Ricuh DPD
A
A
A
APA yang terjadi pada sidang paripurna DPD RI pada Senin 3 Maret 2017 lalu sungguh membuat kita geleng-geleng kepala. Bukan karena kagum, namun karena sangat heran, kok bisa anggota-anggota DPD yang notabene wakil rakyat saling beradu fisik dalam mempertahankan pendapatnya.
Sebuah tindakan yang jauh dari etika seorang wakil rakyat yang semestinya lebih beradu argumen dengan otak, bukan dengan fisik. Apa yang terjadi seolah semakin membuat citra para wakil rakyat ini jauh dari harapan. Tindakan-tindakan yang bukan hanya kisruh atau rusuh.
Jadi, wajar jika sosiolog Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Arizal Mutakhir menilai insiden tersebut menunjukkan minimnya sikap kenegarawanan di antara anggota DPD (KORAN SINDO, 4 April 2017). Apa yang dipeributkan oleh beberapa anggota DPD menunjukkan bahwa mereka sekadar membawa kepentingan kelompok atau bahkan kepentingan pribadi.
Padahal, semestinya lebih memperjuangkan kepentingan rakyat. Toh, para anggota DPD kebanyakan terpilih bukan karena kepartaian, tapi ketokohan mereka. Apakah memang ini cermin politik dan politikus Indonesia?
Bisa jadi seperti itu. Karena budaya politik yang butuh biaya besar alias mahal seperti pendapat Arizal, memaksa para politikus untuk mencari upaya balik modal. Ini membuat kepentingan pribadi atau kelompok tertentu lebih dikedepankan daripada kepentingan konstituen atau rakyatnya.
Anggota DPD yang terpilih karena ketokohan mereka, baik tokoh masyarakat maupun tokoh agama, seharusnya bisa menjadi contoh ideal lembaga yang mewakili kepentingan rakyat. Karena toh saat ini, DPR yang juga merupakan representatif rakyat juga masih berkutat persoalan kredibilitas karena berbagai kasus, salah satunya kasus korupsi.
Anggota DPD yang merupakan cerminan dari seorang pemimpin bangsa semestinya bisa memberikan contoh etika dan moral dalam berpolitik. Lead by example adalah sebuah cara yang mudah karena tanpa harus menggunakan kata-kata dengan orasi. Namun, dengan sikap yang beretika dan bermoral, akan menunjukkan kualitasnya.
Seorang pemimpin bangsa harus mampu memberikan contoh sebuah gambaran ideal dalam kehidupan bernegara dan berbangsa. Rakyat semestinya disuguhi cara-cara yang beretika dan bermoral dalam berpolitik.
DPD, sebuah lembaga yang agung, harus mampu menjadi garda terdepan dalam mengubah stigma politik mahal di atas menjadi politik yang beretika dan moral dengan menjunjung nilai-nilai demokrasi. Jangan sekadar berteriak dan mendesak rakyat kita menggunakan demokrasi dengan benar ketika berkampanye.
Namun, para anggota DPD juga harus bisa memberikan contoh cara berpolitik yang diselimuti etika dan moral. Memang tidak semua anggota DPD menggunakan cara-cara yang tidak beretika dan bermoral dalam berpolitik. Namun, anggota DPD yang menggunakan cara-cara politik beretika dan bermoral bisa mengalahkan mereka yang sebaliknya.
Kasus mantan Ketua DPD Irman Gusman harus bisa menjadi contoh bahwa lembaga yang semestinya jauh dari kepentingan kelompok dan individu itu bisa berjuang atas nama rakyat. Memang sangat disayangkan, kerusuhan yang terjadi seolah menjadi seri berikutnya dari kasus yang menimpa Irman Gusman.
Harapan untuk membenahi agar citra lembaga DPD ini bisa semakin baik. Peristiwa kemarin harus bisa dijadikan pelajaran yang berharga dan tidak mengulangi lagi. Rakyat ini sudah lelah dengan pertunjukan yang kurang bermoral dan beretika. Apalagi saat ini demokrasi kita tengah diuji dengan dinamika pilkada serentak.
Ke depan DPD harus lebih solid dalam memperjuangkan kepentingan rakyat. DPD sekali lagi harus mampu menjadi contoh politik yang beretika dan bermoral. Etika berpolitik menempatkan keberadaan dan budaya sebagai hal yang terdepan.
