Mungkinkah Banjir Pergi Dari Jakarta?

Jum'at, 24 Februari 2017 - 14:26 WIB
Mungkinkah Banjir Pergi Dari Jakarta?
Mungkinkah Banjir Pergi Dari Jakarta?
A A A
PERTANYAAN semacam judul di atas pasti sering bermunculan di benak warga Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta. Pertanyaan tersebut akan makin sering muncul ketika banjir menghadang Ibu Kota sedemikian rupa. Beberapa bertanya dengan nada optimistis, beberapa lainnya dengan nada pesimistis.

DKI Jakarta memang sejak zaman Belanda merupakan daerah banjir. Mengenyahkan banjir dari Jakarta jelas merupakan pekerjaan luar biasa besar dan kompleks. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) secara gamblang menyatakan sangat yakin banjir bisa enyah dari Jakarta.

Pernyataan tersebut bisa dirunut sejak masa kampanye Pilkada DKI Jakarta 2012. Ahok yang saat itu merupakan calon wakil gubernur yang maju berpasangan dengan calon gubernur Joko Widodo menjanjikan jika mereka menang, banjir akan pergi dari Jakarta. Akhirnya pasangan tersebut menang dan memimpin DKI Jakarta sejak 2012.

Program mengenyahkan banjir mendapat perhatian serius. Bahkan masalah solusi banjir ini dijadikan jualan utama Ahok yang akhirnya menjadi gubernur dan maju di pilkada ini.

Ahok sangat yakin DKI Jakarta sudah sukses mengenyahkan banjir. Bahkan komentar Ahok yang sangat yakin oleh beberapa pihak dianggap sebagai sesumbar yang berlebihan. Namun Ahok tetap yakin.

Tapi rupanya apa yang dilakukan di bumi Jakarta belum bisa menandingi apa yang jatuh dari langit. Ahok yang sudah sedemikian yakin banjir tak akan datang pada 2017 rupanya harus mengalah pada banjir yang akhirnya tetap terjadi.

Nyatanya di hari Selasa, 21 Februari 2017, banjir kembali singgah di Jakarta. Para pakar mengatakan “don’t bet on the weather, especially with the climate change“. Mungkin Gubernur DKI Jakarta ketika berbangga diri dalam kampanyenya bahwa Jakarta sudah tidak banjir lagi mendasarkan diri karena hingga Februari ini Jakarta tak juga tenggelam. Memang selama ini kita terbiasa untuk paham bahwa musim hujan itu di rentang September hingga Februari, sisanya adalah musim kemarau.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti pada suatu kesempatan pernah mengkritik penanganan banjir di Jakarta yang justru kurang tepat. “Kalau kita orang lingkungan, dengan semua pembangunan Jakarta ini, terutama tata kelola air, kami sih bilang Jakarta banjir ya tidak aneh,” ungkap Susi dalam diskusi bersama KPK dan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, (4/10/2016).

Susi juga mengkritik selama ini penanganan banjir Jakarta yang digadang-gadang akan selesai lewat reklamasi justru akan merugikan Jakarta itu sendiri karena sungai-sungainya dibeton, sementara di hilir jadi melambat alirannya karena reklamasi.

Sayangnya kritik seperti itu dianggap angin lalu oleh Gubernur Ahok yang tetap ngotot dengan reklamasi. Sekarang penduduk Jakarta akan menghadapi putaran kedua Pilkada DKI Jakarta.

Pertarungan sudah menyempit dan isu pun sudah mengerucut. Kita semua bisa lihat bahwa warga Jakarta sudah kian matang menjadi pemilih rasional. Lihat saja warga yang sekarang sibuk berdebat mengenai berbagai macam program yang diajukan dua pasangan calon yang akan bertarung di babak final, yaitu Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat serta Anies Baswedan-Sandiaga Uno.

Kedua pasangan calon harus mampu menghadirkan bahan perdebatan yang menarik bagi para pemilih di Jakarta untuk dibicarakan dan sebagai penentu pilihan yang diambil. Penduduk DKI Jakarta jelas butuh konsep penangan masalah banjir. Kalau Ahok-Djarot masih yakin dengan programnya, harus bisa ditunjukkan di mana masalah dari programnya yang membuat Jakarta terus banjir.

Sementara untuk Anies-Sandi, mereka harus mampu menunjukkan posisi kesalahan program rivalnya dan menawarkan program yang lebih baik. Pertarungan ide dan implementasinya nanti setelah ada pemenang definitif sangat dibutuhkan untuk membuat banjir pergi dari Jakarta.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5202 seconds (0.1#10.140)