Suami Divonis Ringan, Inneke Koesherawati Bersyukur
A
A
A
JAKARTA - Artis Inneke Koesherawati bersyukur atas putusan hakim yang menjatuhkan hukuman lebih ringan kepada suaminya Fahmi Darmawansyah lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta yang dipimpin Yohanes Priyana menjatuhkan vonis pidana penjara dua tahun dan delapan bulan dengan pidana denda Rp150 juta subsider tiga bulan kurungan.
Sebelumnya, JPU menuntut Fahmi dihukum empat tahun penjara dikurangi masa tahanan serta pidana denda sebesar Rp200 juta subsider enam bulan kurungan.
Inneke hadir di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Rabu pagi. Sebelum sidang dimulai, Inneke menemani Fahmi duduk di bangku pengunjung pengadilan.
Inneke datang mengenakan jilbab abu-abu, kaus lengan panjang hitam, dan celana putih. Saat amar putusan dibacakan, Inneke menangis. Meski menitikkan air mata, Inneke mengatakan keluarga lega dengan putusan majelis.
"Bukan senang ya. Leganya hukuman yang dijatuhkan hakim tidak seberat tuntutan JPU. Ya walaupun segitu tetap, apa ya, kalau suami saya bilang ya udah kita ikuti skenario Allah seperti apa. Alhamdulilah tidak selama itu (tuntutan JPU)," tutur Inneke di depan Gedung Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (24/5/2017). (Baca Juga: Suami Inneke Koesherawati Divonis 2 Tahun 8 Bulan Penjara )
Inneke mengakui sebelum menghadapi vonis, suaminya sudah pasrah. Hal itu dibuktikan dengan keputusan suaminya yang menyatakan tidak mengajukan banding.
"Kalau suami sih pasrah terima, terserah, kalau kata dia terserah Allah mengaturnya seperi apa. kalau dia memang pasrah. Ya kalau saya agak leganya tidak setinggi tuntutan JPU aja. Alhamdulilah. Kalau dia pasarah saja (tidak mau banding sejak awal), pokoknya apapun keputusan hakim dia hargai, dia hormati," paparnya.
Inneke memberikan penjelasan tentang tanah seluas lebih 700 meter persegi yang dihibahkan dirinya dan suaminya kepada negara dan akan dipergunakan Badan Keamanan Laut (Bakamla) dalam proyek satelit monitoring.
Dia mengatakan, sejak awal suaminya sudah berniat menghibahkan ke negara untuk Bakamla. Hibah tersebut merupakan hak Fahmi.
Dalam surat hibah yang diteken kemudian didaftarkan ke notaris dan disampaikan ke Bakamla tertanggal 16 Mei 2017, Inneke ikut menandatangani dan hanya bersifat mengetahui.
Sebelumnya, Majelis Hakim yang diketuai Yohanes Priyana dengan anggota Ibnu Basuki Widodo, Diah Siti Basariah, Sofialdi, dan Sigit Herman Binaji menilai Fahmi sebagai pemilik dan pengendali PT Meria Esa dan PT Melati Technofo Indonesia (MTI) terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah karena memberikan suap Rp4,338 miliar kepada empat penyelenggara negara dan pegawai negeri di Bakamla.
Uang suap bersandi uang komando atau dana komando tersebut dimaksudkan untuk memenangkan PT MTI dalam pengadaan satelit monitoring di Bakamla dari APBN Perubahan 2016 dengan anggaran lebih Rp222,43 miliar.
Suap dilakukan Fahmi bersama-sama dengan pegawai Bagian Operasional Merial Esa Muhammad Adami Okta dan Marketing Operasional PT Merial Esa Hardy Stefanus.
Para pihak yang disuap, yakni Eko Susilo Hadi (terdakwa penerima) selaku Deputi Bidang Informasi, Hukum, dan Kerja Sama yang merangkap Pelaksana Tugas Sekretaris Utama Bakamla dan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Satuan Kerja Bakamla Tahun Anggaran 2016 sebesar SGD100.000 (setara Rp935 juta), USD88.500 (setara Rp1.181.475.000), dan 10.000 Euro (setara Rp143,2 juta).
Kedua, Laksamana Pertama TNI Bambang Udoyo (tersangka di POM TNI) selaku Direktur Data dan Informasi pada Deputi Bidang Informasi, Hukum, dan Kerja Sama yang merangkap sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kegiatan Peningkatan Pengelolaan Informasi Hukum dan Kerjasama Keamanan dan Keselamatan Laut Bakamla 2016 sebesar SGD105.000 (setara Rp981,75 juta).
Ketiga, Nofel Hasan (tersangka) selaku Kepala Biro Perencanaan dan Informasi Bakamla sebesar SGD104.500 (setara Rp977,075). Keempat, Tri Nanda Wicaksono selaku Kasubag TU Sestama Bakamla sebesar Rp120 juta.
