Tolak Kriminalisasi, Ratusan Buruh Demo di PN Jakarta Pusat
A
A
A
JAKARTA - Ratusan aktivis Gerakan Buruh Indonesia (GBI) kembali melakukan aksi demonstrasi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat.
Juru bicara Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Kahar S Cahyono mengatakan, aksi ini merupakan bentuk solidaritas terhadap 23 aktivis buruh, dua pengacara publik dan satu mahasiswa yang menjalani persidangan perdana di PN Jakarta Pusat hari ini.
Kahar mengatakan, ke-26 aktivis itu dikriminalisasi dengan Pasal 216 dan 218 KUHP lantaran telah melakukan aksi melebihi jam pemberlakuan aksi pada tanggal 30 Oktober 2015 di depan Istana Negara.
Sementara itu, menurutnya, aksi melebihi jam pemberlakuan aksi hanya diatur dalam Perkap. "Perkap tidak bisa dijadikan dasar untuk pemidanaan," kata Kahar di Gedung PN Jakarta Pusat, Senin (28/3/2016).
Merujuk pada UU Nomor 9 Tahun 1998, Kahar mengatakan, sanksi yang diberikan terkait aksi massa adalah pembubaran, bukan pemidanaan.
Kahar menilai, skenario kriminalisasi yang diterapkan terhadap buruh ini persis digunakan oleh rezim Soeharto, yakni mengejar pertumbuhan ekonomi dengan mengedepankan tindakan represif dengan dalih menciptakan stabilitas.
"Kami minta majelis hakim membebaskan secara murni 26 terdakwa. Karena aksi buruh pada 30 Oktober 2015 adalah aksi untuk meminta pemerintah mencabut PP No. 78 Tahun 2015 yang berorientasi pada upah murah," ungkap Kahar.
Kahar menegaskan, terjadinya PHK besar-besaran dalam kurun dua bulan terakhir menunjukkan PP tentang upah murah tidak efektif.
Oleh karena itu, lanjut Kahar, aksi yang dilakukan oleh para buruh murni bertujuan untuk mengoreksi kebijakan pemerintah. "Kriminalisasi tak akan menghentikan perjuangan buruh agar PP 78 Tahun 2015 dicabut," kata Kahar.
PILIHAN:
Pasca Bom Lahore, Pemerintah Imbau WNI di Pakistan Waspada
Juru bicara Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Kahar S Cahyono mengatakan, aksi ini merupakan bentuk solidaritas terhadap 23 aktivis buruh, dua pengacara publik dan satu mahasiswa yang menjalani persidangan perdana di PN Jakarta Pusat hari ini.
Kahar mengatakan, ke-26 aktivis itu dikriminalisasi dengan Pasal 216 dan 218 KUHP lantaran telah melakukan aksi melebihi jam pemberlakuan aksi pada tanggal 30 Oktober 2015 di depan Istana Negara.
Sementara itu, menurutnya, aksi melebihi jam pemberlakuan aksi hanya diatur dalam Perkap. "Perkap tidak bisa dijadikan dasar untuk pemidanaan," kata Kahar di Gedung PN Jakarta Pusat, Senin (28/3/2016).
Merujuk pada UU Nomor 9 Tahun 1998, Kahar mengatakan, sanksi yang diberikan terkait aksi massa adalah pembubaran, bukan pemidanaan.
Kahar menilai, skenario kriminalisasi yang diterapkan terhadap buruh ini persis digunakan oleh rezim Soeharto, yakni mengejar pertumbuhan ekonomi dengan mengedepankan tindakan represif dengan dalih menciptakan stabilitas.
"Kami minta majelis hakim membebaskan secara murni 26 terdakwa. Karena aksi buruh pada 30 Oktober 2015 adalah aksi untuk meminta pemerintah mencabut PP No. 78 Tahun 2015 yang berorientasi pada upah murah," ungkap Kahar.
Kahar menegaskan, terjadinya PHK besar-besaran dalam kurun dua bulan terakhir menunjukkan PP tentang upah murah tidak efektif.
Oleh karena itu, lanjut Kahar, aksi yang dilakukan oleh para buruh murni bertujuan untuk mengoreksi kebijakan pemerintah. "Kriminalisasi tak akan menghentikan perjuangan buruh agar PP 78 Tahun 2015 dicabut," kata Kahar.
PILIHAN:
Pasca Bom Lahore, Pemerintah Imbau WNI di Pakistan Waspada
(dam)