DPD Mencoreng Muka Sendiri

Sabtu, 08 April 2017 - 08:16 WIB
DPD Mencoreng Muka Sendiri
DPD Mencoreng Muka Sendiri
A A A
KERUSUHAN di ruang sidang lembaga legislatif kembali terulang. Pada 3 April lalu anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) baku hantam di Senayan. Tontonan memalukan ini tersebar ke seantero negeri. Rupanya mereka bertarung bukan untuk urusan rakyat, namun hanya karena urusan jabatan.

Sejak awal kelahirannya, DPD sudah harus berjibaku dalam sekadar segala keterbatasan kewenangan yang dimilikinya. Lembaga yang merupakan transformasi dari Fraksi Utusan Daerah ini memang dipilih langsung oleh rakyat seperti koleganya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), namun kewenangannya sangatlah minim.

Banyak pakar yang mengatakan bahwa minimnya kewenangan DPD sebagai kamar kedua dalam sistem legislasi kita menggambarkan Indonesia yang menjalankan sistem bikameral setengah hati. Kamarnya jelas ada dua, yaitu DPD dan DPR, namun yang satu kuat, yang satu lagi sangat minim kekuatannya.

Perjuangan para anggota DPD agar lembaganya yang secara khusus bertujuan mengakomodasi aspirasi daerah pun berjalan sejak lembaga ini hadir. Lewat empat perwakilan tiap daerah dengan jumlah total 132 orang, upaya untuk memberikan pengaruh dalam proses legislasi dilakukan.

Bahkan, upaya komunikasi pun dilakukan dengan anggota DPD memanggil diri mereka “senator” agar publik lebih mudah membedakannya dengan anggota DPR.

Satu keberhasilan yang bisa dikatakan cukup besar didapatkan lembaga ini setelah pada tahun 2013 putusan Mahkamah Konstitusi No92/PUU-X/2012 mengabulkan permohonan uji materi DPD terhadap beberapa pasal pada UU No27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang lebih dikenal sebagai UU MD3 serta UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Sayangnya, alih-alih lebih memperkuat lembaganya demi pemenuhan aspirasi daerah, justru para anggota DPD sibuk bertengkar sesamanya. Salah satu milestone dari pertengkaran yang sangat tidak menarik tersebut adalah ketika sejak tahun 2015 anggota DPD mulai mempersoalkan masa jabatan pimpinan.

Pada rapat paripurna penutupan masa persidangan III Dewan Perwakilan Daerah tahun 2015-2016 diwarnai kericuhan ketika Ketua DPD Irman Gusman dan dua wakilnya menolak menandatangani Revisi Tata Tertib DPD. Jika disahkan saat itu, maka kepemimpinan Ketua DPD Irman Gusman akan berakhir pada Desember 2016.

Sehari sebelumnya dilakukan voting di DPD untuk mengubah Tatib DPD mengenai pembelahan masa jabatan pimpinan. Pada 16 Januari 2016 juga pernah dilakukan voting serupa yang dikenal sebagai “opsi B” yang memangkas masa jabatan pimpinan

Belakangan akhirnya Irman Gusman sebagai pimpinan digantikan oleh M Saleh karena tersandung kasus hukum. Namun, rupanya semangat untuk membagi masa jabatan pimpinan ini masih bergelora.

Akhirnya lahirlah Peraturan DPD No1 Tahun 2017 yang mengaturnya. Peraturan inilah yang dibawa ke Mahkamah Agung (MA) dan akhirnya dibatalkan.

Sekalipun ada beberapa kesalahan ketik yang akhirnya sudah diperbaiki MA, DPD tetap memilih pimpinan baru. Dan entah apa yang dipikirkan, MA pun melantik hasil pemilihan tersebut.

Padahal, dalam putusannya MA berpendapat bahwa masa jabatan pimpinan tidak bisa diubah dari 5 tahun menjadi 2,5 tahun. Karena itu, pimpinan DPD yang telah dipilih sebelumnya tidak dapat diganti, kecuali dalam hal terjadi kekosongan karena berhenti atau diberhentikan dari jabatannya.

Ini bukan lagi akrobat politik mencari celah di tengah peraturan, yang bisa jadi menjadi tontonan yang menarik. Adapun yang terjadi ini adalah aksi politik yang kasar dan dipertontonkan secara terbuka ke publik. Wajar jika publik bertanya-tanya, bagaimana bisa lembaga legislatif tidak memedulikan hukum sedemikian rupa?.

Sungguh apa yang terjadi di DPD ini adalah tontonan tidak lucu yang dilakukan lembaga yang hingga saat ini belum kentara benar aksinya. Para anggota DPD mencoreng mukanya sendiri dengan kericuhan dan aksi melompati hukum yang sudah barang tentu tidak bisa menjadi contoh yang baik bagi masyarakat.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6251 seconds (0.1#10.140)