Irman Gusman, Wakil Daerah Sejati yang Merajut Nusantara
A
A
A
Ricky Rahmadi
Pengamat Sosial
MENGENAL sosok Irman Gusman, sepintas terbayang akan sosok yang tenang, kalem, dan menyejukan. Kendati kini didera musibah dikaitkan dengan kasus janggal tentang dugaan penyuapan atas dirinya, Irman Gusman tetap bersahaja. Itulah sejatinya mengapa perlu kita perlu mengingat dan memahami kiprahnya yang dengan daya upaya mulia dalam memperjuangakan hak-hak daerah, di samping konsistensinya untuk bergelut dan malang melintang dalam dunia usaha, hingga sukses sebagai pengusaha terdepan di Sumatera Barat.
Dilahirkan dari keluarga akademisi dan pedagang, Irman disibukan dengan beragam aktivitas bisnis. Lama malang melintang di dunia usaha, nama Irman Gusman pun memutuskan masuk dalam arena politik nasional, berangkat ke Jakarta sebagai wakil daerah. Lantas apa yang mendorong panggilan berkarya di dunia politik?
Untuk diketahui, setamat dari FE UKI pada 1985, Irman langsung ke negeri Paman Sam untuk memperoleh ilmu ekonomi yang lebih dalam. Ia pun raih gelar Master of Business Administration dari Graduate School of Business, University of Bridgeport, Connecticut, pada tahun 1988. Bekal ilmu ekonomi yang memadai sangat berguna untuk meneruskan tradisi keluarganya yang cukup berhasil dalam bisnis.
Pastinya, selain kuliah, banyak hal yang dialami dan dipelajari. Semisal bagaimana keadaan negara-negara bagian dan kawasan-kawasan yang jauh dari pusat pemerintah pun mengalami kemajuan dan kesejahteraan yang hampir sama dengan kota-kota besar di sana. Hak-hak asasi manusia, kemajuan ekonomi, layanan kesehatan, pendidikan yang berkualitas, kesempatan politik, dan hal-hal positif lain dirasakan oleh warga Amerika Serikat dengan tingkat disparitas yang rendah.
Kondisi yang berbeda dengan Sumatera Barat kala itu menimbulkan kegelisahan intelektual yang dalam dalam benak Irman sebagai orang yang terdidik secara ekonomi. Tak pelak panggilan nuraninya semakin kuat saat menyaksikan pembangunan yang dilaksanakan rezim Orde Baru berkecenderungan sangat sentralistik. Tekadnya pun mengental untuk memperjuangkan sebuah pembangunan ekonomi yang berkeadilan, pemerataan kesejahteraan dan kemajuan bagi seluruh bangsa di berbagai belahan Nusantara, bukan hanya di Jakarta.
Perjuangannya membangun daerah dimulai ketika Irman kembali dari Amerika Serikat pada 1988 dan memilih berbisnis. Naluri pembelaannya pada kelompok yang terpinggirkan diaktualisasikan dengan memasuki banyak peran sosial di berbagai organisasi. Irman juga terus mengambil kesempatan untuk menyuarakan pentingnya keadilan ekonomi bagi bangsa Indonesia di berbagai wilayah yang cenderung diabaikan, berbanding terbalik dengan Jakarta yang terus dimanjakan. Semangat ini terus dipelihara dan tindakannya selalu mencerminkan upaya pengarusutamaan daerah untuk upaya-upaya pembangunan di negeri tercinta ini.
Didukung oleh keluarga yang cakap dalam berdagang membuat rintisan usahanya yang dimulai dari nol tumbuh dan menguntungkan. Kenyataan keluarganya yang juga berperan besar di tengah masyarakat setempat membuat Irman terdidik memiliki fungsi sosial yang signifikan. Irman muda luwes bergaul dan cekatan bekerja. Tidak mengherankan jika ia pun, seiring kemajuannya dalam berbisnis, menduduki posisi-posisi penting organisasi sosial setempat, tingkat provinsi, maupun level nasional. Dia mulai dikenal luas oleh masyarakat Minang di ranah sendiri atau di tanah rantau.
