Kisah Klasik Pengawasan

Rabu, 04 Januari 2017 - 07:22 WIB
Kisah Klasik Pengawasan
Kisah Klasik Pengawasan
A A A
BAGI sebagian masyarakat, Tahun Baru 2017 tidak disambut dengan kebahagiaan. Selain kenaikan tarif penerbitan surat tanda nomor kendaraan (STNK), buku pemilik kendaraan bermotor (BPKB), dan tanda nomor kendaraan bermotor (TNKB) sekitar 100%, bahkan mencapai 200%, kebakaran kapal motor (KM) Zahro Express pada Minggu (1/1/2017) juga menjadikan awal tahun ini terasa pahit.

Kebakaran KM Zahro Express yang menewaskan puluhan penumpang dan beberapa masih belum ditemukan kembali menunjukkan betapa mengkhawatirkan transportasi massal di Indonesia.

Lagi-lagi, persoalan pengawasan dalam hal angkutan massal, terutama angkutan laut, menjadi sorotan tajam para anggota DPR sebagai pengawas dan organisasi masyarakat yang peduli dengan angkutan massal. Lemahnya pengawasan, atau mungkin bisa dikatakan sangat lemahnya pengawasan, seperti menjadi kisah klasik yang tidak pernah menemui solusi.

Para petugas selalu menganggap sepele pengawasan sehingga ketika ada peristiwa yang memakan korban jiwa baru tergopoh-gopoh untuk melakukan pengawasan. Setelah semua kembali berjalan normal, pengawasan kembali diabaikan dan menunggu kembali ada peristiwa tragis baru sadar kembali.

Bukan hanya pada angkutan laut, menurut data Komisi Nasional Keselamatan Nasional (KNKT), yang mengalami peningkatan dari 2015 ke 2016 (KORAN SINDO, 3 Januari 2017), namun pengawasan di angkutan darat seperti bus dan angkutan udara juga perlu ditingkatkan.

Angkutan darat seperti bus dan kereta api sudah ada peningkatan, begitu juga dengan angkutan udara. Kereta api pada program 2016 bahkan menerapkan program Zero Accident yang berjalan cukup baik dan mampu menekan angka kecelakaan. Sedangkan bus, meski masih ada bus yang berkendara ugal-ugalan, jumlah kecelakaannya mulai bisa ditekan.

Begitu juga dengan angkutan udara. Kasus terbaru yang mampu dicegah adalah kasus pilot yang dalam kondisi mabuk.

Pekerjaan rumah yang banyak tentang pengawasan angkutan massal memang terjadi di angkutan laut. Jumlah manifes yang selalu simpang siur di setiap kejadian. Over capacity atau alat keamanan yang tidak memenuhi standar selalu menjadi penyebab sebuah musibah. Padahal, dua hal tersebut sangat mudah untuk dilakukan pengawasan jika petugas syahbandar mau melakukannya.

Lemahnya pengawasan pun harus diusut bukan hanya karena ada prosedur yang tidak dilakukan, namun juga dugaan main mata antara operator angkutan laut dan petugas di syahbandar. Kecurigaan ini wajar terjadi agar kapal bisa diloloskan untuk beroperasi meski dalam kondisi tidak layak.

Pengawasan harus diikuti dengan sanksi yang tegas. Jika tidak, prosedur pengawasan akan menjadi macan ompong dan bahan lelucon para operator angkutan massal. Dengan sanksi tegas hingga mencabut izin operasional, akan memberikan efek jera kepada operator yang nakal untuk tidak memainkan faktor keselamatan penumpang.

Faktor keselamatan penumpang harus dijadikan faktor utama dalam menjalankan tugasnya. Keselamatan penumpang adalah persoalan kredibilitas petugas (negara) dan operasional. Ketika penumpang mendapat jaminan penuh soal keselamatan, kredibilitas petugas (negara) dan operator tentu akan baik. Namun, tampaknya faktor keuntungan masih dianggap yang utama dibandingkan faktor keselamatan.

Mau sampai kapan kisah klasik soal lemahnya pengawasan akan terus terjadi. Sikap pencopotan Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas III Muara Angke dan penyelidikan kasus kebakaran KM Zahro Express adalah langkah awal untuk melaksanakan pengawasan ketat yang berlanjut.

Jika kebijakan di atas tidak diikuti dengan pengawasan minute by minute di kemudian hari, kejadian seperti KM Zahro Express bisa jadi akan terulang. Tentu kita tidak mau masyarakat yang kembali menjadi korban karena kelalaian petugas dan operator.

Masyarakat juga tidak mau menjadi korban dengan kisah klasik lemahnya pengawasan yang belum bisa dicari solusinya oleh pemerintah. Masyarakat tentu berharap ada jaminan angkutan massal yang aman dan nyaman.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0726 seconds (0.1#10.140)