Ahok Dilaporkan ke Polisi
A
A
A
PERNYATAAN Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang menyebut ayat Alquran, Surah Al Maidah: 51 saat kunjungan dinasnya di Pulau Seribu, Rabu 28 September 2016 lalu, langsung memicu pro-kontra di masyarakat.
Banyak kalangan menyayangkan komentar Ahok tersebut karena bisa memicu keretakan di masyarakat, terutama menjelang Pilkada DKI 2017. Karena itu, semua pihak terutama umat muslim diharapkan untuk menyikapi masalah ini dengan kepala dingin. Pernyataan Ahok yang kontroversial tersebut telah direspons beragam oleh masyarakat.
Ada yang menganggap biasa sehingga tidak perlu dipersoalkan, namun banyak yang tidak terima pernyataan Ahok dan memilih jalur hukum untuk menyelesaikan masalah tersebut. Mereka melaporkan Ahok ke polisi karena dinilai telah melecehkan kitab suci Alquran. Apa hikmah yang kita dapat dalam masalah ini? Di sini kita harus mengapresiasi bahwa masyarakat kita sudah makin dewasa dalam menyikapi permasalahan yang muncul, termasuk tudingan penyebutan Surah Al Maidah: 51 oleh Gubernur Ahok tersebut.
Nilai-nilai demokrasi sudah benar-benar tumbuh di masyarakat kita termasuk di Jakarta, di mana adanya perbedaan pendapat telah disikapi masyarakat kita secara bijaksana. Meski banyak kalangan pernyataan Ahok dinilai sebagai pelecehan agama, masyarakat tidak terpancing untuk melakukan hal-hal yang tidak baik.
Langkah masyarakat yang lebih memilih menyelesaikan masalah tersebut lewat jalur hukum dibandingkan menggunakan cara-cara nonhukum (baca main hakim sendiri) tentu sangat baik bagi kelangsungan kerukunan di DKI Jakarta. Fenomena ini juga harus dimaknai sebagai munculnya kepercayaan masyarakat kita terhadap aparat hukum yang dinilainya mampu menyelesaikan masalah tersebut.
Karena itu, kepercayaan masyarakat ini tidak boleh disia-siakan oleh aparat hukum. Sebagai aparat negara, polisi harus bersikap netral dan mengusut setiap laporan yang muncul dari masyarakat. Mengusut laporan dugaan pelecehan yang diduga dilakukan Gubernur Ahok ini memang cukup dilematis bagi polisi.
Kita tahu, Ahok sebagai petahana saat ini merupakan satu dari tiga kandidat yang akan ikut dalam Pilkada 2017. Di tambah lagi, Ahok juga didukung oleh partai yang sedang berkuasa. Harapan kita adalah jangan sampai akhirnya muncul kesan bahwa pengusutan laporan polisi itu merupakan upaya penjegalan Ahok dalam pilkada mendatang.
Tentu kalau itu yang terjadi, jelas akan mengurangi kredibilitas pilkada. Dua kandidat Pilkada DKI, pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno dan Agus Harimurti-Sylviana Murni sejauh ini cukup baik karena tidak ikut terpancing menggunakan isu tersebut untuk menjatuhkan petahana Ahok. Mereka tampaknya tahu benar bahwa masyarakat akan lebih mengapresiasi persaingan yang muncul bukan karena perdebatan masalah SARA, namun lebih pada adu program.
Karena adu program akan sangat bermanfaat bagi pembangunan Jakarta ke depan. Bola panas saat ini berada di tangan polisi. Tak ada cara lain bagi polisi selain segera memulai penyelidikan kasus ini secara baik untuk menghindari kecurigaan yang tidak perlu. Karena apa pun hasilnya jika penyelidikan tersebut dilakukan secara fair dan transparan, masyarakat pasti akan menerimanya dengan lapang dada.
Namun, sebaliknya jika polisi berani “bermain api”, tentu hal itu akan memicu kemarahan masyarakat yang akan membahayakan persatuan bangsa. Langkah serius polisi dalam mengusus kasus ini juga bisa menjadi pelajaran bagi yang lain untuk tidak menggunakan isu SARA dalam pilkada. Kita tunggu saja langkah polisi dalam mengusut kasus ini.