Irman pernah duduk sebagai anggota Dewan Pakar Gebu Minang; Wakil Ketua Bidang Koperasi, Pengusaha Kecil, dan Menengah, Dewan Pengurus Pengusaha Hutan; Wakil Ketua Forum Komunikasi Usahawan Serantau; Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen dan Komputer Padang; Ketua Lembaga Pengkajian Pengembangan Ekonomi Hipmi Pusat; anggota merangkap pengurus Kamar Dagang Industri Indonesia, dan Wakil Ketua Dewan Pakar ICMI Pusat. Ringkasnya banyak organisasi yang memintanya menjadi anggota luar biasa atau ketua. Kesempatan politik semakin terbuka seiring usahanya yang pesat berkembang.
Sejumlah Gebrakan
Namun semua itu dilakukan Irman di luar sistem. Perjuangannya terbatas. Jika ingin berdampak luas, harus masuk ke dalam struktur para pengambil kebijakan, seperti legislatif atau eksekutif. Alhasil kesempatan untuk masuk dalam sistem pun tiba ketika pada tahun 1999 dipercaya oleh Fraksi TNI/Polri DPRD Sumatera Barat sebagai utusan daerah untuk duduk di lembaga tertinggi Indonesia, MPR. Irman tidak sedikit pun menyia-nyiakan kesempatan emas ini.
Di MPR itu Irman mulai terlibat dalam sejumlah amandemen konstitusi. Irman yang sudah dikenal sebagai orang yang paham ekonomi itu mulai melakukan terobosan politik dengan menggagas sistem politik dua kamar, atau bikameral, di Majelis Permusyawaratan Rakyat. Tetapi jalan masih belum terbuka karena peluang sistem politik bikameral masih terkunci oleh konstitusi.
Hal pertama yang Irman lakukan adalah mendorong sistem parlemen berpihak pada daerah. Untuk itu, dia dikenal sebagai pelobi yang berhasil untuk pembentukan kembali Fraksi Utusan Daerah MPR pada tahun 2001, yang sebelumnya sempat dibekukan. Setelah itu, Irman juga berjuang untuk menuntut adanya seorang anggota utusan daerah duduk sebagai wakil ketua MPR. Kemudian, Irman bersama rekan-rekannya di Fraksi Utusan Daerah dan fraksi-fraksi lain melakukan sejumlah amandemen konstitusi, termasuk menerapkan pelaksanaan pemilihan umum presiden, wakil presiden, dan kepala daerah secara langsung.
Pada periode amandemen ketiga, kesempatan yang sangat baik muncul. Inilah saat yang ditunggu-tunggu Irman. Lantas sejarah mencatat, pencapaian lain Irman adalah kepemimpinannya dalam mendorong amandemen untuk membentuk lembaga tinggi negara baru, Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Terang disebutkan di situ DPD dibentuk untuk membangun kesetaraan dan persamaan pembangunan nasional melalui pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi di segala bidang secara konstitusional.
Namun, lagi-lagi politik tidak cukup dengan melakukan konsepsionalisasi atas berbagai gagasan. Sementara kiprah politik Irman Gusman adalah untuk memperjuangkan daerah agar memiliki kesempatan dan kemungkinan yang sama dalam merasakan pembangunan dan kemajuan di segala bidang terus digenjot. Kegigihannya kemudian terbukti. Sejak pemilihan senator digelar tahun 2009 dan 2014, Irman terpilih sebagai anggota DPD dari Sumatera Barat dan bahkan menjadi Ketua DPD.
Jelas bahwa fakta keterpilihannya sebagai wakil daerah dalam dua periode pemilihan pastilah karena sikap politiknya yang jelas: menjadi pejuang bagi kemajuan daerah yang diwakilinya. Lebih dari itu, sebagai ketua DPD, Irman juga lantang menyuarakan pentingnya pembangunan yang berpihak bagi seluruh bagian dari Nusantara tercinta ini, yaitu daerah harus diprioritaskan karena telah lama daerah ditinggalkan. Tak pelak jika Irman Gusman dipadang sebagai sejatinya perwakila dari daerah.
Memang, saat ini Irman tengah menghadapi persoalan hukum dengan dugaan suap. Sejatinya dari proses dan pemeritaan yang ada, Irman memiliki niat yang tulus untuk membantu berbagai kalangan yang punya kepentingan untuk membangun daerah. Termasuk di dalamnya memenuhi sisi permintaan dan penawaran, supplay and demand terhadap segala barang kebutuhan di daerah.
