Gairah Pilkada Jakarta

Senin, 26 September 2016 - 07:41 WIB
Gairah Pilkada Jakarta
Gairah Pilkada Jakarta
A A A
TAK diragukan lagi bahwa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta memiliki magnet tersendiri dalam peta perpolitikan Indonesia. Sekalipun pilkada ini hanya untuk warga DKI, spektrum pengaruhnya sangat luas.

Bahkan pusat-pusat kekuatan politik pun menyikapi dengan sangat serius. Bisa kita lihat, tiga pusat kekuatan politik utama Indonesia, yaitu Teuku Umar (sebagai kediaman Megawati Soekarnoputri), Cikeas (kediaman Susilo Bambang Yudhoyono), serta Kertanegara (kediaman Prabowo Subianto), memberikan perhatian khusus untuk pilkada ini. Penentuan calon dijaga oleh ketiga pentolan political centrum tersebut.

Jadi, bukan sesuatu yang mengherankan ketika publik akhirnya menilai Pilkada DKI ini seperti beraroma Pilpres 2019. Banyak yang menilai, pertarungan Pilkada DKI Jakarta 2017 ini adalah gambaran awal akan seperti apa Pilpres 2019 nanti. Selain gambaran peta kekuatan pada Pilpres 2019 nanti, peta di Pilkada DKI 2019 ini oleh banyak pihak diyakini akan memberikan pengaruh mengenai figur yang akan bertarung pada Pilpres 2019. Dasar pikirnya adalah setelah keberhasilan
Presiden Joko Widodo yang menjadikan kursi gubernur DKI sebagai batu loncatan untuk menjadi presiden, maka ke depan trennya akan serupa.

Namun di awal persiapan pertarungannya, Pilkada DKI terindikasi akan berlangsung tidak seru jika Ahok tidak diberi lawan yang seimbang. Nama-nama yang beredar hanya memiliki elektabilitas yang rendah jika dibandingkan sang Gubernur. Belakangan hanya Walikota Surabaya Tri Rismaharini yang mampu menyaingi, namun Risma sedari awal sudah menampik, dan partainya PDIP sudah menunjukkan sinyal akan mengusung Ahok. Pertarungan sempat dianggap akan tidak seru.

Namun rupanya di tikungan akhir, kedua pusat kekuatan politik, yaitu Cikeas dan Kertanegara, mengeluarkan jurus yang mengejutkan. Cikeas tahu-tahu memasangkan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dengan Sylviana Murni. Mayoritas publik kaget ketika AHY yang masih berpangkat mayor TNI dan merupakan putra tertua SBY dicalonkan sebagai cagub DKI. Banyak yang menyangka SBY menyiapkan Agus untuk tetap fokus menjalani karier militer.

Di Kertanegara lain lagi. Nama Sandiaga-Mardani Ali Sera tahu-tahu berubah 180 derajat menjadi Anies Baswedan-Sandiaga Uno. Nama Sandiaga sedari awal sudah diusung Gerindra, sementara nama Anies baru muncul di tikungan terakhir.

Namun rupanya kemunculan Agus dan Anies melahirkan gairah di masyarakat. Para pendukung Ahok menjadi lebih waspada karena kedua pasang lawannya memiliki potensi tinggi. Untuk Agus Yudhoyono banyak yang tidak menyangka perhatian untuk nama ini tinggi sekali, sementara sejak lama Anies Baswedan dikenal masuk ke kelas calon presiden karena pernah turut serta dalam konvensi capres Partai Demokrat pada 2014.

Yang menarik adalah kedua figur cagub ini, Agus dan Anies, memberikan semacam rasa bangga untuk menunjukkan dukungan terbuka bagi banyak rakyat DKI yang sedari awal berseberangan dengan Ahok. Selama ini kandidat-kandidat yang mencuat hingga seminggu terakhir sebelum pengumuman relatif tidak begitu menarik minat publik DKI, terutama para rakyat yang sedari awal posisinya berseberangan dengan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Nama-nama Yusril Ihza Mahendra, Adhyaksa Dault, Abraham ”Lulung” Lunggana, Sjafrie Sjamsoeddin hingga Hasnaeni (Wanita Emas) relatif tidak memberikan kebanggaan bagi masyarakat Jakarta yang terindikasi tidak akan memilih Ahok.

Walaupun hingga hari ini belum ada lembaga survei yang bisa mengumumkan hasil surveinya atas ketiga pasang kandidat calon gubernur dan calon wakil gubernur DKI Jakarta, suasana sangat bersemangat sangat terasa dalam obrolan sehari-hari dan jagat media sosial.

Bahkan khusus di media sosial, jika dengan beberapa nama calon yang sempat beredar, para pendukung Gubernur Ahok relatif tidak begitu menyeriusi untuk mem-bully para kandidat yang berpotensi menghadapi Ahok dalam Pilkada DKI seperti Yusril, Adhyaksa, Lulung. Bully yang dilemparkan pun terkesan hanya main-main saja. Namun bully yang dilakukan para pendukung Ahok-Djarot terhadap Agus-Sylviana serta Anies-Sandiaga terlihat jauh lebih serius. Kritikan terhadap dua pasang lawan Ahok-Djarot ini bahkan hingga ke rekam jejak masing-masing, bukan hanya karakter.

Semoga kita disuguhi pertarungan yang menarik demi kemajuan DKI Jakarta dan Indonesia.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5280 seconds (0.1#10.140)