Panglima TNI Sebut Terorisme Adalah Bentuk Proxy War di Indonesia
A
A
A
JAKARTA - Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengimbau masyarakat agar waspada terhadap paham terorisme. Gatot pun menyebut terorisme sebagai salah satu bentuk proxy war di Indonesia.
Untuk diketahui, poxy war atau perang proksi adalah perang yang terjadi ketika lawan menggunakan pihak ketiga sebagai pengganti atau berkelahi satu sama lain secara langsung.
Gatot membantah, anggapan bahwa terorisme yang terjadi di Indonesia dan di dunia akibat faktor ketidakadilan. Dia menyebut aksi teror belakangan ini terjadi karena motif perebutan energi.
"Masalah terorisme sebenarnya berlatar belakang energi, ISIS (Negara Islam Irak dan Suriah) sebagai contoh nyatanya,” kata Gatot melalui keterangan pers yang diterima Sindonews, Senin (29/8/2016).
Belakangan ini sepak terjang ISIS melalui aksi teror memang menjadi perhatian dunia. Gatot mengatakan, ISIS tengah gencar melakukan perekrutan anggota dari seluruh negara, termasuk Indonesia.
Menurut Gatot, banyak anak-anak Indonesia saat ini berada di Suriah. Mereka diberi pelatihan menembak, militer dan dididik menjadi pasukan ISIS.
“Anak-anak itu dicuci otak untuk menjadi teroris. Apabila mereka terdesak di Suriah, mereka akan kembali ke negara asal dan mengadakan perjuangan di wilayahnya masing-masing,” ungkap Gatot.
Maraknya perekrutan yang dilakukan kelompok teroris juga didukung dana dari luar. Gatot mengatakan, dana teroris yang masuk ke Indonesia paling besar berasal dari wilayah Australia, Malaysia, Brunei dan Filipina.
Uang tersebut kata Gatot, masuk ke Indonesia melalui sejumlah yayasan. Namun sayang, Indonesia belum bisa mencegah lantaran terbentur dengan Undang-undang (UU). "Teroris adalah kejahatan negara. Kita harus berani menyikapi," tegas Gatot.
Untuk diketahui, poxy war atau perang proksi adalah perang yang terjadi ketika lawan menggunakan pihak ketiga sebagai pengganti atau berkelahi satu sama lain secara langsung.
Gatot membantah, anggapan bahwa terorisme yang terjadi di Indonesia dan di dunia akibat faktor ketidakadilan. Dia menyebut aksi teror belakangan ini terjadi karena motif perebutan energi.
"Masalah terorisme sebenarnya berlatar belakang energi, ISIS (Negara Islam Irak dan Suriah) sebagai contoh nyatanya,” kata Gatot melalui keterangan pers yang diterima Sindonews, Senin (29/8/2016).
Belakangan ini sepak terjang ISIS melalui aksi teror memang menjadi perhatian dunia. Gatot mengatakan, ISIS tengah gencar melakukan perekrutan anggota dari seluruh negara, termasuk Indonesia.
Menurut Gatot, banyak anak-anak Indonesia saat ini berada di Suriah. Mereka diberi pelatihan menembak, militer dan dididik menjadi pasukan ISIS.
“Anak-anak itu dicuci otak untuk menjadi teroris. Apabila mereka terdesak di Suriah, mereka akan kembali ke negara asal dan mengadakan perjuangan di wilayahnya masing-masing,” ungkap Gatot.
Maraknya perekrutan yang dilakukan kelompok teroris juga didukung dana dari luar. Gatot mengatakan, dana teroris yang masuk ke Indonesia paling besar berasal dari wilayah Australia, Malaysia, Brunei dan Filipina.
Uang tersebut kata Gatot, masuk ke Indonesia melalui sejumlah yayasan. Namun sayang, Indonesia belum bisa mencegah lantaran terbentur dengan Undang-undang (UU). "Teroris adalah kejahatan negara. Kita harus berani menyikapi," tegas Gatot.
(maf)