Kasus Dahlan Iskan Dinilai Tak Penuhi Unsur Pidana
A
A
A
SURABAYA - Dua pakar ilmu pidana dari Universitas Airlangga Surabaya Prof Dr Nur Basuki Minarno dan Universitas Islam Indonesia Prof Dr Muzakkir menjadi saksi ahli dalam dalam lanjutan sidang praperadilan mantan Direktur Utama PT Panca Wira Usaha (PWU) Dahlan Iskan di Pengadilan Negeri Surabaya, Jawa Timur, Senin (21/11/2016).
Di hadapan hakim tunggal Ferdinandus, dua saksi ahli tersebut mengungkapkan penetapan Dahlan Iskan menjadi tersangka kasus dugaan korupsi penjualan aset PT PWU oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur dinilai belum memenuhi unsur pidana.
Pasalnya, menurut saksi ahli, penyidik belum memeriksa Dahlan Iskan sebagai tersangka. "Beberapa unsur belum dilalui oleh penyidik, namun sudah menetapkan Dahlan Iskan sebagai tersangka dan ditahan. Dalam kasus Dahlan Iskan ini juga seharusnya masuk ke ranah pidana umum biasa, bukan pidana korupsi, " tutur Muzakkir. (Baca juga: Permohonan Keluarga Dikabulkan, Dahlan Iskan Jadi Tahanan Kota)
Dalam persidangan juga terungkap institusi yang berhak menghitung kerugian negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan, bukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sedangkan pihak Kejati menggunakan BPKP dalam mencari kerugian negara dalam kasus PWU ini,
"Harusnya BPK bukan BPKP, " ujarnya.
Sementara Kejati Jatim menilai tim kuasa hukum Dahlan Iskan kurang memahami dan tidak bisa membedakan alat bukti dan barang bukti yang merupakan salah satu materi diajukannya praperadilan atas penetapan tersangka Dahlan terkait kasus pelepasan aset PT PWU.
"Alat bukti dan barang bukti itu beda. Alat bukti berupa keterangan saksi masak disita, masa saksi ahli disita. Yang disita barang bukti," kata tim jaksa Kejati Jatim, Ahmad Fauzi.
Terkait surat perintah penyidikan (sprindik) yang juga disoal kubu Dahlan, Fauzi mengatakan surat itu dikeluarkan 30 Juni 2016 bukan 27 Oktober 2016. "Tanggal 30 Juni kita mencari dan mengumpulkan barang bukti, akhirnya 27 Oktober menetapkan tersangka, kan ada waktu empat bulan," ujarnya.
Sidang praperadilan dihadiri ratusan santri Pondok Pesantren Sabilil Muttaqin Magetan yang mendukung Dahlan Iskan dengan mengenakan ikat kepala bertuliskan #saveDahlanIskan.
Di luar masalah pra peradilan, pihak Kejati Jatim menyatakan sudah melimpahkan berkas Dahlan Iskan sebagai tersangka kasus pelepasan aset PT PWU ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya pada Jumat 18 November 2016.
"Sudah dilimpahkan dan sudah diterima kepaniteraan Pengadilan Tipikor," ucap penyidik Kejati Jatim Ahmad Fauzi.
Saat ini, lanjut Fauzi, pihak Kejati menunggu jadwal sidang sidang perdana kasus PT PWU dengan tersangka Dahlan Iskan. "Biasanya sidang digelar seminggu setelah penetapan, " ungkapnya.
Menanggapi pelimpahan tersebut, pihak Dahlan Iskan kembali kecewa, " Kawan kawan termohon (Kejati Jatim) ini terburu-buru dan memaksakan mulai penyidikan, penetapan tersangka. Sekarang pelimpahan berkas ke pengadilan padahal masih ada sidang praperadilan," kata Indra.
Indra menjelaskan sudah ada keputusan dari Mahkamah Konstitusi 9 November 2016 dengan nomor 102 PUU/XIII/2015/9 November 2016 yang menyatakan pengertian bahwa gugurnya satu permohonan praperadilan menurut ketentuan KUHP setelah dilakukan pemeriksaan oleh majelis hakim pengadilan tingkat pertama pada hari pertama.
"Harusnya menunggu sidang praperadilan ini selesai. Jadi hari pertama sidang kemarin sudah gugur," ujar Indra.
Terkait aturan ini, Indra menduga Kejati Jatim pura-pura tidak tahu atau belum membaca keputusan yang baru dikeluarkan MK tersebut. "Semoga teman-teman termohon tahu atau pura-pura tidak tahu. Apa mereka belum membaca, kalau belum ya silakan baca di webstite ada," ujar Indra.
