Bisnis Gula yang Manis

Kamis, 22 September 2016 - 13:49 WIB
Bisnis Gula yang Manis
Bisnis Gula yang Manis
A A A
SUKSES Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang melibatkan petinggi Dewan Perwakilan Daerah (DPD), kembali membuka mata dan telinga publik bahwa persoalan komoditas gula tiada habisnya di negeri ini.

Sejak lama komoditas pangan ini menjadi sumber pendapatan sangat manis bagi pengusaha yang bergerak di bidang impor komoditas pangan. Saking manisnya, untuk mendapatkan kuota impor gula, pengusaha cenderung menghalalkan segala cara, termasuk aksi penyuapan terhadap pihak berwenang dalam hal ini penguasa.

Sejumlah pejabat langsung melakukan pembelaan. Tengok saja, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukito tegas menyatakan peristiwa OTT KPK tidak ada hubungannya dengan impor gula dan telah memeriksa nama perusahaan importir, dan tidak menemukan nama perusahaan yang diduga menyuap ketua DPD demi mendapatkan kuota impor.

Izin impor sepenuhnya menjadi kewenangan Kementerian Perdagangan. Sejauh mana pentingnya pembelaan diri Kementerian Perdagangan yang cenderung reaktif itu? Toh, tidak mengubah stigma yang sudah melekatdari dulu bahwa kuota impor gula adalah salah instrument bisnis yang empuk bagi pengusaha untuk meraih untung besar.

Namun, boleh jadi respons serius terhadap OTT yang melibatkan pejabat tinggi tersebut sebagai salah satu cara bagi Menteri Perdagangan mengamankan lembaganya. Hal itu wajar saja sebab berkembang spekulasi bahwa ketua DPD disuap pengusaha gula guna menggunakan pengaruhnya memuluskan untuk meraih kuota impor gula.

Tentu, spekulasi itu mengarah ke Kementerian Perdagangan sebagai penguasa kuota impor gula. Kekhawatiran pihak Kementerian Perdagangan sah saja. Anggap saja sebagai peringatan dini bagi kementerian yang mengurusi komoditas impor yang selalu menjadi rebutan pengusaha karena memang memberi keuntungan yang besar.

Pihak Bulog sudah mengklarifikasi bahwa perusahaan yang diduga menyuap ketua DPD hanya sebuah perusahaan mitra penyalur, yang berperan mendistribusikan gula impor ke Padang, Sumatera Barat. Selama ini, Bulog menggandeng perusahaan penyalur dengan jaringan penjualan yang sudah ada, dan berkomitmen menjual gula sesuai harga eceran tetap.

Tidak kurang dari 57 perusahaan yang bermitra dengan Bulog dalam mendistribusikan gula ke seluruh wilayah Indonesia. Dan, Bulog membuka kesempatan kepada siapa saja yang ingin bermitra sepanjang memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Sebagaimana diungkapkan dari awal bahwa kasus OTT KPK kali ini kembali membuktikan masalah bisnis komoditas gula masih dalam suasana carut-marut.

Bicara soal sengkarut dalam bisnis gula, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha ( KPPU) Syarkawi Rauf melihat ada dua masalah serius yang harus diurai. Pertama, persoalan efisiensi pada pabrikgula. Kedua, terkait kebijakan impor. Dalam penilaian Syarkawi, pada umumnya pabrik gula milik negara tidak efisien.

Dibuktikan dengan biaya pokok produksi sebesar Rp8.500 hingga Rp9.000 per kilogram. Padahal, sejumlah pabrik gula swasta hanya mengeluarkan biaya pokok produksi sebesar Rp4.000 per kilogram. Penyebab pabrik gula pelat merah terjadi inefisiensi karena sebagian besar pabriknya sudah tua.

Terkait kebijakan impor gula, Syarkawi sulit untuk memahaminya dan mempertanyakan, ”Kenapa sih pemerintah selalu membatasi bisnis komoditas pangan di hulu? Padahal, kita sudah tahu tidak mungkin memenuhi permintaan domestik termasuk gula,” ujarnya dalam sebuah diskusi.

Jalan keluarnya adalah bebaskan saja impor di satu sisi. Dan, di sisi lain beri perhatian penuh kepada petani dengan sistem perlindungan langsung, bantu meningkatkan produktivitas dan efisiensi. Apa yang dikemukakan orang nomor satu di KPPU itu memang tidak sejalan dengan pandangan umum selama ini, terutama untuk kalangan yang selalu meminta pemerintah melakukan pembatasan komoditas impor.

Untuk pemenuhan kebutuhan gula jelas pemerintah tak bisa mengatasi, sebagai jalan keluarnya memasukkan gula dari luar, jadi tak perlu dibatasi. Di sini dibutuhkan transparansi berapa sebenarnya kebutuhan gula harus diimpor sehingga pembagian kuota impor menjadi jelas.

Mengapa impor gula menjadi bisnis yang menarik? Karena disparitas harga gula domestik dan impor sangat tinggi. Dengan adanya margin yang besar, importir berebut mendapatkan kuota dengan berbagai cara sehingga terbuka lebar celah praktik suap-menyuap. Dan, semakin sempurna ketika pejabat yang berpengaruh ikut bermain kuota impor.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4542 seconds (0.1#10.140)