Dengan jaringan yang ada selaku Ketua DPD, tentu Irman memanfaatkan itu untuk manfaat yang positif. Misalnya membantu menyampakan kepada Bulog soal minimnya ketersediaan gula di wilayah Sumatera Barat, berdasarkan laporan pihak distributor. Lantas kemudian ketika proses itu sudah berjalan, dan pihak distributor memberikan ‘ungkapan terima kasih’ berupa uang, maka hal itu menjadi sulit dinilai sebagai suap. Apalagi tidak pernah diminta oleh pihak Irman kepada siapapun pihak yang merasa dibantu. Apalagi dengan jabatan sebagai Ketua DPR, kasus suap dengan nilai Rp100 juta adalah sesuatu yang di benak masyarakat adalah tidak biasa. Sehingga benar saja jika pemberi uang tersebut mengatakan hal itu sebagai balas jasa atau ungkapan terima kasih.
Mari kita doakan semoga persoalan ini mendapatkan titik terang dan berkeadilan. Sejalan dengan itu, banyak hal yang dapat kita pelajari dari seorang Irman Gustamn. Misalnya, tentang pentingnya keluarga. Di balik kesuksesannya, Irman merasakan kekuatan utama dari keluarga, terutama dukungan istri, doa orang tua, dan dukungan keluarga besarnya. Keluarga bukan hanya sepasang suami istri dan anak-anak yang cenderung individualistis sebagaimana berlaku di Amerika.
Dalam tradisi Minang, keluarga adalah keluarga besar yang dilingkupi kehangatan yang selaras dengan alam dan adat istiadat setempat. Bisa dipahami bila Irman selalu mengimbangi kesuksesan kariernya dengan keberhasilan mengatur keluarga. Prinsip ini selalu dipegang Irman. Cara pandang tentang kehidupan keluarga, khususnya di lingkungan Minang, ini rupanya yang menjadi alasan kenapa Irman adalah sosok orang rumahan.
Di sisi lain, dalam peringatan setengah abad usianya, 11 Februari 2012 silam, Irman meluncurkan buku otobiografi berjudul Irman Gusman, Jiwa yang Merajut Nusantara. Dalam otobiografinya tersebut, dituturkan aktivitas Irman dalam usaha menyempurnakan tata cara pengelolaan negara untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Bahkan, mantan Wakil Presiden Boediono menyebut buku ini sebagai inspirasi sebuah perjalanan demokrasi.
Pengamat Sosial
MENGENAL sosok Irman Gusman, sepintas terbayang akan sosok yang tenang, kalem, dan menyejukan. Kendati kini didera musibah dikaitkan dengan kasus janggal tentang dugaan penyuapan atas dirinya, Irman Gusman tetap bersahaja. Itulah sejatinya mengapa perlu kita perlu mengingat dan memahami kiprahnya yang dengan daya upaya mulia dalam memperjuangakan hak-hak daerah, di samping konsistensinya untuk bergelut dan malang melintang dalam dunia usaha, hingga sukses sebagai pengusaha terdepan di Sumatera Barat.
Dilahirkan dari keluarga akademisi dan pedagang, Irman disibukan dengan beragam aktivitas bisnis. Lama malang melintang di dunia usaha, nama Irman Gusman pun memutuskan masuk dalam arena politik nasional, berangkat ke Jakarta sebagai wakil daerah. Lantas apa yang mendorong panggilan berkarya di dunia politik?
Untuk diketahui, setamat dari FE UKI pada 1985, Irman langsung ke negeri Paman Sam untuk memperoleh ilmu ekonomi yang lebih dalam. Ia pun raih gelar Master of Business Administration dari Graduate School of Business, University of Bridgeport, Connecticut, pada tahun 1988. Bekal ilmu ekonomi yang memadai sangat berguna untuk meneruskan tradisi keluarganya yang cukup berhasil dalam bisnis.
Pastinya, selain kuliah, banyak hal yang dialami dan dipelajari. Semisal bagaimana keadaan negara-negara bagian dan kawasan-kawasan yang jauh dari pusat pemerintah pun mengalami kemajuan dan kesejahteraan yang hampir sama dengan kota-kota besar di sana. Hak-hak asasi manusia, kemajuan ekonomi, layanan kesehatan, pendidikan yang berkualitas, kesempatan politik, dan hal-hal positif lain dirasakan oleh warga Amerika Serikat dengan tingkat disparitas yang rendah.
