Penyadapan Ilegal

Sabtu, 04 Februari 2017 - 07:34 WIB
Penyadapan Ilegal
Penyadapan Ilegal
A A A
PRESIDEN RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mendadak menggelar jumpa pers pada Rabu (1/2/2017). Dia mengaku hak privasinya telah diinjak-injak terkait dugaan penyadapan telepon dirinya dengan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Maruf Amin. Penyadapan ini memang patut disesalkan karena merupakan kejahatan serius terhadap negara dan masyarakat Indonesia.

Kalau kita runut ke belakang, dugaan penyadapan ini muncul dari sidang kasus penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada Selasa (31/1/2017). Saat itu Ahok dan kuasa hukumnya mengancam Maruf Amin akan memerkarakan secara hukum karena dianggap memberikan kesaksian yang tidak benar.

Mereka mengklaim punya bukti kuat terkait percakapan telepon SBY dan Maruf Amin. Bukti kuat yang disampaikan Ahok dan kuasa hukumnya itu diduga berupa rekaman sadapan telepon.

Dugaan penyadapan terhadap SBY ini sangat mengkhawatirkan kita semua. SBY adalah mantan presiden kita yang menjabat dua periode.

Namun, berbagai keistimewaan yang diberikan negara tak membuatnya terbebas dari target penyadapan. Tentu ini sebuah ironi. Padahal, negara seharusnya memperlakukan mantan pemimpin negara secara layak.

Bagaimana dengan masyarakat biasa? Tentu akhirnya masyarakat patut curiga, jangan-jangan selama ini kita sebagai warga negara biasa menjadi target penyadapan pihak-pihak tertentu, apalagi orang yang dianggap memiliki pandangan politik yang berbeda dengan pemerintah. Kesimpulan ini tidak berlebihan jika melihat apa yang diduga dialami oleh SBY tersebut.

Sekarang yang menjadi pertanyaan kita semua adalah siapa yang melakukan penyadapan? Hingga kini masih misterius. Semuanya bungkam.

Lembaga-lembaga negara yang memiliki kewenangan untuk melakukan penyadapan seperti BIN dan Polri secara tegas sudah membantahnya. Istana pun telah membantah terlibat dalam penyadapan itu.

Ahok dan kuasa hukumnya juga tidak mau mengungkapkan dari siapa sebenarnya penyuplai data sadapan SBY dan Maruf Amin. Mereka malah membantah telah memiliki data sadapan.

Di lain kesempatan, kuasa hukum Ahok mengungkapkan datanya didapat dari Tuhan. Pernyataan yang sungguh tidak bertanggung jawab.

Tak mengherankan kalau masalah ini masih menjadi benang kusut yang justru memanaskan kembali situasi politik nasional. Bola liar yang terus menggelinding ini akhirnya dimanfaatkan sejumlah fraksi di DPR yang mewacanakan untuk mencari dukungan dalam penggunaan hak angket untuk menyelidiki dugaan penyadapan ilegal tersebut.

Wacana hak angket ini masih bergulir di DPR. Tidak sedikit yang setuju terutama dari Demokrat. Gerindra memberikan sinyal mendukung meski belum final. PKS suaranya belum mengerucut, tapi sebagai oposisi ada kemungkinan mendukung.

Tentu pertempurannya dipastikan berlangsung seru karena partai pendukung pemerintah yang kini jumlahnya mayoritas (PDIP, Golkar, PPP, PAN, PKB, Hanura, dan NasDem) di DPR kemungkinan besar tak akan membiarkan penggalangan suara untuk mengegolkan hak angket ini terwujud.

Pertarungan ini dikhawatirkan menjadi bola liar yang justru akan kontraproduktif bagi kemajuan bangsa. Di sejumlah negara, kasus penyadapan ini menjadi masalah serius bahkan ada yang berujung pemakzulan seperti kasus skandal Watergate Presiden AS Richard Nixon.

Karena itu, satu-satunya jalan adalah Polri harus segera bersikap dengan menyelidiki dugaan penyadapan ini sampai tuntas dan seret pelakunya ke pengadilan. Polisi tak perlu menunggu laporan dari SBY atau siapa pun karena kasus dugaan penyadapan ini bukan delik aduan seperti halnya pembunuhan atau pencurian.

Pelanggaran penyadapan ini melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang hukumannya cukup berat, penjara maksimal 10 tahun dan atau denda paling banyak Rp800 juta.

Kini bola panas ada di tangan Polri. Presiden Joko Widodo bisa mendorong Polri untuk mengungkap kasus ini sampai tuntas. Tujuannya agar kasus ini menjadi terang benderang sehingga tak ada lagi saling curiga dan kegaduhan yang tidak perlu.

Dan ke depan, pemerintah dan aparat keamanan harus memastikan tidak ada lagi penyadapan ilegal. Penyadapan harus dilakukan sesuai aturan perundangan. Penyadapan yang liar akan berimplikasi serius pada tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan aparat hukum.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3635 seconds (0.1#10.140)