Mengikis Keterasingan, Menepis Ketergantungan
A
A
A
Pemerintah Indonesia sedang ngebut menggenjot pembangunan dan menuntaskan berbagai persoalan mendasar di kawasan perbatasan. Dana besar digelontorkan untuk merealisasikan agenda ke-3 Nawacita, yaitu membangun Indonesia dari daerah pinggiran. Sudah berubahkah wajah perbatasan?
Presiden Joko Widodo dalam kunjungannya ke Pulau Miangas pertengahan Oktober lalu menyatakan, dengan wajah perbatasan yang semakin baik maka rasa nasionalisme dan kebanggaan masyarakat di sana sebagai warga negara Indonesia yang masuk dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) semakin tinggi pula. Menurut Presiden, membangun wilayah perbatasan sangat penting guna mewujudkan Indonesia Sentris dan memberantas terorisme serta illegal fishing.
Salah satu problematika di kawasan perbatasan antara lain banyaknya masyarakat Indonesia yang berbelanja kebutuhan sehari-hari ke negara tetangga. Di kawasan perbatasan RI-Malaysia di Kalimantan Utara, masyarakat setempat masih membeli sebagian besar sembilan bahan pokok (sembako) seperti beras, telur, gula dari Tawau, Malaysia. Untuk mengatasinya, Pemprov Kalimantan Utara berencana membangun tujuh Toko Indonesia di perbatasan RI-Malaysia pada 2017 mendatang dengan anggaran Rp43 miliar.
Toko Indonesia untuk menstabilkan harga barang akan dibangun di tujuh titik, yakni di Kecamatan Sebatik, Long Bawan, Pujungan, Krayan Selatan, Kayan Hul, Sei Menggaris, dan Lumbis. Dengan begitu, masyarakat setempat nantinya akan mendapatkan barang dari Indonesia dengan kualitas bagus dan harga murah. Di perbatasan Kalimantan Barat, misalnya di Kecamatan Badau, Kapuas Hulu, semakin banyak pula masyarakat yang membeli mobil produksi Malaysia. Hal ini terjadi karena Malaysia kini melarang sepeda motor masuk ke wilayah Lubok Antu, daerah yang biasa menjadi tempat berbelanja orang Indonesia.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang juga kepala Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) pernah terang-terangan mengakui bahwa kondisi di kawasan perbatasan sangat memprihatinkan dan pembangunannya sangat terlambat. Karena itu, wajah perbatasan harus jauh lebih baik dari negara tetangga. Selain isu kesejahteraan, tingkat keamanan di kawasan perbatasan juga masih rawan. Sedikitnya ada 39 jalur ilegal di perbatasan yang menjadi akses penyelundupan narkoba, barang ilegal, dan menjadi pintu masuk bagi orang-orang asing tanpa izin.
“Semua permasalahan sedang diselesaikan. Fokusnya pada pembangunan infrastruktur,” kata Tjahjo. Menurut Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Arifin Rudiyanto, pembangunan diarahkan untuk membuka isolasi lokasi prioritas(lokpri), yaitu membangun kecamatan-kecamatan terluar yang berbatasan langsung dengan negara tetangga.
“Agar masyarakat tidak lagi terasing karena tidak ada akses jalan, indeks kemahalan yang tinggi, aktivitas ekonomi yang kurang, minimnya pelayanan pendidikan, kesehatan, telekomunikasi dan informasi, moda transportasi, air bersih dan permukiman layak dapat segera tertangani,” jelas Arifin. Dia mengakui, di perbatasan RI-Malaysia, tingkat ketergantungan masyarakat terhadap kebutuhan bahan pokok dari negara tetangga masih sangat tinggi. Kondisi ini secara khusus menjadi prioritas untuk peningkatan aksesibilitas dan penyediaan logistik di kawasan perbatasan negara.
Peliknya mengurus daerah perbatasan ini membuat DPR pun membentuk tim pengawas pembangunan kawasan perbatasan yang dipimpin langsung oleh Ketua DPR. Anggota Komisi II DPR Hetifah Sjaifudian merupakan salah satu inisiator tim ini. Dia pun masuk menjadi satu dari 30 anggota tim. Dia mengungkapkan, terdapat 23 kementerian/lembaga yang memiliki alokasi anggaran untuk pembangunan perbatasan, dengan nilai total Rp9,2 Triliun.
Semua harus bergerak secara lebih terkoordinasi. Dia juga menyoroti peran BNPP yang dinilai kurang maksimal. “Kita perlu institusi dengan wewenang lebih besar dalam membangun perbatasan. Bisa jadi berbentuk kementerian,” tegasnya. Selaras dengan program kerja kabinet kerja Jokowi-JK membangun Indonesia dari daerah pinggiran, PT Asabri (Persero) menggencarkan pembangunan sarana dan prasarana seperti air bersih, MCK, dan infrastruktur jalan di 70 titik di wilayah perbatasan.
