Tawuran Warga

Rabu, 08 Maret 2017 - 07:42 WIB
Tawuran Warga
Tawuran Warga
A A A
TAWURAN di Jakarta memang semakin brutal. Bukan hanya pelajar yang notabene kelompok warga terdidik, tapi warga masyarakat (yang kadang mengeluhkan tawuran pelajar) juga sering terlibat tawuran.

Terbaru dan masih hangat diomongkan adalah tawuran antara warga Jalan Tambak dan Manggarai di Jakarta Selatan. Tawuran pada Minggu 5 Maret 2017 sore, memang brutal karena memakan dua korban meninggal dunia dan lima dirawat di rumah sakit.

Parahnya, tawuran antara dua kelompok massa tersebut sudah sering terjadi sejak beberapa tahun silam. Seolah tanpa ada solusi yang tepat untuk mencegah dan mengatasi aksi tidak terpuji tersebut.

Penyebab tawuran biasanya sepele di antaranya saling ejek antarkelompok, perebutan lahan parkir, sengketa lahan, penjualan narkoba, atau balas dendam atas serangan sebelumnya (KORAN SINDO, 6 Maret 2017). Jika ditelusuri penyebab sepele lain, bisa karena raungan suara motor, suara petasan, atau bahkan persoalan percintaan.

Penyebab-penyebab tawuran tersebut menunjukkan betapa warga masih rendah kesadarannya untuk hidup rukun atau—kalau mau agak ekstrem—kualitas hidup sebagian warga Jakarta kurang baik. Cukup mengagetkan, Jakarta yang dikatakan kota metropolitan yang semestinya lebih terpelajar.

Namun, apakah memang benar warga kota metropolitan selalu terpelajar dan bisa lebih berpikir menggunakan nalar dalam bertindak? Tentu tidak jika melihat pemicu di atas dan sering terjadi tawuran. Namun, ihwal di atas bukanlah akar persoalan yang terjadi di masyarakat metropolitan seperti di Jakarta.

Banyak persoalan-persoalan mendasar yang menyebabkan sering terjadi tawuran misalnya hanya dipicu ihwal yang sepele. Dan, membutuhkan waktu yang panjang untuk mengurangi, begitu juga peran dari banyak pihak.

Pengamat sosial dan komunikasi dari Universitas Muhammadiyah Prof DR HAMKA (UHAMKA), Gilang Kumari Putra kepada SINDOnews.com menyebutkan ada beberapa faktor penyebab maraknya tawuran di Jakarta.

Pertama, faktor ekonomi. Karena masih banyak pengangguran di Jakarta, aktivitas positif warga menjadi minim. Di sisi lain kebutuhan hidup yang terus meningkat membuat kehidupan ekonomi warga semakin tertekan. Tekanan ini tampaknya yang membuat warga mudah terpicu amarah karena ihwal yang sepel.

Kedua, faktor pendidikan. Karena kebutuhan ekonomi yang sulit, pendidikan pada akhirnya dikorbankan atau bahkan dinomorlimakan. Begitu juga dengan faktor agama yang disebut Gilang sebagai faktor ketiga.

Nah,
faktor keempat adalah geografis dan lingkungan penduduk Jakarta yang hidup di kawasan padat dan bahkan kumuh. Tata ruang kampung di Jakarta memang harus dibenahi karena memang membuat kehidupan mereka semakin tertekan.

Ketika tertekan secara ekonomi, pendidikan, dan lingkungan, justru mereka lari ke ihwal negatif seperti minuman keras dan narkotika. Ini yang justru memperparah kondisi.

Solusinya tentu harus ada intervensi dari pemerintah, aparat, dan tokoh agama. Salah satunya upaya penegakan hukum yang tegas. Namun, itu solusi jangka pendek karena hanya berupa pemberian sanksi bagi masyarakat yang melakukan tindakan melanggar undang-undang seperti penghilangan nyawa, penganiayaan, atau pelanggaran miras ataupun narkoba.

Selain tegas, tentu juga harus diimbangi dengan adil dan transparan yang mempunyai satu kepentingan penertiban aturan di masyarakat.

Solusi lain yang sifatnya lebih panjang atau makan waktu yang lama adalah intervensi sosial dari pemerintah dan tokoh agama. Penyelesaian persoalan pengangguran (ekonomi) dan akses pendidikan yang mudah serta murah harus terus difokuskan kepada masyarakat di kawasan yang sering terjadi tawuran.

Penataan wilayah lingkungan sehingga menjadi lingkungan yang nyaman juga patut didiskusikan dengan warga agar tercipta lingkungan (geografis) yang kondusif. Peran tokoh masyarakat dan agama sebagai penyambung pembenahan ekonomi serta wilayah cukup penting agar solusi tersebut berjalan cukup baik.

Pemerintah tidak boleh menganggap sebelah mata persoalan maraknya tawuran di Jakarta karena persoalan ini tidak kalah seriusnya dengan kemacetan dan banjir.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3671 seconds (0.1#10.140)