannya saat korban masih berada di dalam bank.
Kasus penembakan Davidson dan perampokan modus kempis ban menambah lengkap aksi kejahatan jalanan yang belakangan ini merajalela. Beberapa waktu sebelumnya sekumpulan anak muda melakukan aksi kejahatan yang sangat mencemaskan.
Kumpulan anak muda yang tergabung dalam sebuah geng motor secara brutal melakukan aksi kejahatan dengan menebas pengendara motor lain menggunakan benda tajam seperti samurai, golok, celurit, dan bambu runcing. Anak-anak usia remaja itu memanfaatkan jalan raya yang sepi dan temaram untuk melancarkan aksinya.
Kumpulan geng anak muda yang meresahkan masyarakat dan membawa senjata tajam bukan terjadi di satu wilayah saja, melainkan sudah terjadi di hampir semua wilayah Jabodetabek hingga beberapa daerah lain seperti di DI Yogyakarta. Tanpa memiliki rasa takut atau khawatir terhadap ekses yang ditimbulkan ke depan, para remaja tanggung dengan bangga mengangkat senjata tajam dan menyimpan di balik bajunya.
Antisipasi polisi terhadap kejahatan geng remaja dan kejahatan jalanan lainnya telah dicoba untuk diterapkan di beberapa wilayah. Polres Depok misalnya membentuk tim Jaguar yang bekerja mencegah maraknya geng motor, menangkal tawuran warga, kejahatan perampokan jalanan hingga mengantisipasi sweeping ormas.
Sementara itu Polres Jakarta Utara Minggu lalu (4/6) membentuk tim khusus Tiger yang bertugas menyisir area rawan kejahatan. Anggota tim sebanyak 20 personel diberi kelengkapan khusus untuk mengatasi aksi kejahatan seperti senjata laras panjang dan kendaraan khusus.
Maraknya kejahatan jalanan serta perilaku remaja yang brutal dan liar tentu tidak terjadi secara tiba-tiba dalam waktu sekejap. Banyak faktor yang membuat orang mudah melakukan kejahatan sadis, termasuk para remaja yang masih duduk di bangku sekolah.
Pertama, faktor kesenjangan sosial. Kesenjangan sosial yang cukup tinggi menjadi salah satu faktor pelaku kejahatan berani melakukan aksinya tidak hanya di malam hari, tetapi juta nekat di siang hari. Masalah ekonomi dapat memicu seseorang berbuat kriminal dan tidak takut melukai korbannya, termasuk melakukan pembunuhan. Kesenjangan sosial yang tinggi belakangan ini harus segera diatasi pemerintah dengan melakukan pemberdayaan masyarakat.
Kedua, permainan kekerasan dalam video game. Maraknya penggunaan gawai dan kemudahan mengakses internet membuat anak-anak dan remaja mudah melakukan apa saja dalam genggaman tangannya.
Game yang dulu biasa dimainkan melalui media televisi dan perangkat konsol tertentu, kini lebih mudah diakses secara online melalui gawai. Anak-anak dan remaja bisa bermain game sepuasnya, termasuk game yang bersifat kekerasan. Kontrol orang tua dan peran guru dalam hal ini sangat dibutuhkan untuk menumbuhkan rasa welas asih anak agar jauh dari sifat kekerasan.
Ketiga, kesempatan karena adanya peluang. Aksi begal dan kekerasan remaja yang terjadi secara merata hampir di semua wilayah tentu dilakukan karena melihat adanya peluang. Aparat kepolisian yang selama ini menjadi penegak hukum di masyarakat mulai kehilangan tajinya sehingga banyak kekerasan terjadi di berbagai tempat.
Kepolisian saat ini belum mampu mencegah aksi kejahatan yang semakin sadis. Pelaku perampokan yang berani melakukan aksinya di siang bolong dan geng remaja yang berani melakukan kekerasan secara terbuka merupakan bukti bahwa aparat kepolisian belum ditakuti.
Semua kejahatan yang terjadi belakangan dan semakin brutal ini membuat masyarakat bertanya-tanya, ke mana aparat kepolisian selama ini? Mengapa semua kegiatan premanisme, aksi begal, dan kenakalan remaja tidak pernah bisa diantisipasi dengan baik? Apakah Petrus (penembakan misterius) untuk menanggulangi kejahatan perlu dibentuk kembali? Hanya kepolisian yang bisa menjawab selaku pelayan masyarakat.
(poe)