Perhatian Asabri untuk kawasan perbatasan diimplementasikan dalam berbagai program peningkatan kesejahteraan peserta dan masyarakat serta community development melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) yang merupakan prioritas utama. Antara lain dengan menggelar program bedah rumah purnawirawan TNI, Polri serta ASN Kementerian Pertahanan dan ASN Polri. Sepanjang 2015-2016, program bedah rumah dilaksanakan di 70 titik se-Indonesia dan diutamakan di wilayah perbatasan seperti perbatasan RI-Malaysia dan RI Timor Leste.
Di Atambua, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, yang berbatasan dengan Timor Leste, Asabri bekerja sama dengan BUMN lainnya yaitu BTPN melakukan bedah rumah di 30 titik. Lokasi bedah rumah tepatnya di Dusun Manubaun, Desa Kabuna, Kecamatan Kakuluk Mesak, Atambua. Sebanyak 12 rumah di antaranya harus dibangun dari awal karena kondisinya yang sudah sangat memprihatinkan. Rata-rata rumah yang dikerjakan berukuran 5x6 meter.
Kepala Divisi PKBL Asabri Zulkarnaen Effendi mengatakan, alokasi biaya untuk setiap rumah Rp30 juta. Asabri menanggung biaya untuk 20 rumah, sementara BTPN membiayai 10 rumah. Sebagian besar pemilik rumah adalah purnawirawan dan warakawuri personel TNI yang pernah terlibat dalam perjuangan mempertahankan Timor Timur. Para purnawirawan dan keluarga mereka yang rumahnya rusak berat selama ini ditampung di asrama Kodim 1605/Belu, menumpang di rumah saudara yang dekat, di sekitar Stadion Olahraga Haliwen, di tepi bandara, atau memaksakan diri tinggal di rumah yang sangat tidak layak.
Karena usia yang sudah tua, mereka rata-rata hanya mengandalkan hidup dari uang tunjangan pensiun tanpa memiliki usaha lain. Kegiatan pembangunan rumah berlangsung pada Agustus-September 2016. Serah terima kembali dengan para pemilik rumah dilaksanakan pada 27 Oktober 2016. Setelah perbaikan rumah, masyarakat di Manubaun masih membutuhkan bantuan instalasi air bersih, instalasi listrik, dan sarana pendidikan.
Presiden Joko Widodo dalam kunjungannya ke Pulau Miangas pertengahan Oktober lalu menyatakan, dengan wajah perbatasan yang semakin baik maka rasa nasionalisme dan kebanggaan masyarakat di sana sebagai warga negara Indonesia yang masuk dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) semakin tinggi pula. Menurut Presiden, membangun wilayah perbatasan sangat penting guna mewujudkan Indonesia Sentris dan memberantas terorisme serta illegal fishing.
Salah satu problematika di kawasan perbatasan antara lain banyaknya masyarakat Indonesia yang berbelanja kebutuhan sehari-hari ke negara tetangga. Di kawasan perbatasan RI-Malaysia di Kalimantan Utara, masyarakat setempat masih membeli sebagian besar sembilan bahan pokok (sembako) seperti beras, telur, gula dari Tawau, Malaysia. Untuk mengatasinya, Pemprov Kalimantan Utara berencana membangun tujuh Toko Indonesia di perbatasan RI-Malaysia pada 2017 mendatang dengan anggaran Rp43 miliar.
Toko Indonesia untuk menstabilkan harga barang akan dibangun di tujuh titik, yakni di Kecamatan Sebatik, Long Bawan, Pujungan, Krayan Selatan, Kayan Hul, Sei Menggaris, dan Lumbis. Dengan begitu, masyarakat setempat nantinya akan mendapatkan barang dari Indonesia dengan kualitas bagus dan harga murah. Di perbatasan Kalimantan Barat, misalnya di Kecamatan Badau, Kapuas Hulu, semakin banyak pula masyarakat yang membeli mobil produksi Malaysia. Hal ini terjadi karena Malaysia kini melarang sepeda motor masuk ke wilayah Lubok Antu, daerah yang biasa menjadi tempat berbelanja orang Indonesia.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang juga kepala Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) pernah terang-terangan mengakui bahwa kondisi di kawasan perbatasan sangat memprihatinkan dan pembangunannya sangat terlambat. Karena itu, wajah perbatasan harus jauh lebih baik dari negara tetangga. Selain isu kesejahteraan, tingkat keamanan di kawasan perbatasan juga masih rawan. Sedikitnya ada 39 jalur ilegal di perbatasan yang menjadi akses penyelundupan narkoba, barang ilegal, dan menjadi pintu masuk bagi orang-orang asing tanpa izin.
