Partai Golkar: Antara Pancasila dan Pembangunan

Selasa, 23 Mei 2017 - 07:48 WIB
Partai Golkar: Antara...
Partai Golkar: Antara Pancasila dan Pembangunan
A A A
Dave Akbarshah Fikarno Laksono
Anggota Komisi I DPR RI Fraksi Partai Gokar

SAAT ini, Partai Golkar sedang menggelar Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) yang dilakukan sejak Minggu (21/5/2017) dan akan berakhir Selasa (23/5/2017) dengan mengambil tema “Merajut Persatuan, Memperkokoh Jati Diri Partai Golkar sebagai Pengawal Pengaman Pancasila”.

Tema Rapimnas ini sangat relevan dengan permasalahan bangsa yang akhir-akhir ini sedang mengemuka yaitu munculnya berbagai gejolak kebangsaan terkait dengan kemunculan sikap sekelompok orang yang mengusung pemikiran sempit dan membahayakan eksistensi Pancasila.

Kelahiran Partai Golkar pada 1964 dengan berdirinya Sekber Golkar di masa akhir pemerintahan Presiden Soekarno, tidak terlepas dari upaya mempertahankan Pancasila dan mengisi pembangunan. Merunut pada pandangan ahli filsafat Indonesia, Franz Magnis Suseno, Pancasila memastikan atau menetapkan dua tekad kesepakatan mengenai Indonesia yakni; Pertama, bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius.

Kedua, tidak ada pembedaan oleh negara terhadap hak-hak warganya. Ini artinya, Pancasila bukan hanya menjadi basis juridis-formal penyelenggaraan bernegara, melainkan sekaligus menjadi pengarah atas praktik kehidupan berbangsa.

Dengan demikian, dari perspektif filsafati Pancasila merupakan itikad negara dalam mengelola kehidupan berbangsa. Sedangkan dalam domain politik (praksis), Pancasila semestinya adalah etika politik itu sendiri.

Ancaman Politik Komunal
Mencermati dengan seksama situasi dan kondisi kehidupan berbangsa terkini yang cenderung diwarnai praktik politik komunal beraroma sektarian yang memobilisasi simbol-simbol agama, bangsa Indonesia sedang dihadapkan pada tantangan kebangsaan yang amat serius. Hal ini akibat menguatnya lakon “politik aliran” yang bertendensi komunalisme, sektarianisme, dan fundamentalisme.

Politik aliran model ini hanya akan membuat bangsa yang majemuk ini semakin menjauh dari keadaban sosial. Atas situasi ini, hendaknya kita mahfum bahwa ada bahaya disintegrasi yang sedang berada di depan mata kita sebagai satu bangsa.

Di tengah situasi bangsa seperti ini, segenap kekuatan kebangsaan –di antaranya Partai Golkar– mutlak melakukan konsolidasi ideologis untuk selanjutnya bersinergi dalam hal menguatkan kembali spirit dan rasa kebangsaan. Lalu bagaimana Partai Golkar mesti bersikap?

Sebagai partai berbasis kebangsaan, Partai Golkar mesti mengambil posisi di garda terdepan untuk memimpin pergerakan penguatan kembali integrasi nasional. Semenjak kelahirannya pada 1964 silam, setelah melewati era golongan fungsional di dekade 1950-an, Partai Golkar memang mengambil posisi ideologis sebagai pengawal Pancasila dan pengemban amanat penderitaan rakyat (Ampera). Posisi ideologis-historis itu tidak pernah berubah sampai dengan saat ini.

Golkar lahir untuk menjadi pelaku politik yang mengisi pembangunan. Dalam rentetan sejarah, Partai Golkar telah memberikan banyak sumbangan untuk membangun bangsa. Mulai dari pembangunan ekonomi meliputi infrastruktur, pemberantasan kemiskinan, peningkatkan kesejahteraan rakyat.

Karena itu, di tengah situasi kebangsaan saat ini, sebagai kekuatan politik yang sejak kelahirannya telah mengambil posisi ideologis sebagai pengawal Pancasila, Golkar tentu saja sangat berkepentingan untuk merawat kebinekaan dan menjaga Indonesia.

Golkar sungguh menyadari bahwa dengan menjaga harmoni keindonesiaan, maka proses pembangunan nasional akan berlangsung normal bahkan dinamis, dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur secara rohaniah dan jasmaniah berdasarkan Pancasila. Inilah konsekuensi logis dari hakikat doktrin Golkar yakni kekuatan karya-kekaryaan.

Sikap Politik Golkar
Partai Golkar harus memainkan peran sebagai integrator dalam hal politik kebangsaan. Hal ini dapat diwujudkan karena Golkar dapat berperan sebagai partai “jalan tengah” bagi semua kelompok politik, kelompok kepentingan, dan semua masyarakat Indonesia.

Partai Golkar selalu mengusung ide dan pemikiran yang inklusif (terbuka) karena dibangun dengan nilai-nilai kebangsaan yang sangat kuat, selalu menawarkan jalan keluar (solusi), dan selalu mengedepankan dialog dan komunikasi dalam memecahkan persoalan-persoalan yang mengemuka.

Saat ini, Partai Golkar telah berhasil melakukan dua terobosan politik secara cerdas sekaligus progresif. Pertama, mengembalikan eksistensi Partai Golkar sesuai khittah awal kelahirannya, yakni sebagai kekuatan politik yang mendukung pemerintah untuk berkarya bersama pemerintah bagi kepentingan bangsa dan negara. Hal ini mengukuhkan jati diri Golkar sebagai kekuatan karya-kekaryaan yang selalu siap sedia membangun negara, atau yang secara filosofis kepartaian termaknai dalam semboyan “Karya Siaga Gatra Praja”.

Kedua, Partai Golkar berhasil mereposisi peran sebagai kekuatan politik yang memainkan peran politik di Parlemen untuk memperkuat sistem pemerintahan presidensial. Di parlemen, Golkar bersikap sebagai partai yang mengusung misi pembangunan. Setiap anggota fraksi Partai Golkar diarahkan untuk fokus pada tugas dan tanggung jawabnya sebagai wakil rakyat dalam melakukan agregasi dan artikulasi kepentingan politik rakyat.

Golkar tampil sebagai kekuatan penyeimbang pemerintahan, di satu sisi sebagai partai pendukung Pemerintahan Jokowi-JK. Posisi ini makin menegaskan bahwa Golkar adalah partai “jalan tengah” bagi permasalahan kebangsaan.

Di satu sisi sebagai partai pendukung pemerintah dalam mendorong program-program pembangunan yang pro rakyat, namun di sisi lain juga mengedepankan peran sebagai kekuatan penyimbang yang kritis (check and balances).

Sebagai partai yang komit untuk melaksanakan Pancasila dan mengisi pembangunan, maka Partai Golkar perlu menempuh langkah-langkah progresif untuk tetap menjaga Pancasila sebagai ideologi perekat bangsa dan terus mendorong pembangunan bagi rakyat.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7321 seconds (0.1#10.140)