Hukum Berat Pelaku Kekerasan Anak

Senin, 20 Maret 2017 - 08:16 WIB
Hukum Berat Pelaku Kekerasan...
Hukum Berat Pelaku Kekerasan Anak
A A A
SELAMA hampir sepekan terakhir aparat kepolisian berhasil mengungkap beberapa kasus pelecehan seksual terhadap anak secara serentak di beberapa kota. Secara berturut-turut kekerasan seksual terhadap anak terjadi di Karawang (Jabar), Bogor (Jabar), Jakarta Timur, Samarinda (Kaltim), Enrekeng (Sulsel), Pinrang (Sulsel), dan Medan (Sumut).

Mulai dari kasus sodomi hingga pemerkosaan, semua korban kekerasan adalah mereka yang masih berusia balita hingga anak-anak berusia 12 tahun. Sungguh hal ini merupakan kejadian yang sangat tragis.

Kasus yang berhasil diungkap tim siber Kepolisian Daerah Polda Metro Jaya pada Selasa (14/3) lalu misalnya mengungkapkan kasus paedofil yang melibatkan jaringan internasional. Untuk mengungkap kasus ini, aparat kepolisian bekerja sama dengan Biro Investigasi Federal Amerika Serikat (FBI) agar data dalam grup Facebook yang bernama Official Loli Candy’s tersebut dapat dibuka kembali meski akun telah ditutup.

Para pelaku yang berhasil ditangkap aparat Polda Metro Jaya mengaku telah melakukan pelecehan terhadap anak-anak berusia 2-12 tahun. Hampir seluruh pelaku paedofilia tersebut mengenal korban atau merupakan kerabat dekat korban.

Sementara kasus di wilayah Karawang, sebanyak 28 anak menjadi korban pencabulan oleh OM (27), yang merupakan pelatih sepak bola di Dusun Munjun Kidul, Desa Curug, Klari, Karawang. Adapun di daerah Pinrang dan Enrekang (Sulawesi Selatan), dilaporkan secara dua hari berturut-turut terjadi pemerkosaan terhadap siswi sekolah menengah pertama yang dilakukan sekelompok pemuda.

Di hari yang bersamaan itu pula, di wilayah Medan (Sumut), polisi menahan dua pelaku pelecehan seksual yang menyodomi bayi berusia tiga tahun. Sementara itu pemerkosaan terhadap anak berusia 12 tahun di Samarinda (Kaltim) hingga saat ini terus dikembangkan penyelidikan kasusnya oleh aparat kepolisian mengingat sejumlah pelaku belum tertangkap.

Kekerasan terhadap anak yang terjadi secara beruntun menjadi pecut bagi orang tua untuk lebih waspada terhadap lingkungan sekitar. Anak-anak yang biasanya bermain bebas tanpa memiliki rasa curiga kepada orang sekitar dan orang-orang yang merupakan bagian dari kerabat dekat tidak akan pernah menyangka bakal menjadi korban pelecehan.

Mereka yang sangat lugu, polos, dan memiliki rasa takut yang amat besar kepada orang dewasa akan sulit mencerna apa sebenarnya yang terjadi pada dirinya. Kebebasan bermain yang diberikan oleh orang tuanya menjadi ketakutan yang luar biasa karena dirinya telah menjadi korban kekerasan orang yang dikenalnya sebagai keluarga dan tetangga.

Maraknya kasus pelecehan dan kekerasan seksual terhadap anak saat ini menjadi penyakit menular yang mudah menjangkiti siapa pun. Kecanggihan teknologi, minimnya pengawasan orang tua terhadap anak yang memegang gawai, serta gaya hidup dan maraknya penyimpangan sosial menjadi pemicu utama hilangnya rasionalitas dan akhlak seseorang.

Upaya pemerintah sejak disahkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undnag (Perppu) Nomor 1/2016 tentang Perlindungan Anak menjadi undang-undang (UU) seharusnya sudah bisa direalisasi. Sejak disahkannya UU tersebut pada awal Oktober 2016, seharusnya Kementerian Hukum dan HAM, Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta beberapa kementrian terkait sudah menindaklanjuti mekanisme pelaksanaan UU tersebut.

Dalam UU itu disebutkan, hukuman kejahatan terhadap anak dapat berupa pidana selama lima tahun, seumur hidup, hukuman mati hingga hukuman kebiri, tergantung pada kejahatan yang dilakukan dan efek yang ditimbulkan. UU yang lahir di masa pemerintahan Kabinet Kerja ini merupakan respons pemerintah yang sangat prihatin terhadap kekerasan anak beberapa tahun belakangan.

Presiden Jokowi bahkan menilai kejahatan seksual terhadap anak telah masuk dalam kategori kejahatan luar biasa. Oleh karena itu penanganan aparat penegak hukum harus lebih keras dan tegas serta dapat menimbulkan efek jera.

Bila penegak hukum lambat dalam merespons kejahatan ini dan memberikan hukuman ringan terhadap pelaku, ke depan anak-anak Indonesia akan menghadapi hidup dalam ancaman kekerasan pelecehan seksual yang lebih masif dan menakutkan. Namun bila hukuman berat dapat diterapkan seperti dalam UU Perlindungan Anak yang baru disahkan, hal itu dapat meminimalkan pelaku kejahatan dan pelecehan terhadap anak. Semoga.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5095 seconds (0.1#10.140)