Wajah Museum Kita

Rabu, 20 April 2016 - 13:51 WIB
Wajah Museum Kita
Wajah Museum Kita
A A A
SUNGGUH miris mendengar kabar bahwa museum tertua di Tanah Air yang terletak di Solo, Jawa Tengah, Museum Radya Pustaka, akan tutup. Meski urung dilakukan penutupan, karena pemerintah kota melakukan intervensi terutama soal pendanaan, namun rencana tutup menunjukkan bahwa Radya Pustaka seperti hidup segan mati tak mampu.

Bukan hanya seperti dipandang sebelah mata oleh pemerintah, namun Radya Pustaka tampaknya juga dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Bukan saat ini saja, sudah bertahun-tahun museum hanya sebagai pajangan di pinggir jalan tanpa ada yang memedulikan.

Radya Pustaka hanyalah salah satu contoh kisah miris museum di Indonesia, masih banyak museum-museum di Tanah Air yang bisa jadi dan diyakini bernasib serupa. Museum di Indonesia seolah berdiri lesu di pinggir jalan tengah kota, sedangkan di dalamnya juga terlihat sangat rapuh. Dipandang dari luar, museum bak bangunan usang yang membuat masyarakat malas menyambanginya.

Bukan sekadar gempuran modernisasi di kota-kota besar, museum di kota-kota kecil pun bernasib serupa.
Utamanya adalah kurangnya perhatian pemerintah maupun masyarakat, ditambah lagi gempuran modernisasi akan menambah cerita miris museum kita.

Bukti bahwa modernisasi bukan bagian utama dari cerita miris museum adalah di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat (AS) atau sebagian negara-negara di Asia. Pemandangan berbeda bisa disaksikan di negara-negara tersebut. Di negara-negara seperti Inggris, Prancis, Jerman, museum seolah menjadi magnet yang luar biasa untuk selalu didatangi masyarakat.

Keberadaan museum di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat (AS) bisa tumbuh dengan baik di tengah modernisasi. Bahkan di setiap akhir pekan, jangan kaget ketika masyarakat antre untuk masuk museum. Begitu pula di hari-hari biasa (weekdays ), museum seolah menjadi wisata edukasi budaya yang menarik.

Tengok saja The Louvre Museum di Paris, Prancis. Tiap tahun museum seni ini dikunjungi sekitar 9,72 juta pengunjung (KORAN SINDO , 19 April 2016). Begitu juga museum-museum lain seperti Metropolitan Museum of Art (New York), British Museum (London) National Palace Museum (Taiwan), atau Museo del Prado (Madrid). Museum-museum tersebut dikunjungi jutaan pengunjung tiap tahunnya. Museum-museum tersebut seolah selalu tersenyum bukan bersedih dalam berdiri di pinggir jalan tengah kota.

Bandingkan pengunjung museum di Indonesia. Museum terbanyak yang dikunjungi adalah Museum Margasatwa Tamansari Bandung hanya dikunjungi kurang dari 1 juta pengunjung (656.898 pengunjung pada 2008).

Lalu, apakah pemerintah terlebih dahulu yang mesti peduli dengan museum atau menyadarkan masyarakat betapa menyenangkan berkunjung ke museum? Tampaknya pemerintah harus mengambil peran pertama untuk mengembangkan museum di Tanah Air.

Kepedulian pemerintah dengan membenahi museum-museumnya mesti dilakukan. Dengan intervensi pemerintah hingga beberapa tahun lalu dilakukan kampanye penting dan menyenangkan berkunjung ke museum, akan mampu membuat museum di Indonesia tersenyum dan berdiri kukuh.

Peran swasta yang mempunyai kepedulian tulus terhadap museum juga bisa dilakukan. Di Kota Batu, Jawa Timur bisa kita temukan Museum Angkut yang begitu modern dan sangat ramai dikunjungi masyarakat dari Batu maupun luar Batu. Museum ini adalah bentuk kepedulian swasta untuk membangkitkan lagi wisata edukasi budaya.

Artinya jika pemerintah mempunyai kendala tentang pendanaan ataupun anggaran, solusi yang ditawarkan adalah menggandeng swasta untuk pengelolaan museum. Tentu butuh kemauan besar dari kepala daerahnya. Tanpa kemauan, tentu museum akan terus menyuarakan suara-suara miris.

Bangsa ini memiliki sejarah yang begitu agung dan harus diteruskan kepada anak-cucu kita. Museum adalah salah satu penyimpan keagungan sejarah dan budaya bangsa ini. Sangat sayang jika keagungan sejarah dan budaya ini hanya sekadar cerita lisan tanpa bisa disaksikan contoh nyata. Dan museum bisa menjawab ini, bahwa keagungan sejarah dan budaya Indonesia bukan sekadar cerita lisan, namun kenyataan yang harus kita lestarikan.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0777 seconds (0.1#10.140)