SBY: Demokrat Tak Punya Bakat Jadi Bunglon Atau Oportunis
A
A
A
JAKARTA - Ketua Umum DPP Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, partainya tidak memiliki bakat menjadi bunglon ataupun oportunis. Pria yang akrab disapa SBY ini menegaskan bahwa Partai Demokrat tetap konsisten untuk mendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi) beserta pemerintahannya guna menuntaskan masa bhaktinya.
"Tidak ada niat sekecilpun, apalagi tindakan, untuk menjatuhkan pemerintahan di tengah jalan," ujar SBY dalam pidatonya di acara Dies Natalies ke -15 Partai Demokrat, Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta, Selasa (7/2/2017) malam.
Kata dia, tiga sikap politik Partai Demokrat dalam hubungannya dengan pemerintah sebagaimana hasil Kongres Surabaya dua tahun lalu, juga tetap dipertahankan.
Pertama, lanjut dia, pejabat eksekutif, baik gubernur, bupati, dan wali kota dari Demokrat, ataupun wakil-wakilnya, wajib loyal dan mendukung penuh Presiden Jokowi. Kedua, Partai Demokrat mendukung penuh setiap keputusan Presiden dan kebijakan pemerintah yang tepat dan benar, serta pro-rakyat.
Ketiga, Partai Demokrat akan mengkritisi dan mengoreksi keputusan Presiden dan kebijakan pemerintah yang keliru dan tidak tepat, serta bertentangan dengan kehendak rakyat.
Sementara itu, lanjut dia, Partai Demokrat konsisten untuk tetap berada di luar pemerintahan, seraya menjalankan peran dan tugas “social and political control”.
Partai Demokrat, kata dia, memilih untuk menjaga kemerdekaan dan kemandiriannya, terlebih ketika tidak banyak yang mau dan berani bersuara, baik di parlemen maupun di arena publik.
"Memang sepertinya kita merasa sendiri dan tidak punya teman. Ada yang mengatakan kini Partai Demokrat dikucilkan ataupun tidak dianggap. Tetapi hal itu bukanlah sebuah aib. Partai kita bukan partai terlarang," ungkapnya.
Dia menambahkan, menjadi partai dan kader yang di sini senang, di sana senang, bukanlah pilihan pihaknya. "Kita harus punya warna. Kita harus memiliki karakter," katanya.
Lebih lanjut dia mengatakan, Kalau DNA Partai Demokrat adalah demokrasi, ekonomi dan keberpihakan kepada rakyat kecil, maka itu lah darah Demokrat. Baik ketika sedang berada di kekuasaan maupun tidak, lanjut dia, itu pula jati diri dan platform partainya.
"Kita tak punya bakat menjadi bunglon ataupun oportunis. Kita harus menjadi kesatria. Ketika kita kalah dalam Pemilu 2014 yang lalu, kita bisa menerima kekalahan itu. Kita kasih karpet merah kepada pemimpin dan pemerintahan yang baru," ucapnya.
Jika Partai Demokrat sangat menyuarakan persamaan (equality) dan keadilan sosial, lanjut SBY, tidak berarti Demokrat menjadi partai sosialis atau partai kiri. Kata dia, Partai Demokrat akan tetap menjadi partai tengah, partai nasionalis-religius, dan partai yang mencintai keberagaman.
Dia menambahkan, sikap xenophobic dan ultra-nasionalistik bukan pilihan Demokrat. "Segaris dengan yang pernah diucapkan oleh Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945, nasionalisme yang dianut Demokrat adalah nasionalisme yang bergandengan dengan bangsa-bangsa sedunia," timpalnya.
Partai Demokrat, kata SBY, mendambakan kehidupan masyarakat Indonesia yang religius. Peran agama, agama manapun, amat penting untuk membangun akhlak dan budi pekerti manusia Indonesia.
Maka, Negara harus menghormati agama, agama manapun, dan memberikan ruang dan tempatnya yang mulia.
