Survei LSI Sebut Terdapat Tumpang Tindih di Antara 4 UU Pemilu
A
A
A
JAKARTA - Keempat Undang-undang (UU) tentang Penyelenggaraan Pemilu dianggap tumpang tindih. Hal itu merupakan salah satu kesimpulan dari hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang dilakukan sejak 8 Februari hingga 25 Maret 2016.
Adapun keempat UU itu adalah UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 2015, UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD, UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
"Mayoritas responden survei setuju bahwa terdapat tumpang tindih di antara keempat UU Pemilu," ujar Peneliti LSI Rizka Halida di Gedung Komisi Pemilihan Umum, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Minggu (16/10/2016).
Maka itu, kata dia, mayoritas responden berpendapat bahwa UU Pemilu sekarang perlu disederhanakan menjadi satu UU Pemilu. Lanjut dia, mayoritas responden berpandangan bahwa masih terdapat ketidakjelasan dalam UU Pemilu sekarang tentang isu-isu penting.
"Seperti peraturan keuangan kampanye dan pengawasan proses pemilu harus diatur dengan tegas dan spesifik dalam UU Pemilu," tuturnya.
Adapun populasi survei ini adalah seluruh warga negara Indonesia di enam wilayah, dengan kriteria memiliki pengetahuan luas, keahlian dan atau pengalaman terkait pemilu dan peraturannya. Enam wilayah itu adalah Banda Aceh, DKI Jakarta, Jayapura, Makassar, Medan dan Surabaya.
Dari setiap wilayah, ditentukan tiga kelompok responden dengan latar belakang akademisi, LSM dan media massa. Jumlah sampel sebanyak 216 responden.
Pemilihan responden survei dilakukan dengan cara purposif yaitu ditentukan sebelumnya berdasarkan kriteria ditetapkan. Quality Control terhadap hasil wawancara dilakukan secara random kepada 15% dari total sampel oleh supervisor dengan kembali menghubungi responden melaui telepon. Dalam quality control tidak ditemukan kesalahan berarti.
Adapun keempat UU itu adalah UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 2015, UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD, UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
"Mayoritas responden survei setuju bahwa terdapat tumpang tindih di antara keempat UU Pemilu," ujar Peneliti LSI Rizka Halida di Gedung Komisi Pemilihan Umum, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Minggu (16/10/2016).
Maka itu, kata dia, mayoritas responden berpendapat bahwa UU Pemilu sekarang perlu disederhanakan menjadi satu UU Pemilu. Lanjut dia, mayoritas responden berpandangan bahwa masih terdapat ketidakjelasan dalam UU Pemilu sekarang tentang isu-isu penting.
"Seperti peraturan keuangan kampanye dan pengawasan proses pemilu harus diatur dengan tegas dan spesifik dalam UU Pemilu," tuturnya.
Adapun populasi survei ini adalah seluruh warga negara Indonesia di enam wilayah, dengan kriteria memiliki pengetahuan luas, keahlian dan atau pengalaman terkait pemilu dan peraturannya. Enam wilayah itu adalah Banda Aceh, DKI Jakarta, Jayapura, Makassar, Medan dan Surabaya.
Dari setiap wilayah, ditentukan tiga kelompok responden dengan latar belakang akademisi, LSM dan media massa. Jumlah sampel sebanyak 216 responden.
Pemilihan responden survei dilakukan dengan cara purposif yaitu ditentukan sebelumnya berdasarkan kriteria ditetapkan. Quality Control terhadap hasil wawancara dilakukan secara random kepada 15% dari total sampel oleh supervisor dengan kembali menghubungi responden melaui telepon. Dalam quality control tidak ditemukan kesalahan berarti.
(kri)