Ekonomi dan Kegaduhan
A
A
A
PERTUMBUHAN ekonomi Indonesia pada 2016 mencapai 5,02% di bawah ekspektasi pemerintah yang menargetkan pada 5,2%. Meskipun lebih baik dalam pertumbuhan pada 2015, yaitu 4,88%, Indonesia masih kalah dengan Vietnam (6,2%) dan Filipina (6,8%).
Pemangkasan belanja negara, terutama pada semester II 2016 ternyata mempunyai peran tentang capaian pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2016. Di sisi lain, suksesnya tax amnesty pada periode pertama juga menjadi trigger pertumbuhan ekonomi.
Apakah pertumbuhan ini kurang bagus? Tentu patut kita syukuri di tengah kondisi global dan penataan yang dilakukan oleh pemerintah. Namun, tetap di luar harapan pemerintah dan ini yang harus menjadi evaluasi pemerintah.
Pada 2017 ini pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 5,1% atau lebih tinggi dibandingkan capaian 2016 dan lebih rendah dari target pada 2016. Salah satu hal yang akan digenjot untuk mendapatkan pertumbuhan ekonomi 5,1%, pemerintah akan meningkatkan investasi yang masuk karena diyakini investasi akan menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi. Tentu banyak faktor untuk meningkatkan investasi di Tanah Air.
Pembangunan infrastruktur yang saat ini menjadi fokus pemerintah adalah salah satu dari faktor pengusaha untuk menanamkan uangnya. Sejak 2014 hingga saat ini, semestinya sebagian infrastruktur yang dibangun bisa dijadikan alat untuk menarik investor.
Pembangunan jalan, pelabuhan, bandara, dan lain-lainnya harus sudah berdampak terhadap perekonomian di Indonesia. Dengan begitu, pada akhir 2017 nanti semestinya bisa diukur seberapa besar dampak pembangunan terhadap minat investor.
Jika tidak terlalu berdampak, pemerintah harus mengkajinya. Jadi sekali lagi, pembangunan infrastruktur sejak akhir 2014 sudah harus memiliki dampak. Jika pada 2015 atau 2016 belum terlalu memiliki dampak, sebagian orang bisa memaklumi.
Persoalan yang hampir mendekati infrastruktur adalah dwelling time pelabuhan-pelabuhan Indonesia. Persoalan dwelling time pelabuhan menjadi concern pemerintah karena masih di bawah Singapura dan Malaysia sehingga membuat investor juga berpikir panjang untuk menanamkan uangnya.
Pada 2017 ini semestinya harus sudah ada perbaikan. Jika tidak ada perbaikan, tentu ini akan menjadi hambatan untuk bisa menarik investor.
Selain itu, kepastian hukum di Tanah Air. Kepastian hukum yang dimaksud adalah bagaimana pengurusan surat-surat perizinan. Pemerintah juga fokus pada persoalan ini sejak awal.
Nah, jika pada 2017 ini masih menjadi kendala bagi investor, tentu ada yang salah. Semestinya pengurusan izin-izin investasi lebih cepat karena, sama dengan infrastruktur, persoalan ini menjadi fokus dari pemerintahan Jokowi-JK sejak mereka memimpin (akhir 2014).
Namun, hal yang penting di luar ekonomi yang semestinya diperhatikan pemerintah adalah kegaduhan politik dan sosial yang terus saja terjadi. Dari persoalan penistaan agama, dugaan penyadapan telepon, saling mengadu kasus di kepolisian, perombakan mendadak direksi BUMN, hingga informasi hoax yang meracuni masyarakat seolah tidak berhenti menjadi polemik.
Ini yang membuat investor juga akan berpikir ulang karena selain ekonomi, stabilitas sosial dan politik juga harus dijaga. Akan menjadi percuma infrastruktur tersedia, kepastian hukum perizinan dipermudah, pengiriman barang lebih cepat, namun sosial politik terus gaduh sehingga akan membuat investor ragu, bahkan ogah menanamkan uangnya.
Pemerintah pasti tahu bahwa kegaduhan ini justru akan membuat strategi menarik investor akan berantakan. Namun, di sisi lain juga pemerintah belum mempunyai strategi yang jitu meredam gejolak sosial dan politik.
Pihak-pihak yang di luar pemerintah pun setali tiga uang dengan terus berteriak membuat kegaduhan. Para tokoh nasional pun justru ikut terseret arus kegaduhan yang membuat masyarakat menjadi bingung.
Jika kegaduhan sosial politik ini terus terjadi meskipun infrastruktur, perizinan, dan dwelling time berjalan baik, target pertumbuhan ekonomi 5,1% tampaknya akan di luar ekspektasi lagi. Jadi, pemerintah harus juga mempunyai strategi yang jitu, bukan hanya persoalan ekonomi, tapi juga sosial politik jika ingin pertumbuhan ekonomi di atas 5%.