Kondisi yang berbeda dengan Sumatera Barat kala itu menimbulkan kegelisahan intelektual yang dalam dalam benak Irman sebagai orang yang terdidik secara ekonomi. Tak pelak panggilan nuraninya semakin kuat saat menyaksikan pembangunan yang dilaksanakan rezim Orde Baru berkecenderungan sangat sentralistik. Tekadnya pun mengental untuk memperjuangkan sebuah pembangunan ekonomi yang berkeadilan, pemerataan kesejahteraan dan kemajuan bagi seluruh bangsa di berbagai belahan Nusantara, bukan hanya di Jakarta.
Perjuangannya membangun daerah dimulai ketika Irman kembali dari Amerika Serikat pada 1988 dan memilih berbisnis. Naluri pembelaannya pada kelompok yang terpinggirkan diaktualisasikan dengan memasuki banyak peran sosial di berbagai organisasi. Irman juga terus mengambil kesempatan untuk menyuarakan pentingnya keadilan ekonomi bagi bangsa Indonesia di berbagai wilayah yang cenderung diabaikan, berbanding terbalik dengan Jakarta yang terus dimanjakan. Semangat ini terus dipelihara dan tindakannya selalu mencerminkan upaya pengarusutamaan daerah untuk upaya-upaya pembangunan di negeri tercinta ini.
Didukung oleh keluarga yang cakap dalam berdagang membuat rintisan usahanya yang dimulai dari nol tumbuh dan menguntungkan. Kenyataan keluarganya yang juga berperan besar di tengah masyarakat setempat membuat Irman terdidik memiliki fungsi sosial yang signifikan. Irman muda luwes bergaul dan cekatan bekerja. Tidak mengherankan jika ia pun, seiring kemajuannya dalam berbisnis, menduduki posisi-posisi penting organisasi sosial setempat, tingkat provinsi, maupun level nasional. Dia mulai dikenal luas oleh masyarakat Minang di ranah sendiri atau di tanah rantau.
Irman pernah duduk sebagai anggota Dewan Pakar Gebu Minang; Wakil Ketua Bidang Koperasi, Pengusaha Kecil, dan Menengah, Dewan Pengurus Pengusaha Hutan; Wakil Ketua Forum Komunikasi Usahawan Serantau; Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen dan Komputer Padang; Ketua Lembaga Pengkajian Pengembangan Ekonomi Hipmi Pusat; anggota merangkap pengurus Kamar Dagang Industri Indonesia, dan Wakil Ketua Dewan Pakar ICMI Pusat. Ringkasnya banyak organisasi yang memintanya menjadi anggota luar biasa atau ketua. Kesempatan politik semakin terbuka seiring usahanya yang pesat berkembang.
Sejumlah Gebrakan
Namun semua itu dilakukan Irman di luar sistem. Perjuangannya terbatas. Jika ingin berdampak luas, harus masuk ke dalam struktur para pengambil kebijakan, seperti legislatif atau eksekutif. Alhasil kesempatan untuk masuk dalam sistem pun tiba ketika pada tahun 1999 dipercaya oleh Fraksi TNI/Polri DPRD Sumatera Barat sebagai utusan daerah untuk duduk di lembaga tertinggi Indonesia, MPR. Irman tidak sedikit pun menyia-nyiakan kesempatan emas ini.
Di MPR itu Irman mulai terlibat dalam sejumlah amandemen konstitusi. Irman yang sudah dikenal sebagai orang yang paham ekonomi itu mulai melakukan terobosan politik dengan menggagas sistem politik dua kamar, atau bikameral, di Majelis Permusyawaratan Rakyat. Tetapi jalan masih belum terbuka karena peluang sistem politik bikameral masih terkunci oleh konstitusi.
Hal pertama yang Irman lakukan adalah mendorong sistem parlemen berpihak pada daerah. Untuk itu, dia dikenal sebagai pelobi yang berhasil untuk pembentukan kembali Fraksi Utusan Daerah MPR pada tahun 2001, yang sebelumnya sempat dibekukan. Setelah itu, Irman juga berjuang untuk menuntut adanya seorang anggota utusan daerah duduk sebagai wakil ketua MPR. Kemudian, Irman bersama rekan-rekannya di Fraksi Utusan Daerah dan fraksi-fraksi lain melakukan sejumlah amandemen konstitusi, termasuk menerapkan pelaksanaan pemilihan umum presiden, wakil presiden, dan kepala daerah secara langsung.
