Penuhi Panggilan Kejagung, HT Taat Hukum
A
A
A
JAKARTA - CEO MNC Hary Tanoesoedibjo memenuhi panggilan penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) yang memintanya menjelaskan tentang restitusi pajak Mobile-8, Kamis (17/3/2016) sore tadi.
Kedatangan HT membuktikan bahwa dia adalah warga negara yang taat hukum. Padahal pagi hingga siang hari tadi, HT mengisi kuliah umum di IAIN Bengkulu serta melantik 128 DPC Perindo se-Bengkulu.
Saat datang, HT menegaskan sama sekali tidak mengetahui kasus yang sedang ditangani Kejagung itu. (Baca juga: HT Yakin Kasus Mobile 8 Segera Selesai)
Menurut dia, kasus tersebut tidak ada hubungannya dengan posisinya saat menjabat sebagai Komisaris Mobile 8.
“Ini kasus terkait operasional, kalau ditanya saat kejadiannya saya tidak tahu. Ini murni terkait operasional, contoh MNC Group ada RCTI, tiap tahun bayar pajaknya banyak, mungkin pajaknya Rp800 miliar dalam setahun apa saya terlibat dalam pembayaran itu? Saya tidak terlibat itu kan memang sesuatu yang diatur sesuai dengan ketentuan undang undang pajak,” ujar HT di Gedung Jampidsus, Kejagung, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta, Kamis (17/3/2016).
Kuasa hukum HT, Hotman Paris Hutapea heran terhadap sikap Kejagung yang mengubah waktu pemanggilan kliennya.
Pasalnya sebelumnya Kejagung akan memanggil HT pada 24 Maret mendatang namun tanpa alasan yang tidak jelas jadwal berubah menjadi 17 Maret 2016.
“Harusnya, kesepakatan itu tanggal 24 Maret, Entah kenapa orang dalam ada yang usulkan diubah jadi tanggal 17. Ini sangat tidak fair jadi tidak ditepati,” ujar Hotman Paris di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (17/3/2016).
Hotman mengatakan Kejagung telah keliru membawa kasus retritusi pajak ke ranah korupsi karena ini merupakan domain pajak.
Selain itu, restitusi pajak Mobile 8 masuk pada tahun 2002 sampai 2005 sedangkan kasus yang diusut Kejaksaan Agung mulai tahun 2007 sampai 2009.
Kejagung menganggap pada kurun waktu 2007-2009 ada transaksi fiktif terkait restitusi pajak Mobile 8. "Jadi tidak ada keterkaitan antara restitusi pajak dan transaksi fiktif," kata Hotman.
Dia mengatakan selama ini Kejagung sama sekali tidak memahami aturan pajak yang sebenarnya pada restitusi pajak Mobile 8 tahun 2007-2009.
Apalagi, kata dia, Kepala Subdit Pidsus Kejagung, Yulianto sudah berkali-kali ditawarkan bertemu dengan Dirjen Pajak untuk menjelaskan restitusi pajak tersebut namun Yulianto menolak.
“Aku sudah ribuan kali minta Yulianto mau enggak sama konsultan pajak, Dirjen Pajak ketemu sama saya, dia enggak mau, ini kan jelas Kejaksaan kurang memahami UU Pajak,” kata Hotman.
Kedatangan HT membuktikan bahwa dia adalah warga negara yang taat hukum. Padahal pagi hingga siang hari tadi, HT mengisi kuliah umum di IAIN Bengkulu serta melantik 128 DPC Perindo se-Bengkulu.
Saat datang, HT menegaskan sama sekali tidak mengetahui kasus yang sedang ditangani Kejagung itu. (Baca juga: HT Yakin Kasus Mobile 8 Segera Selesai)
Menurut dia, kasus tersebut tidak ada hubungannya dengan posisinya saat menjabat sebagai Komisaris Mobile 8.
“Ini kasus terkait operasional, kalau ditanya saat kejadiannya saya tidak tahu. Ini murni terkait operasional, contoh MNC Group ada RCTI, tiap tahun bayar pajaknya banyak, mungkin pajaknya Rp800 miliar dalam setahun apa saya terlibat dalam pembayaran itu? Saya tidak terlibat itu kan memang sesuatu yang diatur sesuai dengan ketentuan undang undang pajak,” ujar HT di Gedung Jampidsus, Kejagung, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta, Kamis (17/3/2016).
Kuasa hukum HT, Hotman Paris Hutapea heran terhadap sikap Kejagung yang mengubah waktu pemanggilan kliennya.
Pasalnya sebelumnya Kejagung akan memanggil HT pada 24 Maret mendatang namun tanpa alasan yang tidak jelas jadwal berubah menjadi 17 Maret 2016.
“Harusnya, kesepakatan itu tanggal 24 Maret, Entah kenapa orang dalam ada yang usulkan diubah jadi tanggal 17. Ini sangat tidak fair jadi tidak ditepati,” ujar Hotman Paris di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (17/3/2016).
Hotman mengatakan Kejagung telah keliru membawa kasus retritusi pajak ke ranah korupsi karena ini merupakan domain pajak.
Selain itu, restitusi pajak Mobile 8 masuk pada tahun 2002 sampai 2005 sedangkan kasus yang diusut Kejaksaan Agung mulai tahun 2007 sampai 2009.
Kejagung menganggap pada kurun waktu 2007-2009 ada transaksi fiktif terkait restitusi pajak Mobile 8. "Jadi tidak ada keterkaitan antara restitusi pajak dan transaksi fiktif," kata Hotman.
Dia mengatakan selama ini Kejagung sama sekali tidak memahami aturan pajak yang sebenarnya pada restitusi pajak Mobile 8 tahun 2007-2009.
Apalagi, kata dia, Kepala Subdit Pidsus Kejagung, Yulianto sudah berkali-kali ditawarkan bertemu dengan Dirjen Pajak untuk menjelaskan restitusi pajak tersebut namun Yulianto menolak.
“Aku sudah ribuan kali minta Yulianto mau enggak sama konsultan pajak, Dirjen Pajak ketemu sama saya, dia enggak mau, ini kan jelas Kejaksaan kurang memahami UU Pajak,” kata Hotman.
(dam)