Indonesia adalah bangsa yang beradab dan berbudaya sehingga dalam hal politik beretika dan bermoral harus bisa menjadi dasar bagi anggota DPD. Manusia atau anggota masyarakat harus menjadi subjek sehingga semestinya anggota DPD harus meletakkan rakyat Indonesia sebagai subjek dalam berpolitik.
Sebuah tindakan yang jauh dari etika seorang wakil rakyat yang semestinya lebih beradu argumen dengan otak, bukan dengan fisik. Apa yang terjadi seolah semakin membuat citra para wakil rakyat ini jauh dari harapan. Tindakan-tindakan yang bukan hanya kisruh atau rusuh.
Jadi, wajar jika sosiolog Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Arizal Mutakhir menilai insiden tersebut menunjukkan minimnya sikap kenegarawanan di antara anggota DPD (KORAN SINDO, 4 April 2017). Apa yang dipeributkan oleh beberapa anggota DPD menunjukkan bahwa mereka sekadar membawa kepentingan kelompok atau bahkan kepentingan pribadi.
Padahal, semestinya lebih memperjuangkan kepentingan rakyat. Toh, para anggota DPD kebanyakan terpilih bukan karena kepartaian, tapi ketokohan mereka. Apakah memang ini cermin politik dan politikus Indonesia?
Bisa jadi seperti itu. Karena budaya politik yang butuh biaya besar alias mahal seperti pendapat Arizal, memaksa para politikus untuk mencari upaya balik modal. Ini membuat kepentingan pribadi atau kelompok tertentu lebih dikedepankan daripada kepentingan konstituen atau rakyatnya.
Anggota DPD yang terpilih karena ketokohan mereka, baik tokoh masyarakat maupun tokoh agama, seharusnya bisa menjadi contoh ideal lembaga yang mewakili kepentingan rakyat. Karena toh saat ini, DPR yang juga merupakan representatif rakyat juga masih berkutat persoalan kredibilitas karena berbagai kasus, salah satunya kasus korupsi.
Anggota DPD yang merupakan cerminan dari seorang pemimpin bangsa semestinya bisa memberikan contoh etika dan moral dalam berpolitik. Lead by example adalah sebuah cara yang mudah karena tanpa harus menggunakan kata-kata dengan orasi. Namun, dengan sikap yang beretika dan bermoral, akan menunjukkan kualitasnya.
Seorang pemimpin bangsa harus mampu memberikan contoh sebuah gambaran ideal dalam kehidupan bernegara dan berbangsa. Rakyat semestinya disuguhi cara-cara yang beretika dan bermoral dalam berpolitik.
DPD, sebuah lembaga yang agung, harus mampu menjadi garda terdepan dalam mengubah stigma politik mahal di atas menjadi politik yang beretika dan moral dengan menjunjung nilai-nilai demokrasi. Jangan sekadar berteriak dan mendesak rakyat kita menggunakan demokrasi dengan benar ketika berkampanye.
Namun, para anggota DPD juga harus bisa memberikan contoh cara berpolitik yang diselimuti etika dan moral. Memang tidak semua anggota DPD menggunakan cara-cara yang tidak beretika dan bermoral dalam berpolitik. Namun, anggota DPD yang menggunakan cara-cara politik beretika dan bermoral bisa mengalahkan mereka yang sebaliknya.
Kasus mantan Ketua DPD Irman Gusman harus bisa menjadi contoh bahwa lembaga yang semestinya jauh dari kepentingan kelompok dan individu itu bisa berjuang atas nama rakyat. Memang sangat disayangkan, kerusuhan yang terjadi seolah menjadi seri berikutnya dari kasus yang menimpa Irman Gusman.
Harapan untuk membenahi agar citra lembaga DPD ini bisa semakin baik. Peristiwa kemarin harus bisa dijadikan pelajaran yang berharga dan tidak mengulangi lagi. Rakyat ini sudah lelah dengan pertunjukan yang kurang bermoral dan beretika. Apalagi saat ini demokrasi kita tengah diuji dengan dinamika pilkada serentak.
Ke depan DPD harus lebih solid dalam memperjuangkan kepentingan rakyat. DPD sekali lagi harus mampu menjadi contoh politik yang beretika dan bermoral. Etika berpolitik menempatkan keberadaan dan budaya sebagai hal yang terdepan.
Indonesia adalah bangsa yang beradab dan berbudaya sehingga dalam hal politik beretika dan bermoral harus bisa menjadi dasar bagi anggota DPD. Manusia atau anggota masyarakat harus menjadi subjek sehingga semestinya anggota DPD harus meletakkan rakyat Indonesia sebagai subjek dalam berpolitik.
(poe)