Solusi Freeport

Selasa, 21 Februari 2017 - 07:32 WIB
Solusi Freeport
Solusi Freeport
A A A
PERUBAHAN status pengelolaan tambang PT Freeport Indonesia dari kontrak karya (KK) menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK) mentah lagi. Perubahan status yang mentok di tengah jalan terancam bergulir di Arbitrase Internasional.

Secara terbuka CEO Freeport McMoran Inc Richard C Adkerson mengancam akan menuntut Pemerintah Indonesia di Arbitrase Internasional bila tidak ada kejelasan soal status anak perusahaan yang sudah beroperasi sekitar 50 tahun di Indonesia itu.

Tak mau digertak oleh petinggi perusahaan tambang internasional, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan siap beperkara di Arbitrase Internasional. Pemerintah, sebagaimana ditegaskan mantan menteri perhubungan itu, menjalankan kebijakan sesuai konstitusi yang tertuang dalam perundangan dan aturan yang mengacu pada Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Berdasarkan UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009, perusahaan pertambangan yang beroperasi di Indonesia wajib membangun smelter atau pabrik pemurnian hasil tambang sebelum diekspor dengan tenggat waktu lima tahun setelah undang-undang tersebut diberlakukan.

Sebenarnya jangka waktu lima tahun yang diberikan pada perusahaan tambang, tak terkecuali Freeport Indonesia, untuk merealisasikan amanat UU Menerba itu sudah lewat. Namun, pemerintah masih berbaik hati dengan melonggarkan aturan, yakni perusahaan tambang yang ingin mengekspor konsentrat atau mineral yang sudah diolah, tetapi belum sampai pada tahap pemurnian dibukakan pintu.

Tetapi, di balik kelonggaran itu, pemerintah mensyaratkan perubahan status pengelolaan tambang dari KK menjadi IUPK. Selain itu, sistem pembayaran pajak pemegang IUPK juga berubah dari tetap menjadi fleksibel menyesuaikan aturan yang berlaku. Dan, perusahaan tambang yang berstatus IUPK juga wajib mendivestasikan (melepas) kepemilikan 51% saham sesuai waktu yang sudah diatur.

Pekan lalu sejumlah media massa memberitakan pengajuan permohonan perubahan status pengelolaan tambang Freeport Indonesia dari KK menjadi IUPK resmi dikabulkan Kementerian ESDM. Tetapi, berita itu “menggantung” karena manajemen Freeport Indonesia masih mengajukan syarat menyangkut perpajakan dan angka saham divestasi yang dinilai terlalu besar.

Freeport Indonesia yang sudah beroperasi sekitar setengah abad di Indonesia itu siap ubah status jadi pemegang IUPK dengan sistem pajak tetap seperti diatur dalam KK. Sementara sistem perpajakan dalam IUPK mengikuti aturan yang berlaku (prevailing) dalam pengertian pajak dan royalti yang dibayar bisa berubah sesuai peraturan yang berlaku.

Sedangkan dalam status KK pembayaran pajak dan royalti besarannya tetap (naildown) yang berlaku hingga masa kontrak berakhir. Tidak hanya itu, manajemen Freeport Indonesia juga tidak bisa menerima angka divestasi 51% saham dan hanya bersedia melepas 30%.

Kisruh proses perubahan status pengelolaan tambang Freeport Indonesia akhirnya meledak juga ke permukaan yang diwarnai pengunduran diri Direktur Utama Freeport Indonesia Chappy Hakim yang baru menjabat sekitar tiga bulan lalu.

Puncaknya, pimpinan tertinggi Freeport McMoran Inc yang bermarkas di Amerika Serikat (AS) Richard C Adkerson “turun gunung” memperjelas penolakan perubahan status anak perusahaan yang dinilai jauh dari kesepakatan sebelumnya dalam bentuk KK.

Lebih jauh Richard C Adkerson malah mengingatkan janji pemerintah yang bersedia memperpanjang kontrak Freeport Indonesia lewat Menteri ESDM yang ketika itu dijabat Sudirman Said. Janji tersebut menyusul setelah Freeport Indonesia mengirim surat permohonan perpanjangan operasi pada 9 Juli 2015. Janji pemerintah dalam bentuk surat Menteri ESDM No 7522/13/MEM/2015 tertanggal 7 Oktober 2015 mengenai permohonan perpanjangan operasi.

Meski proses perubahan status pengelolaan tambang Freeport Indonesia di Papua menemui jalan buntu, pemerintah dan Freeport Indonesia masih punya waktu selama 120 hari untuk mencari solusi saling menguntungkan terhitung sejak 18 Februari 2017.

Masalah Freeport Indonesia membuat pemerintah serbasalah. Apabila bersikap lunak, dituding membela kepentingan korporasi asing. Bila bersikap keras, bisa berakibat negatif terhadap perekonomian negara dan akan bertemu Freeport di Arbitrase Internasional. Pemerintah kembali diuji oleh Freeport.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6951 seconds (0.1#10.140)