Perda dan Infrastruktur

Rabu, 15 Juni 2016 - 11:24 WIB
Perda dan Infrastruktur
Perda dan Infrastruktur
A A A
PEMERINTAH menghapus 3.143 dari sekitar 9.000 peraturan daerah (Perda) yang saat ini berlaku. Alasan utama pembatalan penghapusan sekitar 30% perda yang ada tersebut adalah karena menghambat pertumbuhan daerah dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya.

Dalam hal menghambat pertumbuhan daerah disebabkan perda-perda tersebut membuat birokrasi yang terlalu panjang, menghambat proses perizinan dan investasi, serta menghambat kemudahan berusaha (doing business). Pemerintah memang tengah menggenjot pertumbuhan ekonomi dengan menggenjot laju investasi baik dari dalam dan luar negeri. Penghapusan ribuan perda tersebut adalah salah satu cara sedangkan cara lain adalah dengan membangun infrastruktur.

Tujuannya sepertinya disebut di atas agar kemudahan berbisnis (berusaha) semakin mudah sehingga semakin banyak pihak-pihak yang menginvestasikan uangnya untuk berusaha. Semakin banyak investasi dan semakin memadai infrastruktur diharapkan akan semakin mendorong pertumbuhan ekonomi negeri ini.

Tentu upaya pemerintah untuk semakin mendorong pertumbuhan ekonomi dengan cara menghapus perda yang menghambat investasi dan membangun infrastruktur yang memadai perlu diapresiasi. Hanya, dua hal tersebut adalah sebuah tool atau alat atau juga bisa dikatakan hardware yang ada di negeri ini.

Sedangkan software atau mindset dari para birokrat dan masyarakat juga harus ada pembenahan. Untuk pembenahan software ini memang lebih bersifat kualitatif sehingga cukup sulit dilihat secara kasatmata atau diukur dengan angka. Namun, dampaknya akan terasa pada kemudahan bisnis dan pertumbuhan ekonomi.

Sejauh ini, untuk membenahi software para birokrat (tentu juga aparat) dan masyarakat melalui kampanye revolusi mental. Namun, tampaknya gaung revolusi mental belum terasa, padahal sudah dicanangkan sejak akhir 2014 lalu. Dana yang digelontorkan untuk kampanye revolusi mental pun cukup besar yaitu sekitar Rp149 miliar. Dana sebesar itu digunakan untuk melakukan kampanye melalui media elektronik maupun media luar. Bahkan, pemerintah juga membuat website khusus yang sempat mati beberapa saat.

Kurang gaung tentang kampanye revolusi mental tampaknya bukan persoalan dana namun kurang sigapnya pemerintah dalam menggandeng semua elemen masyarakat di Indonesia. Mengampanyekan revolusi mental akan berjalan cukup baik jika pemerintah bisa berkolaborasi dengan tokoh agama, media-media, atau lembaga-lembaga nirlaba untuk terus mengampanyekan tentang revolusi mental. Kita khawatir jika hardware yang tengah dibenahi pemerintah yaitu perda dan infrastruktur berjalan cukup baik, tidak bisa berjalan mulus hanya karena mindset birokrat dan masyarakatnya masih menggunakan cara lama.

Di sisi lain, pembangunan infrastruktur juga harus diikuti proses controlling dan evaluating agar infrastruktur yang sudah dibangun atau dibenahi berfungsi secara maksimal dan berkelanjutan. Salah satunya tentang perawatan infrastruktur (baik fisik maupun sistemnya) yang telah dibangun. Jangan nanti setelah dibangun dan hanya mampu digunakan dalam jangka 1 atau 2 tahun setelah itu tidak bisa dimanfaatkan lagi.

Begitu juga dengan penghapusan ribuan perda, juga harus diikuti kebijakan-kebijakan susulan agar terjadi semacam transisi yang mulus sehingga tidak menimbulkan gejolak atau bahkan masalah baru. Sebagai contoh, pemerintah harus mampu menjawab tentang bagaimana masyarakat atau pelaku bisnis mengetahui perda mana saja yang sudah dihapus.

Jangan-jangan, ketidaktahuan masyarakat justru digunakan oleh birokrat yang masih menggunakan mindset lama untuk meraup keuntungan pribadi. Selain itu, jika ribuan perda tersebut dihapus, lalu dalam melakukan bisnis harus mengacu pada aturan yang mana? Hak-hak tersebut harus bisa dijawab pemerintah melalui kebijakan baru.

Kita mendukung upaya-upaya pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di antaranya melalui pembangunan infrastruktur dan penghapusan ribuan perda. Namun, jika kebijakan itu tidak dilakukan secara komprehensif atau hanya sporadis, maka akan muncul anggapan hanya lips service atau sekadar pencitraan pemerintah.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6794 seconds (0.1#10.140)