Banyak kalangan menyayangkan komentar Ahok tersebut karena bisa memicu keretakan di masyarakat, terutama menjelang Pilkada DKI 2017. Karena itu, semua pihak terutama umat muslim diharapkan untuk menyikapi masalah ini dengan kepala dingin. Pernyataan Ahok yang kontroversial tersebut telah direspons beragam oleh masyarakat.
Ada yang menganggap biasa sehingga tidak perlu dipersoalkan, namun banyak yang tidak terima pernyataan Ahok dan memilih jalur hukum untuk menyelesaikan masalah tersebut. Mereka melaporkan Ahok ke polisi karena dinilai telah melecehkan kitab suci Alquran. Apa hikmah yang kita dapat dalam masalah ini? Di sini kita harus mengapresiasi bahwa masyarakat kita sudah makin dewasa dalam menyikapi permasalahan yang muncul, termasuk tudingan penyebutan Surah Al Maidah: 51 oleh Gubernur Ahok tersebut.
Nilai-nilai demokrasi sudah benar-benar tumbuh di masyarakat kita termasuk di Jakarta, di mana adanya perbedaan pendapat telah disikapi masyarakat kita secara bijaksana. Meski banyak kalangan pernyataan Ahok dinilai sebagai pelecehan agama, masyarakat tidak terpancing untuk melakukan hal-hal yang tidak baik.
Langkah masyarakat yang lebih memilih menyelesaikan masalah tersebut lewat jalur hukum dibandingkan menggunakan cara-cara nonhukum (baca main hakim sendiri) tentu sangat baik bagi kelangsungan kerukunan di DKI Jakarta. Fenomena ini juga harus dimaknai sebagai munculnya kepercayaan masyarakat kita terhadap aparat hukum yang dinilainya mampu menyelesaikan masalah tersebut.
Karena itu, kepercayaan masyarakat ini tidak boleh disia-siakan oleh aparat hukum. Sebagai aparat negara, polisi harus bersikap netral dan mengusut setiap laporan yang muncul dari masyarakat. Mengusut laporan dugaan pelecehan yang diduga dilakukan Gubernur Ahok ini memang cukup dilematis bagi polisi.
Kita tahu, Ahok sebagai petahana saat ini merupakan satu dari tiga kandidat yang akan ikut dalam Pilkada 2017. Di tambah lagi, Ahok juga didukung oleh partai yang sedang berkuasa. Harapan kita adalah jangan sampai akhirnya muncul kesan bahwa pengusutan laporan polisi itu merupakan upaya penjegalan Ahok dalam pilkada mendatang.
Tentu kalau itu yang terjadi, jelas akan mengurangi kredibilitas pilkada. Dua kandidat Pilkada DKI, pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno dan Agus Harimurti-Sylviana Murni sejauh ini cukup baik karena tidak ikut terpancing menggunakan isu tersebut untuk menjatuhkan petahana Ahok. Mereka tampaknya tahu benar bahwa masyarakat akan lebih mengapresiasi persaingan yang muncul bukan karena perdebatan masalah SARA, namun lebih pada adu program.
Karena adu program akan sangat bermanfaat bagi pembangunan Jakarta ke depan. Bola panas saat ini berada di tangan polisi. Tak ada cara lain bagi polisi selain segera memulai penyelidikan kasus ini secara baik untuk menghindari kecurigaan yang tidak perlu. Karena apa pun hasilnya jika penyelidikan tersebut dilakukan secara fair dan transparan, masyarakat pasti akan menerimanya dengan lapang dada.
Namun, sebaliknya jika polisi berani “bermain api”, tentu hal itu akan memicu kemarahan masyarakat yang akan membahayakan persatuan bangsa. Langkah serius polisi dalam mengusus kasus ini juga bisa menjadi pelajaran bagi yang lain untuk tidak menggunakan isu SARA dalam pilkada. Kita tunggu saja langkah polisi dalam mengusut kasus ini.
(poe)