Pemangkasan belanja negara, terutama pada semester II 2016 ternyata mempunyai peran tentang capaian pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2016. Di sisi lain, suksesnya tax amnesty pada periode pertama juga menjadi trigger pertumbuhan ekonomi.
Apakah pertumbuhan ini kurang bagus? Tentu patut kita syukuri di tengah kondisi global dan penataan yang dilakukan oleh pemerintah. Namun, tetap di luar harapan pemerintah dan ini yang harus menjadi evaluasi pemerintah.
Pada 2017 ini pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 5,1% atau lebih tinggi dibandingkan capaian 2016 dan lebih rendah dari target pada 2016. Salah satu hal yang akan digenjot untuk mendapatkan pertumbuhan ekonomi 5,1%, pemerintah akan meningkatkan investasi yang masuk karena diyakini investasi akan menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi. Tentu banyak faktor untuk meningkatkan investasi di Tanah Air.
Pembangunan infrastruktur yang saat ini menjadi fokus pemerintah adalah salah satu dari faktor pengusaha untuk menanamkan uangnya. Sejak 2014 hingga saat ini, semestinya sebagian infrastruktur yang dibangun bisa dijadikan alat untuk menarik investor.
Pembangunan jalan, pelabuhan, bandara, dan lain-lainnya harus sudah berdampak terhadap perekonomian di Indonesia. Dengan begitu, pada akhir 2017 nanti semestinya bisa diukur seberapa besar dampak pembangunan terhadap minat investor.
Jika tidak terlalu berdampak, pemerintah harus mengkajinya. Jadi sekali lagi, pembangunan infrastruktur sejak akhir 2014 sudah harus memiliki dampak. Jika pada 2015 atau 2016 belum terlalu memiliki dampak, sebagian orang bisa memaklumi.
Persoalan yang hampir mendekati infrastruktur adalah dwelling time pelabuhan-pelabuhan Indonesia. Persoalan dwelling time pelabuhan menjadi concern pemerintah karena masih di bawah Singapura dan Malaysia sehingga membuat investor juga berpikir panjang untuk menanamkan uangnya.
Pada 2017 ini semestinya harus sudah ada perbaikan. Jika tidak ada perbaikan, tentu ini akan menjadi hambatan untuk bisa menarik investor.
Selain itu, kepastian hukum di Tanah Air. Kepastian hukum yang dimaksud adalah bagaimana pengurusan surat-surat perizinan. Pemerintah juga fokus pada persoalan ini sejak awal.
Nah, jika pada 2017 ini masih menjadi kendala bagi investor, tentu ada yang salah. Semestinya pengurusan izin-izin investasi lebih cepat karena, sama dengan infrastruktur, persoalan ini menjadi fokus dari pemerintahan Jokowi-JK sejak mereka memimpin (akhir 2014).
Namun, hal yang penting di luar ekonomi yang semestinya diperhatikan pemerintah adalah kegaduhan politik dan sosial yang terus saja terjadi. Dari persoalan penistaan agama, dugaan penyadapan telepon, saling mengadu kasus di kepolisian, perombakan mendadak direksi BUMN, hingga informasi hoax yang meracuni masyarakat seolah tidak berhenti menjadi polemik.
Ini yang membuat investor juga akan berpikir ulang karena selain ekonomi, stabilitas sosial dan politik juga harus dijaga. Akan menjadi percuma infrastruktur tersedia, kepastian hukum perizinan dipermudah, pengiriman barang lebih cepat, namun sosial politik terus gaduh sehingga akan membuat investor ragu, bahkan ogah menanamkan uangnya.
Pemerintah pasti tahu bahwa kegaduhan ini justru akan membuat strategi menarik investor akan berantakan. Namun, di sisi lain juga pemerintah belum mempunyai strategi yang jitu meredam gejolak sosial dan politik.
Pihak-pihak yang di luar pemerintah pun setali tiga uang dengan terus berteriak membuat kegaduhan. Para tokoh nasional pun justru ikut terseret arus kegaduhan yang membuat masyarakat menjadi bingung.
Jika kegaduhan sosial politik ini terus terjadi meskipun infrastruktur, perizinan, dan dwelling time berjalan baik, target pertumbuhan ekonomi 5,1% tampaknya akan di luar ekspektasi lagi. Jadi, pemerintah harus juga mempunyai strategi yang jitu, bukan hanya persoalan ekonomi, tapi juga sosial politik jika ingin pertumbuhan ekonomi di atas 5%.
(poe)