Uji Materi dan Suap ke Patrialis, Kepentingan Kartel Impor Daging

Selasa, 31 Januari 2017 - 23:42 WIB
Uji Materi dan Suap...
Uji Materi dan Suap ke Patrialis, Kepentingan Kartel Impor Daging
A A A
JAKARTA - ‎Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan 20 perusahaan tersangka pemberi suap Basuki Hariman merupakan bagian dari kartel impor daging. Kartel tersebut ikut andil dalam uji materi perkara yang menyeret tersangka penerima suap Patrialis Akbar selaku hakim Mahkamah Konstitusi (MK).

Penegasan tersebut disampaikan Wakil Ketua KPK‎ Laode Muhammad Syarif menyikapi pernyataan Basuki Hariman terkait dugaan adanya monopoli yang dilakukan Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum) Bulog untuk impor daging, khususnya dari India dan Bulog bagian dari kartel. Syarif menyatakan, tudingan Basuki itu tidak benar dan Bulog bukan kartel impor daging.

"Bukan Bulog yang kartelnya. Kalau soal daging ini kan memang dia (Basuki) yang terlibat. Dia (Basuki) itu kartelnya. Lihat saja kami dapatkan 28 stempel di perusahannya. Jadi mereka pengusaha daging sapi," tegas Syarif sebelum menghadiri acara PBNU di depan pintu ruang basement Gedung KPK, Jakarta, Selasa (31/1/2017) malam.

Untuk 28 stempel atau cap disita saat penggeledahan di kantor PT Sumber Laut Perkasa (SLP) milik Basuki pada Jumat 28 Januari 2017). Stempel atau cap itu bertuliskan nama kementerian atau direktorat jenderal di Indonesia dan organisasi internasional dari beberapa negara yang terkait dengan importasi daging di dunia.

Syarif melanjutkan, tugas dan wewenang Bulog sudah diatur dalam undang-undang tersendiri. Sedangkan untuk aturan impor daging sapi sudah ada dan didasarkan pada peraturan presiden (perpres). Dari temuan KPK, perpres tersebut diteken karena ternyata Basuki dan kawan-kawannya berkeinginan melakukan monopoli.

"Basuki ini yang ingin memonopoli, sehingga dengan adanya impor dari Bulog itu, merasa tersaingi karena nggak bisa menjual lebih mahal. Itu makanya mereka meminta JR (judicial review) supaya jangan dibolehkan Bulog untuk mengimpor dari negara yang dianggap belum 100% bebas penyakit mulut dan kuku," bebernya.
(wib)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7473 seconds (0.1#10.140)