KPK Akan Panggil Hakim MK Terkait Kasus Patrialis Akbar
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengisyaratkan untuk segera meminta keterangan sejumlah hakim Mahkamah Konstitusi (MK), terkait kasus dugaan suap yang melibatkan Patrialis Akbar.
Sebelumnya MK telah membuka diri untuk diperiksa sebagai saksi oleh KPK. Bahkan Ketua MK Arief Hidayat memastikan, pemeriksaan terhadap hakim MK tidak perlu membutuhkan izin presiden.
"Ke depan jika dibutuhkan, para hakim konstitusi atau pihak lain akan dipanggil sebagai saksi," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dihubungi, di Jakarta, Sabtu (28/1/2017).
Menurut Febri, usai penetapan Patrialis Akbar sebagai tersangka, KPK memang sudah mulai melakukan pemeriksaan saksi dan kegiatan penyidikan lainnya.
Khusus untuk hakim MK, menurut dia bisa saja dilakukan tidak hanya kepada hakim yang ada di dalam panel pengujian Undang-Undang (UU) 41/2014, tetapi juga untuk hakim lainnya.
"Sebagai sebuah perkara Judicial Review majelis hakim plenonya adalah sembilan orang," ucapnya.
Untuk diketahui, aturan mengenai pemeriksaan hakim MK atas izin presiden diatur UU no 24/2003 yang diubah menjadi UU Nomor 8/2011 Pasal 6 Ayat 2 yang menyebutkan bahwa hakim konstitusi dapat dikenakan tindakan kepolisian atas perintah Jaksa Agung setelah mendapat persetujuan presiden.
Kecuali tertangkap tangan melakukan tindakan pindana atau berdasarkan bukti permulaan cukup, disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara.
Sebelumnya, Patrialis Akbar bersama Kamaludin (swasta) sudah ditetapkan menjadi tersangka penerima suap USD20.000 (setara Rp270 juta) dan SGD200.000 (setara Rp1,95 miliar) dari dua tersangka pemberi suap yakni pengusaha impor daging pemilik 20 perusahaan Basuki Hariman (BHR) dan Ng Fenny (NGF) selaku Sekretaris Basuki.
Suap terkait dengan dugaan pengurusan putusan perkara Nomor: 129/PU-XIII/2015 tentang Sistem Zonasi dalam Pemasukan (impor) Hewan Ternak, dalam objek permohonan JR Undang-Undang (UU) Nomor 18/2009 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 41/2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan terhadap UUD 1945.
Suap diberikan diduga agar MK mengabulkan gugatan dengan tujuan menguntungkan perusahaan Basuki. Penetapan tersangka dan penahanan Patrialis merupakan hasil dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada Rabu 25 Januari 2017, pukul 10.00 WIB hingga pukul 21.30 WIB.
Penangkapan terjadi di lapangan golf Rawamangun, Jakarta Timur, kantor perusahaan Basuki di Sunter, Jakarta Utara, dan pusat perbelanjaan Grand Indonesia (GI), Jakarta Pusat (Jakpus).
Sebelumnya MK telah membuka diri untuk diperiksa sebagai saksi oleh KPK. Bahkan Ketua MK Arief Hidayat memastikan, pemeriksaan terhadap hakim MK tidak perlu membutuhkan izin presiden.
"Ke depan jika dibutuhkan, para hakim konstitusi atau pihak lain akan dipanggil sebagai saksi," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dihubungi, di Jakarta, Sabtu (28/1/2017).
Menurut Febri, usai penetapan Patrialis Akbar sebagai tersangka, KPK memang sudah mulai melakukan pemeriksaan saksi dan kegiatan penyidikan lainnya.
Khusus untuk hakim MK, menurut dia bisa saja dilakukan tidak hanya kepada hakim yang ada di dalam panel pengujian Undang-Undang (UU) 41/2014, tetapi juga untuk hakim lainnya.
"Sebagai sebuah perkara Judicial Review majelis hakim plenonya adalah sembilan orang," ucapnya.
Untuk diketahui, aturan mengenai pemeriksaan hakim MK atas izin presiden diatur UU no 24/2003 yang diubah menjadi UU Nomor 8/2011 Pasal 6 Ayat 2 yang menyebutkan bahwa hakim konstitusi dapat dikenakan tindakan kepolisian atas perintah Jaksa Agung setelah mendapat persetujuan presiden.
Kecuali tertangkap tangan melakukan tindakan pindana atau berdasarkan bukti permulaan cukup, disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara.
Sebelumnya, Patrialis Akbar bersama Kamaludin (swasta) sudah ditetapkan menjadi tersangka penerima suap USD20.000 (setara Rp270 juta) dan SGD200.000 (setara Rp1,95 miliar) dari dua tersangka pemberi suap yakni pengusaha impor daging pemilik 20 perusahaan Basuki Hariman (BHR) dan Ng Fenny (NGF) selaku Sekretaris Basuki.
Suap terkait dengan dugaan pengurusan putusan perkara Nomor: 129/PU-XIII/2015 tentang Sistem Zonasi dalam Pemasukan (impor) Hewan Ternak, dalam objek permohonan JR Undang-Undang (UU) Nomor 18/2009 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 41/2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan terhadap UUD 1945.
Suap diberikan diduga agar MK mengabulkan gugatan dengan tujuan menguntungkan perusahaan Basuki. Penetapan tersangka dan penahanan Patrialis merupakan hasil dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada Rabu 25 Januari 2017, pukul 10.00 WIB hingga pukul 21.30 WIB.
Penangkapan terjadi di lapangan golf Rawamangun, Jakarta Timur, kantor perusahaan Basuki di Sunter, Jakarta Utara, dan pusat perbelanjaan Grand Indonesia (GI), Jakarta Pusat (Jakpus).
(maf)