Isu Non-Pilkada DKI Jakarta

Senin, 21 November 2016 - 06:39 WIB
Isu Non-Pilkada DKI Jakarta
Isu Non-Pilkada DKI Jakarta
A A A
SEDEMIKIAN gegap gempitanya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta sehingga sekeliling kita rasanya hanya dipenuhi oleh urusan tersebut. Jangankan urusan lain-lain selain pilkada, 100 pilkada lain yang juga akan digelar pada 15 Februari 2017 bahkan ikut tak diperhatikan.

Pilkada DKI Jakarta dengan segala isu panasnya menjadi perhatian publik Indonesia. Bukan tidak mungkin jika mayoritas publik—termasuk yang tidak tinggal di DKI Jakarta—hafal di luar kepala minimal siapa-siapa saja pasangan calon yang bertarung di Pilkada DKI Jakarta dan isu-isu panas yang berpusar di sekelilingnya.

Coba misalnya kita sedikit berhitung, dari sekian banyak grup pesan singkat yang diikuti, berapa banyak yang membahas Pilkada DKI Jakarta? Atau, untuk lebih mudahnya, berapa banyak yang tidak membahas Pilkada DKI Jakarta sekali? Kemungkinan besar mayoritas kita tidak akan kesulitan menghitung mana grup yang tidak membahas Pilkada DKI Jakarta karena mayoritas membahasnya.

Baguskah perhatian yang sedemikian besar terhadap Pilkada DKI Jakarta ini? Seperti umumnya ihwal lain, selalu ada positif dan negatifnya. Namun, kalau melihat perkembangan belakangan ini, tampaknya sudah mulai kontraproduktif.

100 pilkada lain sudah jelas tak mendapat perhatian yang mencukupi jika dibandingkan dengan perhatian yang didapat Pilkada DKI Jakarta. Belum lagi jika memperhatikan isu-isu yang harusnya mendapatkan perhatian publik sebagai bentuk dukungan dan pengawasan seperti isu ekonomi, kemanusiaan, pariwisata, kemiskinan, pembangunan sumber daya manusia (SDM), dan lain-lain.

Bayangkan jika untuk urusan kebangsaan lain energi publik bisa tersalurkan sama semangatnya dengan energi yang dikeluarkan untuk urusan Pilkada DKI Jakarta. Bayangkan misalnya jika kita semua sebagai bangsa Indonesia ikut urun rembuk hingga berdebat sengit tentang pola pembangunan ekonomi Indonesia. Masing-masing kita dengan semangat menyebarkan berbagai postingan mengenai konsep pembangunan ekonomi yang ideal.

Atau, kita disibukkan membuat berbagai meme yang atraktif dan informatif mengenai destinasi wisata di Indonesia yang masih sangat banyak yang belum terjamah. Langkah itu bisa memopulerkan destinasi wisata kita bagi konsumen domestik dan mancanegara. Banyak sektor lain yang bisa berkembang positif jika dapat perhatian publik.

Sulitkah itu kita lakukan? Mungkin sepintas lalu akan dipikir sulit. Namun, jika kita melihat betapa dalam urusan pilkada ini banyak yang menunjukkan kemampuan yang istimewa dalam menganalisis, menarik kesimpulan, mencari tahu titik keanehan, dan berbagai macam kemampuan lain, melakukan berbagai hal inovatif yang sudah diasah dalam masa pilkada ini bukan hal yang berat.

Dengan segala hirup-pikuk Pilkada DKI Jakarta, kita harus mempertimbangkan betapa perhatian yang berlebihan bisa merugikan. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, tiga di antaranya:

Pertama, pengabaian pada isu-isu krusial lain justru akan menguntungkan bagi orang-orang atau kelompok-kelompok yang ingin berbuat curang. Karena fokus publik hanya tertuju pada pilkada, berbagai kecurangan bisa berlanjut dengan tenang tanpa pengawasan yang cukup dari publik. Kondisi seperti ini tentu sangat menguntungkan bagi para koruptor.

Kedua, tidak fokusnya kita pada isu pembangunan akan sangat kontraproduktif pada pembangunan ini. Padahal, sudah menjadi pemahaman bersama bahwa saat ini kita sedang mengalami resesi ekonomi global yang berkepanjangan.

Negara-negara lain saingan Indonesia di regional sibuk memperbaiki diri agar bisa melewati turbulensi ekonomi dengan baik. Perbedaan politik bahkan dalam banyak hal dipinggirkan agar bisa selamat menghadapi turbulensi ekonomi global yang bisa memengaruhi posisi Indonesia dalam percaturan ekonomi global.

Ketiga, pilkada bukanlah satu-satunya solusi masalah Indonesia. Justru, pilkada adalah permulaan dari partisipasi publik yang baik. Pikiran bahwa pilkada akan menjadi obat mujarab untuk segala masalah Indonesia akan membuat kita kecewa.

Sudah seharusnya kita menempatkan perhatian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara proporsional demi maju dan sejahteranya bangsa kita.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4161 seconds (0.1#10.140)