Sejumlah Elite PDIP Hadiri Pelantikan Bamusi Daerah
Sejumlah Elite PDIP Hadiri Pelantikan Bamusi Daerah
A
A
A
PANGKAL PINANG - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) hadiri pelantikan pengurus cabang Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi) se-Bangka. Sejumlah Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP hadir dalam acara pelantikan tersebut.
Wakil Sekretaris Jenderal (Wsekjen) DPP PDIP Achmad Basarah mengatakan, Pancasila merupakan sintesis antara Islam dan nasionalisme. Dia mengibaratkan sepasang rel kereta api yang harus selalu berdampingan kokoh untuk mengantarkan penumpangnya sampai pada tujuan.
"Salah satu dari rel kereta api itu patah, maka berisiko jatuhnya kereta api. Risikonya bukan hanya penumpang kereta api tidak akan sampai tujuan, tetapi penumpang kereta api tersebut akan celaka," ujar Basarah di Pangkal Pinang, Minggu (30/10/2016).
Sekretaris Dewan Penasihat Bamusi ini menambahkan, pergerakan kaum kebangsaan dimulai dengan berdirinya Perkumpulan Boedi Oetomo tahun 1908. Dia menerangkan, perkumpulan itu diikuti berdirinya perkumpulan-perkumpulan atau organisasi-organisasi gerakan lain.
Dia menyebutkan beberapa di antaranya, perkumpulan Muhammadiyah (1912), Nahdlatul Ulama (1926) dan Partai Nasional Indonesia/PNI (1927). Menurutnya, dimensi pergerakan kaum Islam dan kaum kebangsaan kemudian terinternalisasi dalam gerakan pemikiran dan gerakan politik Soekarno.
"Dua dimensi pemikiran Islam dan kebangsaan itulah akhirnya oleh Soekarno dikonseptualisasikan menjadi Pancasila yang sekarang menjadi konsensus dasar bangsa Indonesia sebagai ideologi negara," ucapnya.
Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto menambahkan, kehadiran Bamusi termasuk di wilayah Bangka Belitung dalam rangka memperbaiki wajah partai politik. Harapannya, Bamusi mampu mengimplementasikan Islam Nusantara yang berkemajuan untuk Indonesia Raya. (Baca: Demokrasi Indonesia sedang Mengalami Cobaan)
"Politik itu seyogianya tidak bisa dipisahkan dari sisi keagamaan,” kata Hasto.
Wakil Sekretaris Jenderal (Wsekjen) DPP PDIP Achmad Basarah mengatakan, Pancasila merupakan sintesis antara Islam dan nasionalisme. Dia mengibaratkan sepasang rel kereta api yang harus selalu berdampingan kokoh untuk mengantarkan penumpangnya sampai pada tujuan.
"Salah satu dari rel kereta api itu patah, maka berisiko jatuhnya kereta api. Risikonya bukan hanya penumpang kereta api tidak akan sampai tujuan, tetapi penumpang kereta api tersebut akan celaka," ujar Basarah di Pangkal Pinang, Minggu (30/10/2016).
Sekretaris Dewan Penasihat Bamusi ini menambahkan, pergerakan kaum kebangsaan dimulai dengan berdirinya Perkumpulan Boedi Oetomo tahun 1908. Dia menerangkan, perkumpulan itu diikuti berdirinya perkumpulan-perkumpulan atau organisasi-organisasi gerakan lain.
Dia menyebutkan beberapa di antaranya, perkumpulan Muhammadiyah (1912), Nahdlatul Ulama (1926) dan Partai Nasional Indonesia/PNI (1927). Menurutnya, dimensi pergerakan kaum Islam dan kaum kebangsaan kemudian terinternalisasi dalam gerakan pemikiran dan gerakan politik Soekarno.
"Dua dimensi pemikiran Islam dan kebangsaan itulah akhirnya oleh Soekarno dikonseptualisasikan menjadi Pancasila yang sekarang menjadi konsensus dasar bangsa Indonesia sebagai ideologi negara," ucapnya.
Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto menambahkan, kehadiran Bamusi termasuk di wilayah Bangka Belitung dalam rangka memperbaiki wajah partai politik. Harapannya, Bamusi mampu mengimplementasikan Islam Nusantara yang berkemajuan untuk Indonesia Raya. (Baca: Demokrasi Indonesia sedang Mengalami Cobaan)
"Politik itu seyogianya tidak bisa dipisahkan dari sisi keagamaan,” kata Hasto.
(kur)
Explore More