Dominasi Barang China
A
A
A
BARANG impor yang mendominasi pasar Indonesia berasal dari China. Sepanjang Januari hingga April 2016, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan impor barang nonminyak dan gas bumi (migas) dari Negeri Panda itu tercatat sebesar USD9,6 miliar atau setara 25,76% dari total impor Indonesia. China memasukkan barang ke negeri ini sangat beragam. Mulai dari pangan, plastik, bahan kimia, mesin, kendaraan, dan barang-barang elektronik dengan harga yang sangat kompetitif. Sebaliknya, penetrasi barang Indonesia ke China terbilang masih sangat rendah. Tengok saja, total nilai ekspor ke China hanya sebesar USD3,89 miliar atau sekitar 9,55% dari total ekspor sepanjang Januari hingga April 2016. Jadi, wajar saja kalau terjadi defisit dalam berdagang dengan China yang menguasai seperempat dari total impor Indonesia.
Terlepas dari defisit perdagangan antara Indonesia dan China, Neraca Perdagangan Indonesia (NPI) meraih surplus sebesar USD667,2 juta sepanjang April tahun ini. Perolehan surplus NPI bulan lalu meningkat sebesar USD189,2 juta dibanding periode yang sama tahun lalu yang tercatat sebesar USD478 juta. Merujuk publikasi BPS pada pertengahan bulan ini, surplus NPI periode April 2016 dipicu oleh nilai ekspor yang mengungguli nilai impor meski nilainya sangat tipis hanya sebesar USD0,67 miliar. Total nilai ekspor April lalu tercatat sebesar USD11,45 miliar, sedangkan nilai impor tercetak sebesar USD10,78 miliar.
Adapun posisi surplus NPI secara kumulatif sejak Januari hingga April 2016 mencapai USD 2,33 miliar, di mana nilai ekspor tembus sebesar USD45,05 miliar, sedangkan nilai impor hanya USD42,72 miliar. Surplus NPI empat bulan awal tahun itu sedikit lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai USD 2,79 miliar. Meski surplus NPI secara kumulatif sedikit melandai tahun ini, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo menyatakan tak perlu dikhawatirkan sebab NPI kini dalam tren surplus.
Sementara itu, pangsa pasar ekspor Indonesia terbesar ke Amerika Serikat (AS) senilai USD4,97 miliar, disusul Jepang sebesar USD4,18 miliar, dan China sekitar USD3,83 miliar. Untuk kawasan ASEAN tercatat USD8,83 miliar dan Uni Eropa USD4,61 miliar. Sedangkan pangsa pasar impor Negeri Tirai Bambu tak tergoyahkan di papan atas yang mencapai USD9,65 miliar, lalu Jepang senilai USD4,10 miliar dan Thailand sekitar USD3,05 miliar. Adapun kawasan ASEAN membukukan USD8,43 miliar dan Uni Eropa USD3,59 miliar. Porsi terbesar impor meliputi mesin dan peralatan mekanik sebesar USD6,81 miliar dan mesin dan peralatan listrik senilai USD4,79 miliar.
Ekspor migas pada April lalu, berdasarkan data yang dirilis BPS mengalami penurunan cukup tajam sekitar 28,44% dari senilai USD1,24 miliar pada periode Maret 2016 terpangkas menjadi sebesar USD886,8 juta pada periode April 2016. Penurunan nilai ekspor migas tersebut menjadi pemicu utama menipisnya nilai ekspor total April yang hanya membukukan senilai USD11,45 miliar atau terjadi penurunan sekitar 3,07% dibandingkan nilai ekspor total pada Maret 2016 yang menembus sebesar USD11,81 miliar. BPS mencatat ekspor migas pada April 2016 tercatat terendah sepanjang 12 tahun terakhir ini.
Melihat tren surplus NPI yang ditopang kinerja ekspor komoditas nonmigas yang semakin membaik, pihak Bank Indonesia (BI) optimistis perkembangan perekonomian nasional kian positif. Karena itu, bank sentral akan terus mencermati perkembangan ekonomi global dan domestik yang bisa memengaruhi kinerja NPI. Hanya, pihak bank sentral masih ”kecewa” dengan kontribusi sektor swasta dalam negeri pada perkembangan pertumbuhan perekonomian nasional di triwulan pertama 2016 yang melenceng dari target pemerintah yang dipatok sekitar 5,3%, namun realisasinya hanya mencapai 4,9%.
