Jaksa Agung Dilaporkan ke Komisi Kejaksaan
A
A
A
JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Hapus Hukuman Mati melaporkan Jaksa Agung M Prasetyo ke Komisi Kejaksaan (Komjak).
Koalisi menilai Jaksa Agung M Prasetyo telah melakukan pelanggaran atau perbuatan tidak profesional dalam melaksanaan eksekusi mati yang digelar Jumat 29 Juli 2016.
Salah satu perwakilan koalisi dari Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat, Muhamaaf Afif mengakui memiliki temuan terkait pelanggaran kode etik dalam pelaksanaan eksekusi.
"Kami menemukan temuan yang mungkin oleh Komisi kejaksaan diperhatikan lebih lanjut," kata Afif saat menyampaikan laporannya kepada Komisi Kejaksaan (Komjak) di Kantor Komjak, Rabu (10/8/2016).
Afif yang juga anggota tim kuasa hukum salah satu terpidana mati menilai ada pelanggaran dalam pelaksanaan eksekusi terpidana mati.
Dia mengungkapkan sebelumnya telah mendaftarkan permohonan grasi kepada Presiden atas nama terpidana mati Humprey Ejike Jefferson pada Senin 25 juli 2016 lalu. Laporan itu sudah disampaikan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Menurut dia, Humprey masih memilki hak untuk mengajukan grasi. Hal tersebut, kata dia, merujuk putusan Mahkamah Konstitusi, Nomor 107/PUU -XIII/2015 yang membatalkan pembatasan pengajuan grasi yang tercantum dalam Pasal 7 ayat 2 Undang-undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Grasi.
"MK menyatakan Pasal 7 ayat 2 Undang-undang Grasi tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengingat berdasarkan putusan MK, Humprey Ejike Jefferson masih memiliki hak pengajuan grasi," tuturnya.
Dia juga menjelaskan berdasarkan Pasal 13 UU Nomor 2 Tahun 2002 junto Pasal 5 Tahun 2010 tentang Grasi dinyatakan bagi terpidana mati kuasa hukum atau keluarga terpidana mati yang mengajukan permohonan grasi tidak dapat dilaksanakan sebelum Keputusan Presiden tentang penolakan permohonan grasi diterima oleh terpidana.
Koalisi menilai Jaksa Agung M Prasetyo telah melakukan pelanggaran atau perbuatan tidak profesional dalam melaksanaan eksekusi mati yang digelar Jumat 29 Juli 2016.
Salah satu perwakilan koalisi dari Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat, Muhamaaf Afif mengakui memiliki temuan terkait pelanggaran kode etik dalam pelaksanaan eksekusi.
"Kami menemukan temuan yang mungkin oleh Komisi kejaksaan diperhatikan lebih lanjut," kata Afif saat menyampaikan laporannya kepada Komisi Kejaksaan (Komjak) di Kantor Komjak, Rabu (10/8/2016).
Afif yang juga anggota tim kuasa hukum salah satu terpidana mati menilai ada pelanggaran dalam pelaksanaan eksekusi terpidana mati.
Dia mengungkapkan sebelumnya telah mendaftarkan permohonan grasi kepada Presiden atas nama terpidana mati Humprey Ejike Jefferson pada Senin 25 juli 2016 lalu. Laporan itu sudah disampaikan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Menurut dia, Humprey masih memilki hak untuk mengajukan grasi. Hal tersebut, kata dia, merujuk putusan Mahkamah Konstitusi, Nomor 107/PUU -XIII/2015 yang membatalkan pembatasan pengajuan grasi yang tercantum dalam Pasal 7 ayat 2 Undang-undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Grasi.
"MK menyatakan Pasal 7 ayat 2 Undang-undang Grasi tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengingat berdasarkan putusan MK, Humprey Ejike Jefferson masih memiliki hak pengajuan grasi," tuturnya.
Dia juga menjelaskan berdasarkan Pasal 13 UU Nomor 2 Tahun 2002 junto Pasal 5 Tahun 2010 tentang Grasi dinyatakan bagi terpidana mati kuasa hukum atau keluarga terpidana mati yang mengajukan permohonan grasi tidak dapat dilaksanakan sebelum Keputusan Presiden tentang penolakan permohonan grasi diterima oleh terpidana.
(dam)