"Bukan sebaliknya, memusuhi dan membencinya. Indonesia memang bukan Negara Agama, tetapi Negara yang BerkeTuhanan," pungkasnya.
"Tidak ada niat sekecilpun, apalagi tindakan, untuk menjatuhkan pemerintahan di tengah jalan," ujar SBY dalam pidatonya di acara Dies Natalies ke -15 Partai Demokrat, Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta, Selasa (7/2/2017) malam.
Kata dia, tiga sikap politik Partai Demokrat dalam hubungannya dengan pemerintah sebagaimana hasil Kongres Surabaya dua tahun lalu, juga tetap dipertahankan.
Pertama, lanjut dia, pejabat eksekutif, baik gubernur, bupati, dan wali kota dari Demokrat, ataupun wakil-wakilnya, wajib loyal dan mendukung penuh Presiden Jokowi. Kedua, Partai Demokrat mendukung penuh setiap keputusan Presiden dan kebijakan pemerintah yang tepat dan benar, serta pro-rakyat.
Ketiga, Partai Demokrat akan mengkritisi dan mengoreksi keputusan Presiden dan kebijakan pemerintah yang keliru dan tidak tepat, serta bertentangan dengan kehendak rakyat.
Sementara itu, lanjut dia, Partai Demokrat konsisten untuk tetap berada di luar pemerintahan, seraya menjalankan peran dan tugas “social and political control”.
Partai Demokrat, kata dia, memilih untuk menjaga kemerdekaan dan kemandiriannya, terlebih ketika tidak banyak yang mau dan berani bersuara, baik di parlemen maupun di arena publik.
"Memang sepertinya kita merasa sendiri dan tidak punya teman. Ada yang mengatakan kini Partai Demokrat dikucilkan ataupun tidak dianggap. Tetapi hal itu bukanlah sebuah aib. Partai kita bukan partai terlarang," ungkapnya.
Dia menambahkan, menjadi partai dan kader yang di sini senang, di sana senang, bukanlah pilihan pihaknya. "Kita harus punya warna. Kita harus memiliki karakter," katanya.
Lebih lanjut dia mengatakan, Kalau DNA Partai Demokrat adalah demokrasi, ekonomi dan keberpihakan kepada rakyat kecil, maka itu lah darah Demokrat. Baik ketika sedang berada di kekuasaan maupun tidak, lanjut dia, itu pula jati diri dan platform partainya.
"Kita tak punya bakat menjadi bunglon ataupun oportunis. Kita harus menjadi kesatria. Ketika kita kalah dalam Pemilu 2014 yang lalu, kita bisa menerima kekalahan itu. Kita kasih karpet merah kepada pemimpin dan pemerintahan yang baru," ucapnya.
Jika Partai Demokrat sangat menyuarakan persamaan (equality) dan keadilan sosial, lanjut SBY, tidak berarti Demokrat menjadi partai sosialis atau partai kiri. Kata dia, Partai Demokrat akan tetap menjadi partai tengah, partai nasionalis-religius, dan partai yang mencintai keberagaman.
Dia menambahkan, sikap xenophobic dan ultra-nasionalistik bukan pilihan Demokrat. "Segaris dengan yang pernah diucapkan oleh Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945, nasionalisme yang dianut Demokrat adalah nasionalisme yang bergandengan dengan bangsa-bangsa sedunia," timpalnya.
Partai Demokrat, kata SBY, mendambakan kehidupan masyarakat Indonesia yang religius. Peran agama, agama manapun, amat penting untuk membangun akhlak dan budi pekerti manusia Indonesia.
Maka, Negara harus menghormati agama, agama manapun, dan memberikan ruang dan tempatnya yang mulia.
"Bukan sebaliknya, memusuhi dan membencinya. Indonesia memang bukan Negara Agama, tetapi Negara yang BerkeTuhanan," pungkasnya.
(sms)