Khawatir Situasi Nasional, SBY Teringat Tahun 1964-1965
loading...
A
A
A
JAKARTA - Presiden ke-6 Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengungkapkan kekhawatirannya terkait kehidupan masyarakat dan bangsa di Tanah Air akhir-akhir ini.
(Baca juga : Soal Like Akun Porno, Habiburokhman Duga Twitter Fadli Zon Dibajak )
SBY menilai ada keretakan dalam kerukunan masyarakat atau harmoni sosial. "Khususnya berkaitan dengan kerukunan masyarakat atau harmoni sosial yang menurut saya terasa retak dan jauh dari semangat persaudaraan kita sebagai bangsa," kata SBY dalam tulisannya berjudul Indonesia Tahun 2021, Peluang untuk Sukses Ada, Jangan Kita Sia-siakan yang diposting di laman akun Facebooknya, Jumat (8/1/2021).
(Baca juga : Polri Itu Polisi Pemerintah, Selalu Sulit Berjarak dengan Kekuasaan )
Menurut pengamatan SBY, kondisi bermula dari tiga atau empat tahun lalu, tepatnya saat dinamika politik pada Pilkada DKI Jakarta tahun 2017. Sejak saat itu sepertinya terbangun jarak dan pemisah dalam kehidupan masyarakat.(Baca Juga: Viral, Trump dan Keluarganya Pesta saat Massa Perusuh Capitol Tiba
Menurut dia, sebagian menganggap mereka yang tidak sama identitasnya misalnya agama, partai politiknya dan juga garis ideologinya adalah lawan. Alhasil untuk bicara pun merasa tidak nyaman. Garis permusuhan ini bahkan menembus lingkaran persahabatan yang sudah terbangun lama, bahkan lingkaran-lingkaran keluarga.
"Saya sungguh prihatin jika lingkaran tentara dan polisi yang harusnya menjadi contoh dalam persatuan dan persaudaraan kita sebagai bangsa juga tak bebas dari hawa permusuhan ini. Keadaan ini sungguh menyedihkan dan sekaligus membahayakan masa depan bangsa kita," tutur mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat ini. ( )
SBY mengaku teringat saat tahun 1964-1965 silam. SBY yang saat itu masih duduk di bangku SMA melihat masyarakat hingga tingkat grassrootsterbelah karena faktor politik dan ideologi.
"Polarisasi sosial tajam. Pelajar, mahasiswa, pemuda, guru, buruh, petani dan sejumlah elemen masyarakat terbelah. Bahkan berhadap-hadapan. Faktor inilah yang barangkali setelah terjadi Gerakan 30 September 1965 yang berdarah dulu, kekerasan terjadi di seluruh Tanah Air dengan korban jiwa yang cukup besar," tuturnya.
SBY juga menceritakan pengalamannya ketika ikut menyelesaikan konflik komunal yang berbasiskan identitas di berbagai daerah. Dalam kapasitasnya sebagai Menteri Koordinator Politik Keamanan (Menko Polkam).
(Baca juga : Soal Like Akun Porno, Habiburokhman Duga Twitter Fadli Zon Dibajak )
SBY menilai ada keretakan dalam kerukunan masyarakat atau harmoni sosial. "Khususnya berkaitan dengan kerukunan masyarakat atau harmoni sosial yang menurut saya terasa retak dan jauh dari semangat persaudaraan kita sebagai bangsa," kata SBY dalam tulisannya berjudul Indonesia Tahun 2021, Peluang untuk Sukses Ada, Jangan Kita Sia-siakan yang diposting di laman akun Facebooknya, Jumat (8/1/2021).
(Baca juga : Polri Itu Polisi Pemerintah, Selalu Sulit Berjarak dengan Kekuasaan )
Menurut pengamatan SBY, kondisi bermula dari tiga atau empat tahun lalu, tepatnya saat dinamika politik pada Pilkada DKI Jakarta tahun 2017. Sejak saat itu sepertinya terbangun jarak dan pemisah dalam kehidupan masyarakat.(Baca Juga: Viral, Trump dan Keluarganya Pesta saat Massa Perusuh Capitol Tiba
Menurut dia, sebagian menganggap mereka yang tidak sama identitasnya misalnya agama, partai politiknya dan juga garis ideologinya adalah lawan. Alhasil untuk bicara pun merasa tidak nyaman. Garis permusuhan ini bahkan menembus lingkaran persahabatan yang sudah terbangun lama, bahkan lingkaran-lingkaran keluarga.
"Saya sungguh prihatin jika lingkaran tentara dan polisi yang harusnya menjadi contoh dalam persatuan dan persaudaraan kita sebagai bangsa juga tak bebas dari hawa permusuhan ini. Keadaan ini sungguh menyedihkan dan sekaligus membahayakan masa depan bangsa kita," tutur mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat ini. ( )
SBY mengaku teringat saat tahun 1964-1965 silam. SBY yang saat itu masih duduk di bangku SMA melihat masyarakat hingga tingkat grassrootsterbelah karena faktor politik dan ideologi.
"Polarisasi sosial tajam. Pelajar, mahasiswa, pemuda, guru, buruh, petani dan sejumlah elemen masyarakat terbelah. Bahkan berhadap-hadapan. Faktor inilah yang barangkali setelah terjadi Gerakan 30 September 1965 yang berdarah dulu, kekerasan terjadi di seluruh Tanah Air dengan korban jiwa yang cukup besar," tuturnya.
SBY juga menceritakan pengalamannya ketika ikut menyelesaikan konflik komunal yang berbasiskan identitas di berbagai daerah. Dalam kapasitasnya sebagai Menteri Koordinator Politik Keamanan (Menko Polkam).