Pada periode amandemen ketiga, kesempatan yang sangat baik muncul. Inilah saat yang ditunggu-tunggu Irman. Lantas sejarah mencatat, pencapaian lain Irman adalah kepemimpinannya dalam mendorong amandemen untuk membentuk lembaga tinggi negara baru, Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Terang disebutkan di situ DPD dibentuk untuk membangun kesetaraan dan persamaan pembangunan nasional melalui pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi di segala bidang secara konstitusional.
Namun, lagi-lagi politik tidak cukup dengan melakukan konsepsionalisasi atas berbagai gagasan. Sementara kiprah politik Irman Gusman adalah untuk memperjuangkan daerah agar memiliki kesempatan dan kemungkinan yang sama dalam merasakan pembangunan dan kemajuan di segala bidang terus digenjot. Kegigihannya kemudian terbukti. Sejak pemilihan senator digelar tahun 2009 dan 2014, Irman terpilih sebagai anggota DPD dari Sumatera Barat dan bahkan menjadi Ketua DPD.
Jelas bahwa fakta keterpilihannya sebagai wakil daerah dalam dua periode pemilihan pastilah karena sikap politiknya yang jelas: menjadi pejuang bagi kemajuan daerah yang diwakilinya. Lebih dari itu, sebagai ketua DPD, Irman juga lantang menyuarakan pentingnya pembangunan yang berpihak bagi seluruh bagian dari Nusantara tercinta ini, yaitu daerah harus diprioritaskan karena telah lama daerah ditinggalkan. Tak pelak jika Irman Gusman dipadang sebagai sejatinya perwakila dari daerah.
Memang, saat ini Irman tengah menghadapi persoalan hukum dengan dugaan suap. Sejatinya dari proses dan pemeritaan yang ada, Irman memiliki niat yang tulus untuk membantu berbagai kalangan yang punya kepentingan untuk membangun daerah. Termasuk di dalamnya memenuhi sisi permintaan dan penawaran, supplay and demand terhadap segala barang kebutuhan di daerah.
Dengan jaringan yang ada selaku Ketua DPD, tentu Irman memanfaatkan itu untuk manfaat yang positif. Misalnya membantu menyampakan kepada Bulog soal minimnya ketersediaan gula di wilayah Sumatera Barat, berdasarkan laporan pihak distributor. Lantas kemudian ketika proses itu sudah berjalan, dan pihak distributor memberikan ‘ungkapan terima kasih’ berupa uang, maka hal itu menjadi sulit dinilai sebagai suap. Apalagi tidak pernah diminta oleh pihak Irman kepada siapapun pihak yang merasa dibantu. Apalagi dengan jabatan sebagai Ketua DPR, kasus suap dengan nilai Rp100 juta adalah sesuatu yang di benak masyarakat adalah tidak biasa. Sehingga benar saja jika pemberi uang tersebut mengatakan hal itu sebagai balas jasa atau ungkapan terima kasih.
Mari kita doakan semoga persoalan ini mendapatkan titik terang dan berkeadilan. Sejalan dengan itu, banyak hal yang dapat kita pelajari dari seorang Irman Gustamn. Misalnya, tentang pentingnya keluarga. Di balik kesuksesannya, Irman merasakan kekuatan utama dari keluarga, terutama dukungan istri, doa orang tua, dan dukungan keluarga besarnya. Keluarga bukan hanya sepasang suami istri dan anak-anak yang cenderung individualistis sebagaimana berlaku di Amerika.
Dalam tradisi Minang, keluarga adalah keluarga besar yang dilingkupi kehangatan yang selaras dengan alam dan adat istiadat setempat. Bisa dipahami bila Irman selalu mengimbangi kesuksesan kariernya dengan keberhasilan mengatur keluarga. Prinsip ini selalu dipegang Irman. Cara pandang tentang kehidupan keluarga, khususnya di lingkungan Minang, ini rupanya yang menjadi alasan kenapa Irman adalah sosok orang rumahan.
Di sisi lain, dalam peringatan setengah abad usianya, 11 Februari 2012 silam, Irman meluncurkan buku otobiografi berjudul Irman Gusman, Jiwa yang Merajut Nusantara. Dalam otobiografinya tersebut, dituturkan aktivitas Irman dalam usaha menyempurnakan tata cara pengelolaan negara untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Bahkan, mantan Wakil Presiden Boediono menyebut buku ini sebagai inspirasi sebuah perjalanan demokrasi.
(kri)