Golkar dan Pemerintah

Sabtu, 21 Mei 2016 - 12:29 WIB
Golkar dan Pemerintah
Golkar dan Pemerintah
A A A
Hasil Munaslub Golkar di Bali beberapa waktu lalu telah mengubah peta politik di Tanah Air terutama dengan bergabungnya partai berlambang beringin itu ke pemerintahan Joko Widodo-M Jusuf Kalla (Jokowi-JK). Namun, bergabungnya Partai Golkar bisa menjadi tantangan atau bumerang tersendiri bagi pemerintah jika tak siap mengantisipasinya.

Banyak kalangan akhirnya berharap dengan masuknya Golkar tersebut bisa memperlancar laju roda pemerintahan Jokowi-JK. Pasalnya, dengan dukungan mayoritas partai politik tentu akan lebih memudahkan pemerintahan Jokowi untuk membuat terobosan bagi kesejahteraan rakyat. Dengan kata lain, tak ada kekhawatiran lagi kebijakan pemerintah bisa dijegal oleh parlemen.

Sebagai gambaran, partai pendukung pemerintah saat ini adalah PDI Perjuangan dengan jumlah 109 kursi parlemen, PKB (47 kursi), NasDem (35 kursi), dan Hanura (16 kursi). Pemerintah juga langsung mendapat dukungan dari PPP (39 kursi) begitu Romy Romahurmuziy terpilih sebagai ketua umum. PAN (49) meskipun belum resmi, dari pernyataan para petingginya, partai berlambang matahari ini juga sangat ingin sekali merapat ke pemerintah. Ditambah kekuatan Golkar (91 kursi) tentu, pemerintah menguasai lebih dari 70% suara parlemen yang secara total berjumlah 560 kursi.

Sebaliknya, kekuatan oposisi yang dikenal dengan Koalisi Merah Putih menyusut drastis, yakni tinggal dua partai: Partai Gerindra (73 kursi) dan PKS (40 kursi). Kemudian, ada Partai Demokrat (61 kursi) yang cenderung menempatkan dirinya sebagai partai penyeimbang (partai tengah). Bahkan, jika ketiga partai itu pun bersatu, suara mereka tak akan mampu melawan partai pendukung pemerintah.

Komposisi dukungan partai di atas sebenarnya sangat menguntungkan pemerintahan Jokowi-JK yang nyaris sudah "menguasai" parlemen. Dalam arti positif, Jokowi-JK bisa memanfaatkan dukungan mayoritas parlemen tersebut untuk melancarkan program-programnya tanpa takut dijegal lagi oleh oposisi yang suaranya sudah tidak terlalu signifikan lagi.

Selain bisa berdampak positif bagi pemerintahan Jokowi-JK, namun ada juga sejumlah sisi negatif. Pertama , dengan minimnya jumlah partai oposisi, dikhawatirkan sistem checks and balances untuk mengawasi jalannya pemerintahan tidak bisa berjalan baik. Kurangnya pengawasan bisa membawa potensi yang negatif bagi negara ini, karena kontrol terhadap pemerintahan menjadi berkurang. Hal ini tentu akan sangat merugikan bagi perkembangan demokrasi di Tanah Air.

Kedua , bergabungnya Golkar ke koalisi pemerintahan bisa menciptakan masalah tersendiri terutama di internal mereka. Ingat, "tidak ada makan siang gratis dalam politik". Golkar pasti meminta bagian. Belum lagi, jika PAN juga jadi ikut bergabung dengan pemerintah.

Masuknya dua partai ke pemerintahan tentunya bukan hal yang mudah untuk mengakomodasinya, apalagi jika dihadapkan dengan para partai pendukung pemerintah yang sudah ada sejak awal. Masuknya Golkar dan mungkin juga PAN tentu akan membuat adanya rasa kecewa bagi partai yang sejak awal mendukung Jokowi-JK.

Misalnya, jika reshuffle kabinet jadi dilakukan, tentu jatah kursi menteri dari partai pendukung sebelumnya pasti akan dikurangi. Asas pemerataan tampaknya akan dipakai Jokowi untuk mengakomodasi para pendukungnya yang makin banyak.

Akan timbul masalah baru jika Jokowi tidak mampu membangun komunikasi yang baik dengan partai-partai pendukungnya itu. Sedangkan dengan PDIP saja, komunikasi politiknya dengan pemerintah tidak terlalu baik. Bahkan, kita lihat tak jarang sikap PDIP justru berlawanan dengan kebijakan pemerintah. Dengan hadirnya Golkar, tentu masalah akan bertambah pelik dan kompleks.

Di sinilah diperlukan kepiawaian Jokowi dalam merangkul semua partai pendukungnya agar roda pemerintahan berjalan makin efektif. Kalau tidak, yang justru terjadi adalah munculnya kegaduhan politik seperti yang terjadi di awal-awal pemerintahan Jokowi.

Ingat, kegaduhan yang terjadi selama ini kebanyakan berasal dari internal pemerintah, bukan manuver dari kubu oposisi Koalisi Merah Putih. Karena itu, yang perlu dipahami adalah masuknya Golkar tak saja bisa membawa harapan baik, tapi juga bisa menjadi bumerang bagi pemerintahan Jokowi.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0970 seconds (0.1#10.140)