Ketimpangan Ekonomi

Rabu, 18 Januari 2017 - 09:21 WIB
Ketimpangan Ekonomi
Ketimpangan Ekonomi
A A A
AHLI ekonomi Inggris, Gerard Lyons, menilai kesenjangan antara kaya dan miskin terjadi karena beberapa perusahaan memang menggunakan model bisnis yang egois. Mereka hanya fokus pada pemerkayaan diri sendiri dan eksekutif papan atas dengan tuntutan profit tinggi.

Di sisi lain, banyak orang bekerja keras, tapi tidak mampu meraih pendapat yang memadai. Dia pun berharap pemerintah menegakkan keadilan sehingga kekayaan bisa terdistribusi secara merata (KORAN SINDO, 17 Januari 2017).

Pernyataan Lyons ini menanggapi hasil survei Oxfam yang menyebutkan jumlah harta delapan orang terkaya di dunia setara dengan kekayaan 3,6 miliar penduduk miskin dunia. Jumlah penduduk miskin ini hampir separuh dari jumlah penduduk dunia, yaitu sekitar 7,4 miliar (2015).

Harta miliarder dunia mencapai USD426 miliar atau sekitar Rp5.668 triliun, sedangkan harta 3,6 miliar penduduk miskin dunia mencapai USD409 miliar atau Rp5.465 triliun. Perbedaan jumlah kepemilikan harta tersebut memang mencengangkan. Bayangkan, hanya delapan orang bisa mengalahkan 3,6 miliar orang.

Di Indonesia, Credit Suisse juga menyebutkan masyarakat Indonesia yang memiliki kekayaan di bawah USD10.000 mencapai 84,3% sedangkan mereka yang memiliki kekayaan lebih dari USD1 juta hanya 0,1%. Ketimpangan atau ketidakmerataan masih menjadi persoalan di Tanah Air.
Ketimpangan tampak jelas jika dilihat dari demografi penduduk di wilayah barat dan timur. Saat ini memang Gini ratio Indonesia mencapai 0,39%; namun ketimpangan kekayaan Indonesia, menurut Credit Suisse, menempati peringkat kedua di ASEAN.

Persoalan upah buruh yang tidak merata juga disebut sebagai penyebab ketimpangan ini. Simpanan tabungan dan investasi yang tidak merata membuat ketimpangan di Indonesia masih terjadi lumayan besar.

Pemerintah pun harus bisa terus menekan angka ketimpangan ini agar pertumbuhan ekonomi yang katanya terbaik ketiga di dunia ini mempunyai kualitas yang baik. Percuma pertumbuhan ekonomi yang tinggi bila ketimpangan masih terjadi. Karena itu sama artinya pertumbuhan ekonomi hanya bisa dinikmati sebagian kecil masyarakat Indonesia.

Untuk mengatasi ketimpangan ini pemerintah memang harus melakukan intervensi kepada masyarakat lapisan bawah. Jika ekonomi semata diserahkan kepada pasar, ketimpangan akan semakin besar.

Jika pemerintah selama ini terus mengampanyekan tentang investasi yang cenderung bisa menguntungkan investor (pengusaha), maka pemerintah juga menyeimbangkan memberikan fasilitas yang produktif kepada masyarakat bawah. Jika perlu pemerintah memberikan insentif yang lebih menarik kepada upaya-upaya produktif masyarakat lapisan bawah atau juga masyarakat di kawasan Indonesia timur.

Untuk kaum pekerja tentu meningkatkan upah menjadi persoalan yang rumit bagi pemerintah. Meningkatkan upah minimum seolah bertolak belakang dengan upaya pemerintah menarik investor karena pengusaha tentu akan lebih tertarik dengan upah pekerja yang rendah. Namun, anggapan itu tidak sepenuhnya benar.

Prinsip pengusaha adalah kestabilan kebijakan sehingga mereka bisa melakukan forecast bisnis dengan baik. Artinya, meningkatkan upah minimum sekaligus mampu memotong biaya bisnis lain (distribusi dan perizinan) disertai kepastian hukum dan politik yang baik itu bisa dilakukan. Dengan kata-kata lain, upaya menarik investor dan meningkatkan upah pekerja bisa seiring sejalan.

Kita hargai upaya pemerintah dalam melakukan pemangkasan birokrasi dan pembangunan infrastruktur untuk mengiming-imingi investor untuk menanamkan uangnya di Indonesia. Namun, upaya itu tampaknya perlu digenjot lagi.

Perimbangan dengan meningkatkan insentif ke hal-hal produktif buat masyarakat (bunga kredit rendah untuk UMKM) juga harus lebih masif dilakukan. Kegiatan Jawa-sentris juga harus digeser ke luar Jawa agar terjadi pemerataan pertumbuhan ekonomi di daerah luar Jawa, terutama Indonesia timur. Masyarakat tentu menginginkan peningkatan ekonomi bukan sekadar angka (kuantitatif), tapi juga meningkatkan kualitasnya hingga dirasakan merata seluruh masyarakat.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0663 seconds (0.1#10.140)