Revisi UU Pemilu, LBH Perindo: Ini Mengebiri Parpol Baru

Jum'at, 14 Oktober 2016 - 14:22 WIB
Revisi UU Pemilu, LBH Perindo: Ini Mengebiri Parpol Baru
Revisi UU Pemilu, LBH Perindo: Ini Mengebiri Parpol Baru
A A A
JAKARTA - Pemerintah dinilai berupaya mengebiri hak partai politik (parpol) baru melalui revisi Undang-Undang (UU) tentang Penyelenggaraan Pemilu. Pasalnya, salah satu poin di dalam draf revisi UU itu bahwa hasil Pileg 2014 dijadikan syarat parpol untuk mengusung calon presiden dan calon wakil presiden di Pemilu Serentak 2019.

”Dalam pasal 192 dinyatakan bahwa ”Partai peserta pemilu yang tidak menjadi peserta pemilu pada pemilu periode sebelumnya, dalam mengusung pasangan calon wajib bergabung dengan partai peserta pemilu yang menjadi peserta pemilu pada periode sebelumnya”,” kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Perindo Ricky K Margono, Jumat 14 Oktober 2016.

Dengan kata lain, menurut Ricky, parpol baru tidak dapat mengajukan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden. Selain pasal 192, salah satu pasal yang juga menjadi sorotan dalam revisi UU tersebut adalah pasal 190. Ricky menjelaskan isi pokok pasal tersebut menyatakan bahwa pasangan capres dan cawapres hanya boleh diusulkan oleh parpol atau gabungannya dengan perolehan kursi paling sedikit 20% dari perolehan kursi DPR atau 25% dari suara sah pemilu anggota DPR periode sebelumnya.

Jika melihat dari kedua pasal di atas, maka secara jelas terlihat upaya pengebirian demokrasi dari bangsa ini. Parpol baru tidak dapat mengajukan atau mengusulkan nama pasangan capres dan cawapres.

”Kenapa saya mengatakan pengebirian? Karena jelas di dalam UUD 1945 dikatakan bahwa pasangan capres dan cawapres diajukan oleh partai politik ataupun gabungan partai politik. Terlihat kekhawatiran partai-partai lama akan hadirnya partai-partai baru,” ungkapnya.

Lebih lanjut Ricky menjelaskan, usulan pemerintah soal parpol baru tidak boleh mengusung capres atau cawapres merupakan bentuk ketidakpahaman makna konstitusi dari pemilu dan praktik diskriminasi hukum. ”Inilah yang dimaksud bahwa prinsip negara hukum. Dalam hal ini persamaan kedudukan di mata hukum (equality before the law) telah dilanggar,” tambahnya.

Senanda dengan Ricky, Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis menilai wacana revisi UU tentang Penyelenggaraan Pemilu hanya akal-akalan pemerintah. Menurutnya, langkah yang dilakukan pemerintah tidak sesuai dengan konstitusi. ”Saya berpendapat bahwa gagasan itu bertentangan dengan konstitusi,” katanya saat dihubungi tim MNC Media, Jumat 14 Oktober 2016.

Margarito mengatakan, parpol lama dan parpol baru berhak mencalonkan capresnya sendiri pada Pemilu 2019. Dia menduga revisi UU Pemilu merupakan strategi parpol pemenang Pemilu 2014 untuk mengunci kehadiran parpol baru agar tidak memunculkan calon presiden. Parpol besar tak ingin setiap parpol baru mengusulkan orang-orang terbaik yang memiliki kompetensi dan disukai rakyat.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7601 seconds (0.1#10.140)