Saat Indra menjelaskan Dahlan Iskan sedang menjalani rawat inap di Graha Amerta RSU dr Soetomo. "Beliau sudah dua hari dirawat di Graha Amerta, " ucapnya.
Di hadapan hakim tunggal Ferdinandus, dua saksi ahli tersebut mengungkapkan penetapan Dahlan Iskan menjadi tersangka kasus dugaan korupsi penjualan aset PT PWU oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur dinilai belum memenuhi unsur pidana.
Pasalnya, menurut saksi ahli, penyidik belum memeriksa Dahlan Iskan sebagai tersangka. "Beberapa unsur belum dilalui oleh penyidik, namun sudah menetapkan Dahlan Iskan sebagai tersangka dan ditahan. Dalam kasus Dahlan Iskan ini juga seharusnya masuk ke ranah pidana umum biasa, bukan pidana korupsi, " tutur Muzakkir. (Baca juga: Permohonan Keluarga Dikabulkan, Dahlan Iskan Jadi Tahanan Kota)
Dalam persidangan juga terungkap institusi yang berhak menghitung kerugian negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan, bukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sedangkan pihak Kejati menggunakan BPKP dalam mencari kerugian negara dalam kasus PWU ini,
"Harusnya BPK bukan BPKP, " ujarnya.
Sementara Kejati Jatim menilai tim kuasa hukum Dahlan Iskan kurang memahami dan tidak bisa membedakan alat bukti dan barang bukti yang merupakan salah satu materi diajukannya praperadilan atas penetapan tersangka Dahlan terkait kasus pelepasan aset PT PWU.
"Alat bukti dan barang bukti itu beda. Alat bukti berupa keterangan saksi masak disita, masa saksi ahli disita. Yang disita barang bukti," kata tim jaksa Kejati Jatim, Ahmad Fauzi.
Terkait surat perintah penyidikan (sprindik) yang juga disoal kubu Dahlan, Fauzi mengatakan surat itu dikeluarkan 30 Juni 2016 bukan 27 Oktober 2016. "Tanggal 30 Juni kita mencari dan mengumpulkan barang bukti, akhirnya 27 Oktober menetapkan tersangka, kan ada waktu empat bulan," ujarnya.
Sidang praperadilan dihadiri ratusan santri Pondok Pesantren Sabilil Muttaqin Magetan yang mendukung Dahlan Iskan dengan mengenakan ikat kepala bertuliskan #saveDahlanIskan.
Di luar masalah pra peradilan, pihak Kejati Jatim menyatakan sudah melimpahkan berkas Dahlan Iskan sebagai tersangka kasus pelepasan aset PT PWU ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya pada Jumat 18 November 2016.
"Sudah dilimpahkan dan sudah diterima kepaniteraan Pengadilan Tipikor," ucap penyidik Kejati Jatim Ahmad Fauzi.
Saat ini, lanjut Fauzi, pihak Kejati menunggu jadwal sidang sidang perdana kasus PT PWU dengan tersangka Dahlan Iskan. "Biasanya sidang digelar seminggu setelah penetapan, " ungkapnya.
Menanggapi pelimpahan tersebut, pihak Dahlan Iskan kembali kecewa, " Kawan kawan termohon (Kejati Jatim) ini terburu-buru dan memaksakan mulai penyidikan, penetapan tersangka. Sekarang pelimpahan berkas ke pengadilan padahal masih ada sidang praperadilan," kata Indra.
Indra menjelaskan sudah ada keputusan dari Mahkamah Konstitusi 9 November 2016 dengan nomor 102 PUU/XIII/2015/9 November 2016 yang menyatakan pengertian bahwa gugurnya satu permohonan praperadilan menurut ketentuan KUHP setelah dilakukan pemeriksaan oleh majelis hakim pengadilan tingkat pertama pada hari pertama.
"Harusnya menunggu sidang praperadilan ini selesai. Jadi hari pertama sidang kemarin sudah gugur," ujar Indra.
Terkait aturan ini, Indra menduga Kejati Jatim pura-pura tidak tahu atau belum membaca keputusan yang baru dikeluarkan MK tersebut. "Semoga teman-teman termohon tahu atau pura-pura tidak tahu. Apa mereka belum membaca, kalau belum ya silakan baca di webstite ada," ujar Indra.
Saat Indra menjelaskan Dahlan Iskan sedang menjalani rawat inap di Graha Amerta RSU dr Soetomo. "Beliau sudah dua hari dirawat di Graha Amerta, " ucapnya.
(dam)