Padahal, pemerintah sudah memacu percepatan belanja modal dan penerbitan berbagai kebijakan yang bersahabat dengan dunia usaha. Boleh jadi kalangan dunia usaha sedang menunggu realisasi penurunan suku bunga perbankan yang ditargetkan menjadi satu digit oleh pemerintah dalam waktu dekat.
Terlepas dari defisit perdagangan antara Indonesia dan China, Neraca Perdagangan Indonesia (NPI) meraih surplus sebesar USD667,2 juta sepanjang April tahun ini. Perolehan surplus NPI bulan lalu meningkat sebesar USD189,2 juta dibanding periode yang sama tahun lalu yang tercatat sebesar USD478 juta. Merujuk publikasi BPS pada pertengahan bulan ini, surplus NPI periode April 2016 dipicu oleh nilai ekspor yang mengungguli nilai impor meski nilainya sangat tipis hanya sebesar USD0,67 miliar. Total nilai ekspor April lalu tercatat sebesar USD11,45 miliar, sedangkan nilai impor tercetak sebesar USD10,78 miliar.
Adapun posisi surplus NPI secara kumulatif sejak Januari hingga April 2016 mencapai USD 2,33 miliar, di mana nilai ekspor tembus sebesar USD45,05 miliar, sedangkan nilai impor hanya USD42,72 miliar. Surplus NPI empat bulan awal tahun itu sedikit lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai USD 2,79 miliar. Meski surplus NPI secara kumulatif sedikit melandai tahun ini, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo menyatakan tak perlu dikhawatirkan sebab NPI kini dalam tren surplus.
Sementara itu, pangsa pasar ekspor Indonesia terbesar ke Amerika Serikat (AS) senilai USD4,97 miliar, disusul Jepang sebesar USD4,18 miliar, dan China sekitar USD3,83 miliar. Untuk kawasan ASEAN tercatat USD8,83 miliar dan Uni Eropa USD4,61 miliar. Sedangkan pangsa pasar impor Negeri Tirai Bambu tak tergoyahkan di papan atas yang mencapai USD9,65 miliar, lalu Jepang senilai USD4,10 miliar dan Thailand sekitar USD3,05 miliar. Adapun kawasan ASEAN membukukan USD8,43 miliar dan Uni Eropa USD3,59 miliar. Porsi terbesar impor meliputi mesin dan peralatan mekanik sebesar USD6,81 miliar dan mesin dan peralatan listrik senilai USD4,79 miliar.
Ekspor migas pada April lalu, berdasarkan data yang dirilis BPS mengalami penurunan cukup tajam sekitar 28,44% dari senilai USD1,24 miliar pada periode Maret 2016 terpangkas menjadi sebesar USD886,8 juta pada periode April 2016. Penurunan nilai ekspor migas tersebut menjadi pemicu utama menipisnya nilai ekspor total April yang hanya membukukan senilai USD11,45 miliar atau terjadi penurunan sekitar 3,07% dibandingkan nilai ekspor total pada Maret 2016 yang menembus sebesar USD11,81 miliar. BPS mencatat ekspor migas pada April 2016 tercatat terendah sepanjang 12 tahun terakhir ini.
Melihat tren surplus NPI yang ditopang kinerja ekspor komoditas nonmigas yang semakin membaik, pihak Bank Indonesia (BI) optimistis perkembangan perekonomian nasional kian positif. Karena itu, bank sentral akan terus mencermati perkembangan ekonomi global dan domestik yang bisa memengaruhi kinerja NPI. Hanya, pihak bank sentral masih ”kecewa” dengan kontribusi sektor swasta dalam negeri pada perkembangan pertumbuhan perekonomian nasional di triwulan pertama 2016 yang melenceng dari target pemerintah yang dipatok sekitar 5,3%, namun realisasinya hanya mencapai 4,9%.
Padahal, pemerintah sudah memacu percepatan belanja modal dan penerbitan berbagai kebijakan yang bersahabat dengan dunia usaha. Boleh jadi kalangan dunia usaha sedang menunggu realisasi penurunan suku bunga perbankan yang ditargetkan menjadi satu digit oleh pemerintah dalam waktu dekat.
(poe)