“Semua permasalahan sedang diselesaikan. Fokusnya pada pembangunan infrastruktur,” kata Tjahjo. Menurut Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Arifin Rudiyanto, pembangunan diarahkan untuk membuka isolasi lokasi prioritas(lokpri), yaitu membangun kecamatan-kecamatan terluar yang berbatasan langsung dengan negara tetangga.
“Agar masyarakat tidak lagi terasing karena tidak ada akses jalan, indeks kemahalan yang tinggi, aktivitas ekonomi yang kurang, minimnya pelayanan pendidikan, kesehatan, telekomunikasi dan informasi, moda transportasi, air bersih dan permukiman layak dapat segera tertangani,” jelas Arifin. Dia mengakui, di perbatasan RI-Malaysia, tingkat ketergantungan masyarakat terhadap kebutuhan bahan pokok dari negara tetangga masih sangat tinggi. Kondisi ini secara khusus menjadi prioritas untuk peningkatan aksesibilitas dan penyediaan logistik di kawasan perbatasan negara.
Peliknya mengurus daerah perbatasan ini membuat DPR pun membentuk tim pengawas pembangunan kawasan perbatasan yang dipimpin langsung oleh Ketua DPR. Anggota Komisi II DPR Hetifah Sjaifudian merupakan salah satu inisiator tim ini. Dia pun masuk menjadi satu dari 30 anggota tim. Dia mengungkapkan, terdapat 23 kementerian/lembaga yang memiliki alokasi anggaran untuk pembangunan perbatasan, dengan nilai total Rp9,2 Triliun.
Semua harus bergerak secara lebih terkoordinasi. Dia juga menyoroti peran BNPP yang dinilai kurang maksimal. “Kita perlu institusi dengan wewenang lebih besar dalam membangun perbatasan. Bisa jadi berbentuk kementerian,” tegasnya. Selaras dengan program kerja kabinet kerja Jokowi-JK membangun Indonesia dari daerah pinggiran, PT Asabri (Persero) menggencarkan pembangunan sarana dan prasarana seperti air bersih, MCK, dan infrastruktur jalan di 70 titik di wilayah perbatasan.
Perhatian Asabri untuk kawasan perbatasan diimplementasikan dalam berbagai program peningkatan kesejahteraan peserta dan masyarakat serta community development melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) yang merupakan prioritas utama. Antara lain dengan menggelar program bedah rumah purnawirawan TNI, Polri serta ASN Kementerian Pertahanan dan ASN Polri. Sepanjang 2015-2016, program bedah rumah dilaksanakan di 70 titik se-Indonesia dan diutamakan di wilayah perbatasan seperti perbatasan RI-Malaysia dan RI Timor Leste.
Di Atambua, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, yang berbatasan dengan Timor Leste, Asabri bekerja sama dengan BUMN lainnya yaitu BTPN melakukan bedah rumah di 30 titik. Lokasi bedah rumah tepatnya di Dusun Manubaun, Desa Kabuna, Kecamatan Kakuluk Mesak, Atambua. Sebanyak 12 rumah di antaranya harus dibangun dari awal karena kondisinya yang sudah sangat memprihatinkan. Rata-rata rumah yang dikerjakan berukuran 5x6 meter.
Kepala Divisi PKBL Asabri Zulkarnaen Effendi mengatakan, alokasi biaya untuk setiap rumah Rp30 juta. Asabri menanggung biaya untuk 20 rumah, sementara BTPN membiayai 10 rumah. Sebagian besar pemilik rumah adalah purnawirawan dan warakawuri personel TNI yang pernah terlibat dalam perjuangan mempertahankan Timor Timur. Para purnawirawan dan keluarga mereka yang rumahnya rusak berat selama ini ditampung di asrama Kodim 1605/Belu, menumpang di rumah saudara yang dekat, di sekitar Stadion Olahraga Haliwen, di tepi bandara, atau memaksakan diri tinggal di rumah yang sangat tidak layak.
Karena usia yang sudah tua, mereka rata-rata hanya mengandalkan hidup dari uang tunjangan pensiun tanpa memiliki usaha lain. Kegiatan pembangunan rumah berlangsung pada Agustus-September 2016. Serah terima kembali dengan para pemilik rumah dilaksanakan pada 27 Oktober 2016. Setelah perbaikan rumah, masyarakat di Manubaun masih membutuhkan bantuan instalasi air bersih, instalasi listrik, dan sarana pendidikan.
(mhd)