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta yang dipimpin Yohanes Priyana menjatuhkan vonis pidana penjara dua tahun dan delapan bulan dengan pidana denda Rp150 juta subsider tiga bulan kurungan.
Sebelumnya, JPU menuntut Fahmi dihukum empat tahun penjara dikurangi masa tahanan serta pidana denda sebesar Rp200 juta subsider enam bulan kurungan.
Inneke hadir di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Rabu pagi. Sebelum sidang dimulai, Inneke menemani Fahmi duduk di bangku pengunjung pengadilan.
Inneke datang mengenakan jilbab abu-abu, kaus lengan panjang hitam, dan celana putih. Saat amar putusan dibacakan, Inneke menangis. Meski menitikkan air mata, Inneke mengatakan keluarga lega dengan putusan majelis.
"Bukan senang ya. Leganya hukuman yang dijatuhkan hakim tidak seberat tuntutan JPU. Ya walaupun segitu tetap, apa ya, kalau suami saya bilang ya udah kita ikuti skenario Allah seperti apa. Alhamdulilah tidak selama itu (tuntutan JPU)," tutur Inneke di depan Gedung Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (24/5/2017). (Baca Juga: Suami Inneke Koesherawati Divonis 2 Tahun 8 Bulan Penjara )
Inneke mengakui sebelum menghadapi vonis, suaminya sudah pasrah. Hal itu dibuktikan dengan keputusan suaminya yang menyatakan tidak mengajukan banding.
"Kalau suami sih pasrah terima, terserah, kalau kata dia terserah Allah mengaturnya seperi apa. kalau dia memang pasrah. Ya kalau saya agak leganya tidak setinggi tuntutan JPU aja. Alhamdulilah. Kalau dia pasarah saja (tidak mau banding sejak awal), pokoknya apapun keputusan hakim dia hargai, dia hormati," paparnya.
Inneke memberikan penjelasan tentang tanah seluas lebih 700 meter persegi yang dihibahkan dirinya dan suaminya kepada negara dan akan dipergunakan Badan Keamanan Laut (Bakamla) dalam proyek satelit monitoring.
Dia mengatakan, sejak awal suaminya sudah berniat menghibahkan ke negara untuk Bakamla. Hibah tersebut merupakan hak Fahmi.
Dalam surat hibah yang diteken kemudian didaftarkan ke notaris dan disampaikan ke Bakamla tertanggal 16 Mei 2017, Inneke ikut menandatangani dan hanya bersifat mengetahui.
Sebelumnya, Majelis Hakim yang diketuai Yohanes Priyana dengan anggota Ibnu Basuki Widodo, Diah Siti Basariah, Sofialdi, dan Sigit Herman Binaji menilai Fahmi sebagai pemilik dan pengendali PT Meria Esa dan PT Melati Technofo Indonesia (MTI) terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah karena memberikan suap Rp4,338 miliar kepada empat penyelenggara negara dan pegawai negeri di Bakamla.
Uang suap bersandi uang komando atau dana komando tersebut dimaksudkan untuk memenangkan PT MTI dalam pengadaan satelit monitoring di Bakamla dari APBN Perubahan 2016 dengan anggaran lebih Rp222,43 miliar.
Suap dilakukan Fahmi bersama-sama dengan pegawai Bagian Operasional Merial Esa Muhammad Adami Okta dan Marketing Operasional PT Merial Esa Hardy Stefanus.
Para pihak yang disuap, yakni Eko Susilo Hadi (terdakwa penerima) selaku Deputi Bidang Informasi, Hukum, dan Kerja Sama yang merangkap Pelaksana Tugas Sekretaris Utama Bakamla dan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Satuan Kerja Bakamla Tahun Anggaran 2016 sebesar SGD100.000 (setara Rp935 juta), USD88.500 (setara Rp1.181.475.000), dan 10.000 Euro (setara Rp143,2 juta).
Kedua, Laksamana Pertama TNI Bambang Udoyo (tersangka di POM TNI) selaku Direktur Data dan Informasi pada Deputi Bidang Informasi, Hukum, dan Kerja Sama yang merangkap sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kegiatan Peningkatan Pengelolaan Informasi Hukum dan Kerjasama Keamanan dan Keselamatan Laut Bakamla 2016 sebesar SGD105.000 (setara Rp981,75 juta).
Ketiga, Nofel Hasan (tersangka) selaku Kepala Biro Perencanaan dan Informasi Bakamla sebesar SGD104.500 (setara Rp977,075). Keempat, Tri Nanda Wicaksono selaku Kasubag TU Sestama Bakamla sebesar Rp120 juta.
(dam)