Suami Inneke Koesherawati Divonis 2 Tahun 8 Bulan Penjara

Rabu, 24 Mei 2017 - 16:07 WIB
Suami Inneke Koesherawati Divonis 2 Tahun 8 Bulan Penjara
Suami Inneke Koesherawati Divonis 2 Tahun 8 Bulan Penjara
A A A
JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhka vonis dua tahun dan delapan bulan penjara terhadap pemilik dan pengendali PT Meria Esa dan PT Melati Technofo Indonesia (MTI), Fahmi Darmawansyah.

Suami artis Inneke Koesherawati dinyatakan terbukti memberikan suap sebesar Rp4,338 miliar kepada pejabat Badan Keamanan Laut (Bakamla).

Uang suap bersandi uang komando atau dana komando tersebut dimaksudkan untuk memenangkan PT MTI dalam pengadaan satelit monitoring ‎di Bakamla dari APBN Perubahan 2016 ‎dengan anggaran lebih Rp222,43 miliar.

Penyuapan dilakukan Fahmi alias Emi bersama-sama dengan pegawai Bagian Operasional Merial Esa Muhammad Adami Okta dan ‎Marketing Operasional PT Merial Esa Hardy Stefanus.

Adami dan Hardy lebih dahulu dijatuhi hukuman penjara oleh hakim selama satu tahun enam bulan penjara. (Baca Juga: Dua Penyuap Pejabat Bakamla Divonis 1,5 Tahun Penjara )

Adapun pihak yang disuap oleh Emi, yakni Eko Susilo Hadi selaku Deputi Bidang Informasi, Hukum, dan Kerja Sama yang merangkap Pelaksana Tugas Sekretaris Utama Bakamla dan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Satuan Kerja Bakamla Tahun Anggaran 2016 sebesar SGD100.000 (setara Rp935 juta), USD88.500 (setara Rp1.181.475.000), dan 10.000 Euro (setara Rp143,2 juta).

Kedua, Laksamana Pertama TNI Bambang Udoyo selaku Direktur Data dan Informasi pada Deputi Bidang Informasi, Hukum, dan Kerja Sama yang merangkap sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kegiatan Peningkatan Pengelolaan Informasi Hukum dan Kerja Sama Keamanan dan Keselamatan Laut Bakamla 2016 sebesar SGD105.000 (setara Rp981,75 juta).

Ketiga, Nofel Hasan selaku Kepala Biro Perencanaan dan Informasi Bakamla sebesar SGD104.500 (setara Rp977,075). Keempat, Tri Nanda Wicaksono selaku Kasubag TU Sestama Bakamla sebesar Rp120 juta.

"Mengadili, menyatakan, memutuskan, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Fahmi Darmawansyah dengan pidana penjara selama dua tahun dan delapan bulan dengan pidana denda Rp150 juta subsider menjalani kurungan selama tiga bulan," kata Ketua Majelis Hakim, Yohanes Priyana saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (24/5/2017).

Sementara Hakim anggota Sigit Herman Binaji mengungkapkan pertimbangan yang memberatkan dan meringankan terdakwa.

Pertimbangan meringankan, yakni terakwa belum pernah dihukum, mengaku terus terang dan menyesali perbuatannya, masih memiliki tanggungan keluarga dengan satu orang istri dan dua orang anak.

"Terdakwa telah beritikad baik telah mengibahkan tanahnya (ke negara) untuk penempatan satelit monitoring Bakamla," ujar hakim Sigit.

Dia menjelaskan, ada dua hal memberatkan bagi Emi. Pertama, perbuatannya tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.

"Kedua, terdakwa sebagai pengusaha muda seharusnya membiasakan mengikuti prosedur yang benar untuk mendapatkan pekerjaan suatu proyek sesuai ketentuan yang berlaku, bukanlah mengikuti dan membenarkan prosedur yang salah atau keliru," paparnya.

Dalam pertimbangan yang dibacakan hakim Sigit, tidak terdapat dan disebutkan nama Kepala Bakamla Laksamana Madya TNI Arie Soedewo. (Baca Juga: Kepala Bakamla Bakamla Bantah Atur Free Proyek Satelit Pemantau )

Hanya saja, memang tutur Sigit, perbuatan serah terima suap terjadi setelah ada penyampaian dari Eko Susilo Hadi ke Adami bahwa harus disiapkan komitmen fee 7,5 persen dengan lebih dulu diserahkan 2% dari nilai kontrak.

"Uang diserahkan kepada Bambang Udoyo Rp1 miliar, kepada Nofel Hasan Rp1 miliar, dan sisanya kepada Eko Susilo Hadi Rp2 miliar. Eko Susilo Hadi juga meminta kepada Adami agar memberikan Rp120 juta kepada Tri Nanda," tegasnya.

Hakim menggariskan, majelis secara bulat sepakat dengan Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi bahwa permohonan justice collaborator (JC) yang diajukan Emi harus ditolak. Pasalnya dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4/2011 disebutkan ada empat syarat yang mengatur JC. Salah satunya adalah bukan pelaku utama. Sedangkan Emi adalah pelaku utama.

"Majelis hakim sependapat dgn penuntut umum bahwa permohonan (JC) terdakwa tidak dapat dikabulkan," ucapnya.

Saat sidang putusan berlangsung, hadir Inneke Koesherawati yang duduk‎ di bangku pengunjung bagian depan. Saat amar putusan dibacakan, Inneke menangis. Sedangkan Emi menatap tajam ke majelis hakim.

Hakim Yohanes lantas memberikan kesempatan kepada Emi agar berkonsultasi dengan tim penasihat hukumnya. Selepas berkonsultasi, Emi mengaku menerima putusan.

"Saya percaya sekali dengan keputusan yang mulia. Jadi saya terima apa yang telah diputuskan," ujar Emi.

Anggota JPU I Wayan Riana mengatakan, JPU masih berpikir-pikir apakah menerima putusan atau mengajukan banding.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5649 seconds (0.1#10.140)